ORINEWS.id – Masyarakat Indonesia tengah menyoroti anjloknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai Rp17 ribu di bulan April 2025 ini.
Bagaimana tidak, kondisi ini mencetak sejarah baru bagi Indonesia bahkan lebih buruk dari krisis moneter tahun 1998 dimana nilai tukar saat itu sebesar Rp16 ribu lebih per dolar AS.
Berdasarkan data Revinitiv, pada Minggu 6 April 2025 pagi hari pukul 08.10 WIB, kurs rupiah terhadap dolar ASN ini menembus level Rp17.059.
Pelemahan kurs rupiah ini cukup parah, dimana dibadingkan posisi terakhir pada perdagangan reguler sebelum libur lebaran yang sempat menguat tipis 0,12 persen di angka Rp16.555 per dolar AS.
Tentu saja pelemahan kurs rupiah juga menjadi sinyal tekanan ekonomi global yang akan menjadi tantangan bagi Indonesia.
Penyebab Kurs Rupiah Melemah
Ada beberapa faktor yang bisa memengaruhi nilai tukar rupiah ini, termasuk salah satunya adalah penetapan tarif pajak baru Presiden Amerika, Donald Trump.
Indonesia sendiri menjadi sasaran kebijakan Trump soal pajak impor, dimana tarif resipokal atau timbal balik mencapai 32 persen.
Kebijakan ini ditetapkan karena merespons defisit neraca perdagangan AS terhadap Indonesia dinilai terlalu besar.
Dampak dari kebijakan ini yang mungkin terjadi adalah harga barang asal Indnesia menjadi kurang kompetitif di pasar AS.
Selain itu ekspor dari Indoneisa ke negeri paman Sam bisa jadi menurun tajam yang akan mengurangi suplai dolar AS di dalam negeri.
Respons Bank Indonesia
Bank Indonesia memberikan tanggapan soal kondisi ekonomi baru-baru ini tentang melemahnya nilai kurs rupiah.
Disampaikan Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, Bank Indonesia akan terus memantau perkembangan global terkait dengan kebijakan tarif AS yang berlaku mulai 2 April tersebut.
Selain itu, bank sentral juga akan memantau retalisasi dari China pada 4 April 2025 untuk bisa menjaga stabilitas kurs rupiah.
“Pasar keuangan global bergerak dinamis, dengan pelemahan di pasar saham dan penurunan yield US Treasury yang kini menyentuh titik terendah sejak Oktober 2024,” ujar Ramdan dalam keterangan tertulis.
Adapun beberapa langkah yang akan dilakukan adalah optimalisasi instrumen triple intervention – intervensi di pasar valuta asing (valas) baik di transaksi spot maupun DNDF (Domestic Non-Deliverable Forward).
Selain itu pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder juga dilakukan untuk menjaga likuiditas valas dan mendukung kepercayaan pelaku pasar.