Orinews.id|Banda Aceh – Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menekankan pentingnya prinsip kehati-hatian, keamanan, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana haji. Ia juga mengajak Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) untuk berani melakukan terobosan investasi di sektor riil, baik di dalam maupun luar negeri.
Hal itu disampaikan Menag dalam sambutannya yang dibacakan oleh Wakil Menteri Agama (Wamenag) RI, Saiful Rahmad Dasuki pada saat pembukaan seminar nasional BPKH di Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Kamis (14/9/2023).
Menag menyebutkan, dana haji ini selalu menjadi perhatian publik, karena jumlahnya sangat besar dan fantastis, yaitu sekitar Rp158,3 triliun menurut data BPKH pada pertengahan Juli 2023. Dana haji juga memiliki kekhasan karena diperuntukan untuk ibadah haji yang waktunya sudah ditentukan.
“Kekhasan lainnya adalah tenor yang panjang. Sepanjang masa tunggu jamaah haji, ada jamaah yang melakukan setoran awalnya tahun ini tapi dana hajinya baru digunakan nanti puluhan tahun mendatang saat jamaah tersebut diagendakan untuk berangkat, atau ketika membatalkan pendaftaran hajinya,” ujar Menag.
Ditambah lagi, kata dia, masa tunggu keberangkatan jamaah haji Indonesia saat ini mencapai 49 tahun sementara rata-rata nasional sekitar 26 tahun nasa tunggunya.
Karena itu, Menag mengingatkan BPKH jangan sampai dana haji yang nilainya sangat fantastis itu hilang karena salah kelola. Seperti kejadian beberapa waktu lalu pada beberapa perusahaan pengelola keuangan.
“Sebagai lembaga pengelola keuangan haji BPKH dituntut untuk memberikan nilai manfaat yang setinggi mungkin untuk menopang penyelenggaraan haji yang lebih berkualitas dan lebih baik,” kata Menag.
Menag menjelaskan, dengan perolehan nilai manfaat yang tinggi, BPKH dapat memberikan bagi hasil yang lebih tinggi ke virtual account jemaah haji dan menopang pembiayaan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) setiap tahunnya.
“Di sisi lain, nilai manfaat yang tinggi akan memberikan kepercayaan kepada calon jamaah haji untuk tidak ragu dalam mendaftar haji dan melakukan setoran awal,” tutur Menag.
Untuk mendapatkan perolehan yang lebih tinggi, Menag mengatakan, BPKH harus berani melakukan terobosan investasi-investasi langsung keluar dari pola penempatan-penempatan konvensional seperti sukuk dan deposito.
“Dan harus berani untuk masuk ke sektor riil, tak harus di negara Arab Saudi karena peluang investasi juga banyak di dalam negeri. Seharusnya fondasi fundamental pola investasi seperti ini sudah harus lebih siap,” pungkas Menag.
Apalagi, tambahnya, tahun-tahun mendatang akan menjadi tahun berat bagi penyelenggaraan haji dari sisi pemenuhan biaya. Dalam dua tahun terakhir, biaya layanan masyair naik lebih dari tiga kali lipat. Belum lagi kenaikan biaya yang diakibatkan karena inflasi dan pajak serta tambahan layanan-layanan lainnya.
“Tahun lalu rata-rata BPIH adalah sekitar Rp90,5 juta. Dari total BPIH tersebut Rp49,8 juta itu dibayar oleh Jamaah dan sisanya ditutup dari rata-rata manfaat BPKH,” pungkas Menag.
Seminar nasional BPKH tersebut mengambil tema “Berkhidmat untuk Umat: Revitalisasi Peran Badan Pengelola Keuangan Haji Menuju Pengelolaan Keuangan Haji yang Profesional, Transparan dan Akuntabel”.
|Reporter: Wanda |Editor: Awan