ORINEWS.id – Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus kematian dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jawa Tengah.
Dari tiga tersangka, satu di antaranya seorang pria berinisial TEN yang merupakan Ketua Program Studi Anestesiologi Fakultas Kedokteran (FK) Undip.
Lalu, dua lainnya berinisial SM, kepala staf medis kependidikan prodi Anestesiologi dan ZYA, senior korban.
Ketiga punya peran berbeda dalam kasus kematian dr Aulia Risma.
Dimulai dari TEN yang memanfaatkan senioritasnya untuk meminta uang Biaya Operasional pendidikan (BOP) yang tidak diatur akademik kepada korban.
Sementara SM juga ikut dalam meminta uang BOP dengan memintanya langsung ke bendahara PPDS.
Lalu tersangka terakhir, ZYA sebagai senior korban yang paling aktif membuat aturan, melakukan bullying, dan memaki korban.
Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Artanto mengatakan, mereka semua merupakan senior korban.
“Iya ada tiga tersangka, para senior korban,” ujar Kombes Artanto, Selasa (24/12/2024).
Mengutip TribunJateng.com, ketiganya dijerat pasal berlapis.
Mulai dari Pasal 368 tentang Pemerasan, Pasal 378 tentang Penipuan, dan Pasal 335 tentang Pengancaman atau Teror Terhadap Orang Lain.
“Untuk ancaman hukumannya maksimal 9 tahun,” ujarnya.
Diketahui, Risma Aulia ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya di Kota Semarang, pada 15 Agustus 2024.
Risma meninggal mengakhiri hidupnya sendiri lantaran diduga mendapatkan bullying dan pemerasan dari seniornya.
Lalu pada 4 September 2024, ibu korban, Nuzmatun Malinah melaporkan kasus ini ke Polda Jawa Tengah.
Dalam perjalanannya, pihak kepolisian memeriksa lebih dari 30 saksi.
Kuasa Hukum Khawatir
Meski ketiga senior korban sudah ditetapkan jadi tersangka, tapi pihak kepolisian masih belum melakukan penahanan.
Kuasa hukum keluarga korban, Misyal Achmad pun merasa khawatir dengan hal tersebut.
“Jadi saya berharap untuk pihak polda untuk melakukan penahanan guna menjaga supaya tidak ada barang-barang lainnya yang bisa dihilangkan atau mereka mengulang kembali,” ungkap Misyal, dikutip dari Kompas.com.
Ia menuturkan, pihak keluarga korban mengajukan permohonan agar Polda Jateng melakukan penahanan kepada para tersangka.
“Yang dilakukan adalah kejahatan yang mengkhawatirkan, yang dapat menghilangkan barang bukti mengingat prosesnya cukup lama,” tambahnya.
Sebelumnya, Kombes Artanto menuturkan bahwa para tersangka tak ditahan karena pertimbangan penyidik.
“Belum, karena pertimbangan penyidik. Nanti penyidik yang menjelaskan,” ujar Kombes Artanto