ORINEWS.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk bersikap proaktif dalam menyelidiki dugaan korupsi yang diduga melibatkan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), sebagaimana disebutkan dalam hasil polling dari laporan Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP).
“KPK jangan pasif dong. KPK harus aktif, jangan menunggu laporan masyarakat,” ujar Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf, seperti dilansir Inilah.com, Senin (6/1/2025).
Hudi memperingatkan bahwa jika KPK lamban dalam menangani kasus ini, dampaknya dapat merugikan iklim investasi di Indonesia. Hal ini, menurutnya, juga dapat mencoreng pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang baru saja menjabat.
“Ini demi negara, demi bangsa, demi nama baik negara. Jangan sampai kalau pemimpin kita dianggap korup, nanti investor males datang, yang kena getahnya nanti Pak Prabowo,” katanya.
Hudi juga menyarankan agar KPK mendalami indikasi dugaan korupsi Jokowi melalui beberapa kasus yang menyeret nama anak-anaknya, seperti Kaesang Pangarep dan Kahiyang Ayu. Kasus-kasus itu termasuk dugaan gratifikasi penerimaan fasilitas pesawat jet pribadi dan izin usaha pertambangan (IUP) blok Medan di Maluku Utara.
“Sejumlah perusahaan pasti mendekati anak raja. Ini bisa didalami apakah dimulai dari dugaan nepotisme. Kalau jalur benar, nggak masalah. Tapi kalau tidak fair play, ya itu yang bermasalah dan harus didalemin,” ucapnya.
Sebelumnya, KPK telah merespons laporan OCCRP yang menempatkan Jokowi sebagai salah satu finalis pemimpin dunia terkorup. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menegaskan bahwa siapa pun yang memiliki bukti terkait dugaan korupsi dapat melapor ke lembaga antirasuah tersebut.
“Semua warga negara Indonesia memiliki kedudukan yang sama di muka hukum. KPK mempersilakan bila ada pihak-pihak yang memiliki informasi dan bukti pendukung,” kata Tessa dalam keterangan tertulisnya kepada media, Kamis (2/1/2025).
Tessa juga menambahkan bahwa masyarakat dapat melaporkan dugaan tindak pidana korupsi ke instansi penegak hukum lainnya, seperti Kejaksaan Agung (Kejagung) atau Kepolisian (Polri).
“Untuk dapat dilaporkan menggunakan saluran dan cara yang tepat ke aparat penegak hukum, baik itu ke KPK, maupun ke Kepolisian atau Kejaksaan yang memang memiliki kewenangan menangani tindak pidana korupsi,” tambahnya.[]