ORINEWS.id – Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim membantah dirinya menyembunyikan dokumen penahanan mantan Perdana Menteri Najib Razak. Anwar menyebut dokumen penahanan Razak berada di Jaksa Agung.
Dalam pernyataan resminya, Anwar Ibrahim menjelaskan bahwa dokumen yang berisikan kemungkinan Najib menjalani sisa hukumannya dalam tahanan rumah, tidak dibahas selama pertemuan dengan Dewan Pengampunan pada tahun 2023.
“Setelah dokumen itu dikirim, terjadi pergantian Yang di-Peruan Agong dan Jaksa Agung menyerahkan dokumen itu ke istana untuk memungkinkan Baginda Sulta Ibrahim, Raja Malaysia, mengambil keputusan,” kata Anwar, dikutip The Star, Minggu (12/1/2025).
Lalu, kata Anwar, dokumen itu kemudian dikirimkan kepada Jaksa Agung dan bukan kepada dirinya ataupun anggota Dewan Pengampunan lainnya. Anwar menuturkan pada tahun 2023, ia menjabat sebagai Menteri Wilayah Federal dan menghadiri pertemuan dengan Menteri di Departemen Perdana Menteri untuk wilayah federal.
“Dalam pertemuan itu, masalah ini (dokumen) tidak diutarakan ketika saya hadir, dan juga tidak diutarakan ketika Dr. Zaliha Mustafa (Menteri di Departemen Perdana Menteri Wilayah Federal) ada di sana,” katanya.
“Itulah kenyataannya, tidak ada yang disembunyikan,” tegasnya menambahkan.
Pernyataan itu dikeluarkan oleh Anwar Ibrahim setelah dirinya memilih untuk bungkam atas kebohongan dan fitnah yang beredar belakangan. Ia mengaku sudah menahan diri untuk tidak mengomentari persoalan dokumen kerajaan karena hal itu berada di bawah yurisdiksi absolut Raja saat ini, Sultah Ibrahim.
Selain itu, Anwar juga mengatakan bahwa kasus Najib Razak sudah peranh diajukan banding sebelumnya. Ia pun membawa dokumen itu kepada Dewan Pengampunan untuk kemudian ditinjau lebih lanjut.
“Dalam kasus Datuk Seri Najib, banding telah diajukan, dan saya membawanya (agenda) dalam pertemuan (Dewan Pengampunan) tahun lalu untuk ditinjau (oleh Yang di-Pertuan Agong ke-16) dengan menyampaikan semua laporan terkait,” jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi Fahmi Fadzil yang juga juru bicara pemerintah mengatakan, pemerintah membutuhkan waktu untuk mengakui keberadaan addendum kerajaan tersebut karena harus mengikuti proses hukum di pengadilan.
Senin lalu, Pengadilan Banding mengizinkan Najib untuk memulai proses peninjauan kembali yudisial guna memaksa pemerintah dan enam pihak lainnya untuk mengonfirmasi keberadaan adendum kerajaan.
Addendum kerajaan tersebut diyakini telah disetujui oleh Sultan Abdullah, yang memungkinkan Najib, yang dihukum karena menggelapkan RM42 juta (Rp151 miliar) dari SRC International Sdn Bhd untuk menjalani sisa hukuman penjaranya dalam tahanan rumah.