ORINEWS.id – Setelah Pengadilan Kriminal Internasional (International Criminal Court/ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, Amerika Serikat (AS) langsung pasang badan.
Washington secara tegas telah menolak keputusan ICC untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan menteri pertahanan Israel, Yoav Gallant.
Seperti yang diketahui, ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan Gallant buntut dugaan kejahatan perang di Gaza.
Beberapa anggota parlemen AS mendesak sanksi terhadap ICC atas keputusan tersebut.
Dikutip dari The Times of Israel, Israel dikatakan bekerja sama dengan pemerintahan yang akan datang untuk mengambil tindakan hukum terhadap ICC.
Bahkan, seorang senator dari Partai Republik mengisyaratkan AS harus menyerbu Den Haag, lokasi ICC, sebagai balasan atas surat perintah tersebut.
“Sekali lagi saya tegaskan: apa pun yang mungkin disiratkan ICC, tidak ada kesetaraan — tidak ada — antara Israel dan Hamas. Kami akan selalu mendukung Israel dalam menghadapi ancaman terhadap keamanannya,” kata Presiden AS Joe Biden.
Sekretaris Pers Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan AS tidak akan melaksanakan surat perintah penangkapan, dan menyebut tindakan ICC sebagai “proses yang cacat”.
“Berbeda dengan cara (Kepala Jaksa ICC Karim Khan) memperlakukan orang lain, termasuk (Presiden Venezuela yang diperiksa) Nicolas Maduro dan rekan-rekannya, jaksa gagal memberi Israel kesempatan yang berarti untuk terlibat secara konstruktif dan mempertimbangkan proses domestiknya dengan benar,” ucap Jean-Pierre.
“Hal ini mempertanyakan kredibilitas jaksa dan penyelidikannya,” tambahnya.
Sebaliknya, salah seorang anggota dari Partai Demokrat Perwakilan Michigan, Rashida Tlaib menyambut baik keputusan ICC tersebut.
Rashida Tlaib mengatakan hal itu “menandakan bahwa hari-hari pemerintahan apartheid Israel yang beroperasi dengan impunitas telah berakhir”.
Surat perintah tersebut secara efektif melarang Netanyahu dan Gallant memasuki 124 negara anggota ICC.
Israel dan AS, yang keduanya bukan anggota pengadilan, telah mengecam mosi untuk menangkap Netanyahu dan Gallant.
Kepala Jaksa ICC Karim Khan telah mengumumkan pada bulan Mei bahwa ia mengupayakan penangkapan Netanyahu dan Gallant, serta tiga pemimpin Hamas yang telah terbunuh.
Pada saat itu, pemerintah AS menyerang Khan, dengan mengatakan bahwa ia telah gagal memberi Israel kesempatan untuk menyelidiki klaim tersebut.
Namun, pemerintahan Biden sejauh ini menolak seruan dari anggota parlemen Republik untuk memberikan sanksi kepada pengadilan seperti yang dilakukan Trump pada masa jabatan pertamanya.
Lembaga penyiaran publik Israel, KAN, melaporkan bahwa Israel telah menyusun daftar sanksi yang dapat dijatuhkan pemerintahan Donald Trump kepada ICC.
Daftar tersebut disebut-sebut mencakup tokoh-tokoh tertentu di pengadilan yang dapat menjadi sasaran.
Picu Reaksi Luas di Media Sosial
Orang-orang yang telah mengecam perang Israel yang menghancurkan Gaza selama setahun terakhir merayakan keputusan ICC untuk mengeluarkan surat perintah tersebut.
Seorang kritikus perang yang vokal, mantan direktur eksekutif Human Rights Watch, Kenneth Roth, mengatakan keputusan tersebut menunjukkan bahwa “berperang dengan kejahatan perang, kelaparan, dan kekurangan, tidak diperbolehkan”.
Sementara beberapa pihak mengatakan surat perintah penangkapan tersebut merupakan langkah ke arah yang benar untuk pembebasan Palestina, pihak lain mengatakan surat perintah tersebut sudah terlambat.
Lalu beberapa orang lainnya menyerukan tindakan cepat dari masyarakat internasional untuk memenuhi perintah ICC dan mengatakan harus ada konsekuensi atas dehumanisasi terus-menerus terhadap orang-orang di depan mata seluruh dunia.
Dikutip dari Middle East Eye, bahkan seseorang telah membuat daftar negara-negara yang dapat menangkap Netanyahu dan Gallant atas perintah ICC.
Salah seorang pengguna media sosial X menyiratkan bahwa tatanan internasional bersifat munafik, karena banyak pemimpin, khususnya sekutu Barat AS dan Israel, mendukung surat perintah penangkapan ICC terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin dan bahwa dunia menerapkan standar ganda terhadap Israel.
Banyak yang menunjukkan bahwa AS menolak keputusan surat perintah penangkapan ICC untuk Netanyahu dan Gallant, meskipun Afrika Selatan bulan lalu mengajukan 750 halaman bukti ke Mahkamah Internasional.
Berkas itu menguraikan bukti yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran Israel terhadap Konvensi Genosida 1948 dalam perang yang sedang berlangsung di Gaza.
Sementara itu, kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa mengingat surat perintah penangkapan ICC, pejabat AS sekarang dapat bertanggung jawab secara pribadi berdasarkan hukum internasional dengan terus memberikan bantuan militer kepada Israel.[]