‘Memulangkan’ Hamzah Fansuri ke Subulussalam: Upaya Menyemai Kesadaran Sejarah dan Budaya

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

ORINEWS.id – Pengakuan karya-karya Syekh Hamzah Fansuri sebagai Memory of The World (MoW) oleh UNESCO di Paris menjadi titik tolak baru dalam membangun kembali kesadaran sejarah dan budaya di Tanah Singkel, Provinsi Aceh.

Penghormatan terhadap sosok intelektual abad ke-16 ini diwujudkan melalui kegiatan bertajuk Turats Syekh Hamzah Fansuri: Budaya, Karya, dan Karsa, yang digelar pada Rabu (17/4/2025) di Kota Subulussalam.

Kegiatan tersebut diprakarsai oleh komunitas Institute for Singkel Research on Adat and Culture (ISRAC), dengan menghadirkan dua narasumber utama: Prof Dr Oman Fathurrahman, M.Hum, dan Prof Kamaruzzaman Bustamam Ahmad, M.Sh, Ph.D. Keduanya merupakan akademisi dan peneliti manuskrip yang telah lama menekuni peran Syekh Hamzah Fansuri dan Syekh Abdurrauf As-Singkily dalam sejarah intelektual Islam di Asia Tenggara.

Menurut Prof Oman, karya-karya Hamzah Fansuri dan penerusnya membawa pengaruh besar terhadap penyebaran ajaran sufisme di kawasan ini, khususnya melalui doktrin Wahdat al-Wujud yang berkembang dalam tarekat Syatariyah. Ajaran ini menyebar dari Tanah Singkel ke seluruh Nusantara, termasuk ke Sumatera Barat, Jawa Barat, Yogyakarta hingga Buton.

“Indonesia berhutang besar kepada Tarekat Syatariyah dalam mendefinisikan identitas keislaman Nusantara,” ujar Guru Besar Filologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga penerima Habibie Prize tahun 2023 tersebut.

Dalam kesempatan yang sama, Prof Kamaruzzaman Bustamam Ahmad menyoroti mulai memudarnya kosmologi lokal di Tanah Singkel. Menurutnya, perkembangan industri perkebunan yang masif telah menggerus kesadaran masyarakat akan sejarah dan alam yang menjadi ruang hidup para ulama terdahulu.

“Secara geopolitik, Aceh memiliki posisi penting, namun kini banyak situs sejarah berubah menjadi kehampaan. There is nothing…,” ujarnya, seraya mengajak masyarakat untuk kembali merawat kesadaran kultural dan spiritual yang bersumber dari sejarah dan alam.

Selain diskusi ilmiah, kegiatan ini juga dimeriahkan dengan eksibisi lukisan karya seniman lokal, M. Yasir, yang menampilkan ilustrasi Syekh Hamzah Fansuri sebagai upaya menggugah kembali imajinasi visual masyarakat terhadap tokoh penting tersebut.

Melalui rangkaian kegiatan ini, Kota Subulussalam tidak hanya menjadi lokasi peringatan, tetapi juga ruang perenungan akan pentingnya merawat manuskrip, kosmologi, dan ingatan kolektif sebagai bagian dari sejarah besar Nusantara.[]