Jaga Perdamaian dan Syariat, Ketua FKUB Aceh Tawarkan Solusi Hidup Rukun

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

ORINEWS.id – Ketua Forum Kerukunan Ummat Beragama (FKUB), A Hamid Zein mengingatkan, sejarah kelam penjajahan Belanda dan Jepang serta konflik internal antara RI – GAM merupakan pelajaran berharga tentang mahalnya perdamaian, kerukunan dan kesejahteraan.

Katanya, meski konflik tersebut akhirnya usai, namun menyisakan berbagai masalah yang akar persoalannya adalah ketimpangan sosial, ekonomi, dan ketidakadilan.

“Dari luka dan duka bisa tumbuh harapan, dari konflik bisa lahir rekonsiliasi,” kata Hamid saat menjadi pemateri kegiatan Forum Group Discision (FGD) karakter Bangsa yang digelar Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kedbangpol) Aceh di Aula Kesbangpol, Rabu (16/4/2024).

“Kini dijadilkan icon oleh jajaran Kodam Iskandar Muda, “DAMAI ITU INDAH”. Bahkan tidak sebatas itu, banyak negara yang ingin belajar ke Indonesia, wabil khusua Aceh, bagaimana meredam konflik,” ujarnya.

Menurutnya, kini Aceh telah bertransformasi menjadi simbol perdamaian berkat kerja keras banyak pihak, termasuk para tokoh lintas agama.

Hamid Zein mengurai, Praktik hidup berdampingan dalam sejarah Islam, khususnya Piagam Madinah yang disusun Rasulullah Nabi Muhammad SAW saat pertama kali hijrah ke Madinah. Dokumen tersebut merupakan konstitusi sosial pertama dalam sejarah umat manusia yang menjamin hak semua warga, baik Muslim maupun non-Muslim.

“Nilai-nilai dalam Piagam Madinah seperti keadilan, penghormatan terhadap perbedaan, dan penyelesaian konflik secara musyawarah, sangat relevan dan sejalan dengan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, yang menjadi norma dasar bangsa Indonesia,” jelas dia.

Untuk itu, pihaknya mengajak masyarakat Aceh melalui pimpinan dan Anggota Forum untuk meneladani kearifan lokal yang telah lama menjadi perekat sosial. Nilai-nilai ke-Acehan seperti budaya, agama, dan sosial harus diperkuat kembali yang kini dirasakan mulai terkikis.

“Nilai ke-Acehan dapat dihidupkan dengan melestarikan upacara adat, kesenian tradisional, dan adat kebiasaan serta menghidupkan kembali syiar islam,” katanya.

Dalam konteks kekinian–lanjutnya–kami mengingatkan kita semua bahwa tantangan yang dihadapi masyarakat dalam menjaga harmoni, seperti maraknya ujaran kebencian di media sosial, menguatnya kelompok eksklusif keagamaan, dan penggunaan politik identitas.

Tidak sebatas itu, hari-hari ini kita miris membaca dan mendengar berita di berbagai media massa, bahwa prilaku sosial sudah sangat rusak, seperti perampokan, pembunuhan , bunuh diri, penggunaan Narkoba dan Zat adiktif lainnya.

Dijelaskan, Wali Kota Banda Aceh, Illiza Saadudin Jamal, dalam razia ke beberapa hotel/tempat penginapan, berhasil menjaring beberapa muda mudi non muhrim dan diantaranya disinyalir positif narkoba. Oleh karena itu, Teuku Zulkhairi dari UIN Ar- Raniry menyarankan agar Aceh memperbanyak tempat tempat layanan kesehatan mental.

Untuk itu, membangun harmoni sosial melalui nilai-nilai keagamaan dan kearifan lokal suatu upaya yang harus kita lakukan untuk meneguhkan kesatuan bangsa.

Hamid Zein juga menawarkan beberapa strategi seperti pendekatan budaya, pelibatan generasi muda lintas agama, hingga penguatan konten damai di berbagai media sosial.

Khusus bagi ummat Islam di Aceh, A Hamid Zein mengajak semua pihak untuk menyambut Instruksi Gubernur Aceh Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan shalat Fardhu Berjamaah bagi Aparatur dan Masyarakat serta Mengaji di setiap Satuan Pendidikan di Aceh melalui berbagai program, diantaranya: Aceh Berjamaah, Aceh Mengaji.

“Aceh Mengaji tidak sekadar membaca kitab suci, tapi memahami dan mengamalkan nilai-nilainya”.

“Sementara Aceh Berjamaah mengajarkan kita tentang pentingnya bersatu membangun karakter bangsa , dengan menjaga kerukunan dan persatuan dalam satu tujuan, saling mendukung, saling membina, saling mengingatkan dan menjadikan pemimpin sebagai teladan. Mari kita jadikan nilai agama sebagai cahaya penuntun, dan bukan sebalimbya menjadi alat pemecah belah,” ujarnya.

Titik simpulnya, wawasan kebangsaan adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya yang mengutamakan persatuan, kesatuan, dan cinta tanah air, dengan tujuan akhir :

  • Menciptakan harmoni dan mencegah konflik;
  • Mengembangkan persatuan Indonesian sedemikian rupa sehingga asas Bhinneka
  • Tunggal Ika dapat dipertahankan.
  • Mewujudkan bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera lahir batin.

Kkegiatan FGD menghadirkan lintas Forum yang ada di Aceh. Hadir Kepala Bidang Penaganan Konflik dan Kewaspadaan Nasional Kesbangpol Aceh Dedi Adrian sekaligus membuka kegiatan mewakili Kabankesbangpol Dedy Yuswadi. Tampil sebagai pembicara A Hamid Zein dan Prof Syahrijal Abbas.[]