ORINEWS.id – Empat tokoh dilaporkan ke polisi atas dugaan penghasutan soal ijazah Presiden Jokowi.
Roy Suryo, salah satu nama yang disebut, membalas dengan penjelasan bernada akademik.
Kasus dugaan ijazah palsu milik Presiden Joko Widodo kembali menyeret nama mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo.
Ia menjadi satu dari empat orang yang dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Pusat oleh Pemuda Patriot Nusantara atas tuduhan penghasutan yang dianggap menimbulkan kegaduhan publik.
Laporan itu terdaftar dengan nomor LP/B/978/IV/2025/SPKT/POLRES METRO JAKPUS/POLDA METRO JAYA, dilayangkan pada Selasa (23/4) oleh Andi Kurniawan, Ketua Pemuda Patriot Nusantara.
Empat nama yang dilaporkan selain Roy Suryo adalah ahli digital forensik Rismon Sianipar, Wakil Ketua TPUA Rizal Fadillah, serta dokter Tifauzia Tyassuma.
“Yang dilaporkan itu ada mantan pejabat negara, seorang dokter, aktivis, dan seseorang yang mengaku ahli,” kata Rusdiansyah, kuasa hukum pelapor.
Ia menyebut para terlapor dijerat Pasal 160 KUHP tentang penghasutan karena diduga menyebarkan narasi soal ijazah palsu Jokowi yang dinilai memicu kegaduhan.
Namun saat dikonfirmasi PorosJakarta.com, Roy Suryo tak tinggal diam.
Ia menegaskan bahwa yang ia sampaikan bukan tudingan liar, melainkan hasil riset ilmiah berbasis data.
“Yang saya kemukakan adalah hasil kajian ilmiah dari ilmu pengetahuan, bukan fitnah. Saya bahkan melakukan penelitian primer terhadap naskah skripsi yang disebut-sebut milik Jokowi, langsung dari dokumen yang diberikan UGM pada 15 April lalu,” ujar Roy.
Menurut Roy, meskipun dokumen skripsi sudah diperoleh, namun sampai hari ini, tidak pernah ada pihak independen yang benar-benar meneliti keaslian ijazah Jokowi secara langsung.
“Ijazah itu hanya pernah ditunjukkan ke wartawan—tanpa boleh difoto—atau diposting oleh kader PSI. De facto, ijazahnya belum bisa diverifikasi publik secara menyeluruh sampai sekarang,” imbuhnya.
Terkait namanya disebut dalam laporan, Roy memilih menunggu proses hukum berjalan.
Ia berharap tidak ada pasal-pasal karet, terutama dalam UU ITE No. 1/2024, yang digunakan untuk membungkam kritik ilmiah dan demokratis.
“Mari kita kawal proses ini bersama. Jangan ada kriminalisasi terhadap upaya pencarian kebenaran, apalagi dengan menggunakan pasal-pasal yang selama ini kerap dipakai untuk mempersekusi aktivis demokrasi,” pungkasnya.
Sementara itu, pihak pelapor menegaskan laporan tersebut murni inisiatif warga negara dan tidak ada kaitan langsung dengan tim hukum Jokowi.
“Ini delik umum, kami hanya menjalankan kewajiban sebagai warga negara,” kata Rusdiansyah. (*)