TERBARU

Opini

Tingkatkan Kedermawan di Bulan Ramadhan

image_pdfimage_print

*Oleh: Numairi

Islam adalah agama yang membawa kemaslahatan kepada ummatnya atau dapat di artikan bahwa agama adalah interaksi antara manusia dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dengan lingkungan dan diri sendiri. Oleh karenanya, ajaran islam tidak hanya sebatas ibadah ritual yang melibatkan hubungan dengan Allah semata tetapi juga sesama manusia di muka bumi ini dengan memberi dalam bentuk kedermawaan sehingga dapat menghilangkan masalah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Salah satu permasalahan yang banyak di hadapi adalah tentang kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.

 

Kita sering melihat orang memamerkan harta kekayaannya yang melimpah, namun di sisi lain masih banyak orang yang harus mangais rezeki dari tumpukan sampah untuk memenuhi kehidupannya. Oleh karena itu agama islam datang dengan membawa semangat untuk meningkatkan perekonomian dengan menumbuhkan semangat filantropi atau kedermawanan, apalagi dibulan ramadhan yang sangat mulia ini.

 

Salah satu firman Allah dalam dalam surat ali Imran ayat 92 yang berbunyi “Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Apapun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah maha mengetahui tentangnya”. Disini Allah menantang kita bahwa menginfakkan harta yang kita cintai adalah syarat untuk mencapai puncak dari segala kebaikan dan keberkahan.

 

Ayat tersebut juga mendorong kita untuk menjadi ummat yang terbaik dalam berinteraksi sosial dengan semangat tolong-menolong antar sesama manusia yang salah satu caranya adalah dengan senang berderma. Kedermawanan pada hakikatnya dimotivasi oleh pemahaman manusia terhadap anjuran untuk berbuat kebaikan. Allah di dalam al-Quran menyebut pemberian itu secara bertingkat, maka itu sebagai isyarat bahwa kedermawanan adalah pilihan dan sikap yang terus bertingkat dan tiada ujungnya.

 

Dalam Islam ada kedermawanan yang bersifat wajib yang harus dilakukan oleh setiap umat manusia apabila telah memenuhi beberapa syarat tertentu yang dikenal dengan zakat. Bahkan kewajiban utama setiap muslim tanpa terkecuali yang lain bernama Zakat Fitrah, spirit utamanya bukan spirit kekayaan dan kemampuan, tetapi spirit berbagi dan membersihkan jiwa. Dengan semangat memberi seperti zakat fitrah yang diwajibkan bagi setiap jiwa yang memiliki makanan akan membuat hati manusia ini menjadi lunak dan menumbuhkan sifat saling kasih sayang antara sesama manusia, bahkan jika ada seorang bayi yang terlahir di sore hari terakhir di bulan Ramadhan, maka ayah atau walinya wajib mengeluarkan zakat fitrah untuknya.

BACA JUGA
Miliarder yang Menolak Tunduk

 

Banyak hadits dan ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang sifat dan keutamaan-keutamaan berderma serta akibat dari kekikiran, salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi yang berbunyi “Orang yang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekat dengan surga, dan jauh dari neraka. Sedangkan orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga dan dekat dengan neraka. Orang jahil yang dermawan lebih disukai Allah daripada ahli ibadah yang kikir”.

 

Hadits tersebut menjelaskan bahwa terdapat perbedaan antara orang yang dermawan dengan orang yang kikir atau keburukan orang-orang yang kikir. Perbedaan ini berhubungan langsung dengan kedudukan mereka di hadapan Allah SWT, beserta konsekuensi kehidupannya masing-masing, baik ketika di dunia maupun di akhirat kelak. Secara tersirat, hadits tersebut mengandung perintah kepada kita untuk menjadi dermawan dan menjauhi kekikiran.

 

Kedermawanan juga berpengaruh terhadap upaya kita dalam menjaga kehormatan. Kehormatan diri sangat dianjurkan untuk dijaga, termasuk dari kemungkinan adanya harta haram yang kita belanjakan. Harta menjadi haram apabila di dalam harta yang kita peroleh terdapat hak orang lain yang belum kita salurkan, padahal Allah SWT telah menitip harta orang lain pada harta yang kita miliki tetapi semua dibelanjakan untuk kepentingan diri dan keluarga. Harta haram inilah yang menodai dan merusak kehormatan seorang muslim. Hubungan kedermawanan dengan menjaga kehormatan diri seseorang sesungguhnya terletak pada sikap kasih sayang yang ditunjukkan dengan keikhlasan berbagi dengan orang lain.

 

Dengan seringnya kita berderma, maka dapat membuat perputaran roda perekonomian dapat berjalan dengan baik dan sehat, tidak dimonopoli oleh sekelompok kepentingan tertentu saja. Ini adalah cita-cita dalam Al-Qur’an dalam mencapai visi keadilan sosial bagi seluruh manusia sebagaimana potongan firman Allah SWT dalam Surat Al-Hasyr ayat 7 “…(Demikian) agar harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu…”.

 

Ayat ini memberi gambaran kepada kita bahwa agama Islam tidak menyukai orang yang suka menumpuk-numpuk harta untuk dirinya sendiri dan tidak menghendaki penumpukan harta hanya pada sekelompok orang tertentu, sehingga menyebabkan sebagian orang yang lainnya terjerat dalam kemiskinan. Ayat ini juga memberikan pemahaman bahwa dalam harta orang kaya juga terdapat harta orang miskin, sehingga disyariatkanlah beberapa skema filantropi dalam islam yaitu zakat, infaq, sadaqah, hibah dan wakaf sebagai upaya memberikan jalan untuk beredarnya harta di tengah masyarakat yang lain atau harta tidak hanya beredar pada beberapa orang saja.

BACA JUGA
Perjuangan Tanpa Henti Garuda Pertiwi di Piala AFF Wanita 2024

 

Ada Pemahaman di dalam masyarakat yang mengatakan bahwa harta tidak bisa dibawa mati oleh seseorang, dan itu tidaklah benar. Hal ini dapat di jabarkan atau takwilkan dengan pemahaman bahwa harta manusia tidak bisa dibawa mati oleh dirinya sendiri, akan tetapi Allah telah memberikan cara membawa harta tersebut hingga sampai pada kehidupan setelah mati dan nantinya di hari kebangkitan dapat menikmati saldo deposito yang telah kita buat di dunia dahulu yaitu dengan cara dititipkan ke orang lain dengan bersedekah atau berderma. Harta yang dikaruniakan Allah kepada manusia ini bisa bermanfaat dan menjadi bekal kematian, dengan syarat tidak dibawa sendiri. Ada berbagai proyek penitipan harta yang ditunjukkan oleh Allah yaitu berzakat, sedekah, hibah, wakaf ataupun berinfaq.

 

Di sisi lain, ada gambaran bagi mereka yang enggan atau sombong dan merasa hartanya adalah kepemilikannya pribadi dan diperoleh dari hasil jerih payah dan usaha sendiri dengan menafikan keberadaan Allah sebagai pemberi harta tersebut, hal ini diabadikan dalam Al-Quran melalui sesosok manusia yang bernama Qarun yang akhirnya dikubur hidup-hidup bersama harta yang disombongkannya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Qashash ayat 78: “Dia (Qarun) berkata, “Sesungguhnya aku diberi (harta) itu semata-mata karena ilmu yang ada padaku.” Tidakkah dia tahu bahwa sesungguhnya Allah telah membinasakan generasi sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih banyak mengumpulkan harta? Orang-orang yang durhaka itu tidak perlu ditanya tentang dosa-dosa mereka.”.

 

Oleh Karenanya, kita dapat bertanya dan merefleksikan pada diri kita sendiri apakah ada keengganan untuk mengeluarkan harta di jalan kebaikan karena kecintaan yang berlebih pada materi? Apakah ada sifat bakhil/pelit untuk memberi sebagian dari harta yang kita miliki untuk sanak keluarga/kerabat dekat? Dengan pemahaman bagi mereka karena merasa takut hartanya berkurang dan tidak sedikit di antaranya yang bahkan takut berderma karena akan menjadi miskin. Padahal anggapan ini sebenarnya bersumber dari bisikan dan tipu daya setan. Jika jawabannya iya, maka patut diwaspadai bisa jadi diri kita sendiri merupakan penerus Qarun di era modern saat ini.

 

Dalam beberapa ayat yang lain, Allah menjelaskan kaidah kedermawanan yang sama sekali tidak menyebabkan berkurangnya harta, apalagi sampai membuat miskin seseorang. Justru dengan kesukaan manusia dalam berderma akan dibalas dengan limpahan rezeki yang berlipat ganda. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 261 dan 245: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui” “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan berlipatganda. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan”.

BACA JUGA
Bank Aceh Cabang Meulaboh Hadir di MTR XXIV Aceh, Permudah Transaksi Pengunjung

 

Jika kita menilik dan mengkaji makna yang mendalam dari ayat di atas dapat kita simpulkan bahwa berderma, terutama kepada orang-orang miskin, sebenarnya adalah upaya memperbesar potensi datangnya rezeki dari Allah atau dengan kata lain, kita mengundang datangnya rezeki kepada diri kita sendiri. Berderma kepada orang fakir atau miskin atau kepada jalan Allah juga disebut dengan istilah meminjamkan pinjaman kepada Allah dan pasti Allah akan membalas pinjaman tersebut dengan berlipat-lipat kepada hambanya yang mau melakukan hal tersebut.

 

Ada beberapa cara Allah yang Mahakaya dalam membalas atau membayar pinjaman tersebut, ada yang secara langsung melalui datangnya rezeki dari hal yang tidak diduga-duga dan ini tidak mesti dalam bentuk uang. Tetapi adakalanya Allah sebelum membayar pinjaman tersebut seringkali menguji hambanya terlebih dahulu. Ini bertujuan untuk melihat apakah hamba-Nya akan terus berderma/bersedekah atau hanya seketika saja.

 

Di sisi lain, Allah juga dengan sengaja menangguhkan untuk menguji keikhlasan dan kesabaran seseorang, sampai pada saatnya nanti Dia “membayar” dalam bentuk yang beranekaragam. Ada yang diberi melalui kenaikan gaji atau penghasilan dari usahanya, mendapatkan kepercayaan dalam promosi karir dan bisnis, diberikan suatu fasilitas dari kantor, memperoleh tawaran pinjaman lunak yang bagi orang lain sangat sulit mendapatkannya, dihindarkan dari kemungkinan penyakit, bencana, musibah tertentu, dimudahkan memperoleh jodoh atau dikaruniai anak, serta beragam bentuk “rezeki” lain yang tidak diduga-duga.

 

Mengapa bisa demikian? Karena kedermawanan adalah salah satu perwujudan dari hamba-hamba Allah yang bertakwa. Apalagi di bulan ramadhan ini sebagai waktu yang sangat mulia serta di beri pahala seluruh amal kebajikan dengan dilipatkan ganda. Wallahualam.

Penulis adalah Direktur Kepatuhan Bank Aceh Syariah 

Artikel Terkait

Load More Posts Loading...No more posts.