*Oleh: Damai Hari Lubis
Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
Bantahan terhadap analisis Dr. Rismon Hasiholan Sianipar pakar/ ahli digital forensik lulusan asli UGM Fakultas Teknik Electro, keluar dari beberapa dekan fakultas dan “teman-teman” kuliah Joko Widodo.
Bahwa didapati informasi, Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta, menyesalkan adanya informasi yang menyesatkan yang disampaikan Rismon. Apalagi mantan dosen ini merupakan alumnus dari Prodi Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. “Kita sangat menyesalkan informasi menyesatkan yang disampaikan oleh seorang dosen yang seharusnya bisa mencerahkan dan mendidik masyarakat dengan informasi yang bermanfaat,” kata Sigit, Jumat (21/3) di Kampus UGM.
Sigit menyampaikan sebagai seorang dosen seharusnya Rismon dalam menyimpulkan suatu informasi harus didasarkan pada fakta dan metode penelitian yang baik. Menurut Sigit, seharusnya Rismon tidak hanya menampilkan ijazah dan skripsi Joko Widodo saja yang ditelaah namun harus juga melakukan perbandingan dengan ijazah dan skripsi yang diterbitkan pada tahun yang sama di Fakultas Kehutanan.
Soal penggunaan Font Time New Roman pada sampul skripsi dan ijazah seperti yang dituduhkan oleh Rismon dianggap meragukan keaslian dokumen, Sigit menegaskan bahwa di tahun itu sudah jamak mahasiswa menggunakan font time new roman atau huruf yang hampir mirip dengannya, terutama untuk mencetak sampul dan lembar pengesahan di tempat percetakan. Bahkan di sekitaran kampus UGM itu sudah ada percetakan seperti Prima dan Sanur (sudah tutup-red) yang menyediakan jasa cetak sampul skripsi. “Fakta adanya mesin percetakan di sanur dan prima juga seharusnya diketahui yang bersangkutan karena yang bersangkutan juga kuliah di UGM,” tegasnya.
Seperti diketahui, sampul dan lembar pengesahan skripsi Joko Widodo dicetak di percetakan, namun seluruh isi tulisan skripsinya setebal 91 halaman tersebut masih menggunakan mesin ketik. “Ada banyak skripsi mahasiswa yang menggunakan sampul dan lembar pengesahan dengan mesin percetakan,” katanya.
Soal nomor seri ijazah Joko Widodo yang disebut tidak menggunakan klaster namun hanya angka saja, Sigit menuturkan soal penomoran ijazah di masa itu, Fakultas Kehutanan memiliki kebijakan sendiri dan belum ada penyeragaman dari tingkat universitas. Penomoran tersebut tidak hanya berlaku pada ijazah Joko Widodo namun berlaku pada semua ijazah lulusan Fakultas Kehutanan. “Nomor tersebut berdasarkan urutan nomor induk mahasiswa yang diluluskan dan ditambahkan FKT, singkatan dari nama fakultas,” katanya.
Sigit sekali lagi menyesalkan tuduhan Rismon lewat konten video yang meragukan ijazah dan skripsi Joko Widodo yang dianggap meragukan. Seolah-olah Ijazah Joko Widodo yang diterbitkan oleh Universitas Gadjah Mada adalah palsu. “Perlu diketahui ijazah dan skripsi dari Joko Widodo adalah asli. Ia pernah kuliah di sini, teman satu angkatan beliau mengenal baik beliau, beliau aktif di kegiatan mahasiswa (Silvagama), beliau tercatat menempuh banyak mata kuliah, mengerjakan skripsi, sehingga ijazahnya pun dikeluarkan oleh UGM adalah asli,” tegasnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Senat Fakultas Kehutanan, San Afri Awang. Dirinya menyesalkan informasi sesat yang disampaikan oleh oknum dosen tersebut. San Afri mengaku punya pengalaman sendiri soal penggunaan font time new roman di sampul skripsi. “Saya masih ingat waktu saya buat cover (skripsi), lari ke Prima. Di zaman itu sudah ada tempat cetak sampul yang terkenal, Prima dan Sanur. Soal diketik pakai mesin komputer, jangan heran di sekitar UGM juga sudah ada jasa pengetikan menggunakan komputer IBM PC. Saya sempat pakai buat mengolah data statistik,” kata kakak angkatan Joko Widodo ini.
Meski begitu, kata San Afri, tidak semua mahasiswa Fakultas Kehutanan memilih mencetak sampul di jasa percetakan. Ada juga mahasiswa yang memilih mencetak sampul dan lembar pengesahan menggunakan tulisan dari mesin ketik.”Kawan saya yang secara ekonomi tidak mampu, banyak yang membuat lembar sampul dan pengesahan dengan mesin ketik,” kenangnya.
Sekali lagi, San Afri Awang tidak habis pikir masih adanya kelompok atau pribadi yang menyerang institusi UGM yang menyebutkan bahwa ijazah dan skripsi Joko Widodo adalah palsu. Isu tersebut menurutnya semakin liar dengan ditambahkan analisis yang tidak sesuai fakta. Ia yakin, pihak yang menghembuskan informasi hoax ini hanya untuk mencari sensasi semata. “Dia (Joko Widodo) lulus dari sini dan buktinya ada kok,” katanya.
Frono Jiwo, salah satu teman seangkatan Joko Widodo saat kuliah di Fakultas Kehutanan UGM, mengaku prihatin dengan informasi yang beredar di medsos tentang ijazah dan skripsi Joko Widodo yang dianggap palsu. Frono bercerita dirinya merupakan teman satu angkatan dengan Joko Widodo. Keduanya sama-sama masuk kuliah tahun 1980 dan wisuda bareng di tahun 1985. “Kami seangkatan dengan Pak Jokowi, masuk tahun 1980,” katanya.
Selama kuliah, kata Frono, tipikal Joko Widodo termasuk orang yang pendiam. Namun saat kumpul dengan temannya, Joko Widodo memiliki selera humor yang tinggi karena sering melontarkan candaan yang mengundang tawa teman dekatnya. “Pak Jokowi orangnya pendiam, tapi kalau ngobrol selalu kocak, apa yang jadi pembicaraan selalu mengundang tawa,” kenangnya.
Frono mengamini bahwa Joko Widodo ketika mahasiswa memiliki hobi naik Gunung. Bahkan beberapa gunung di Jawa dan Sumatera pernah ia daki. Hanya saja, Frono mengaku hanya sesekali saja naik gunung. “Pak Jokowi sering naik gunung, tapi saya jarang dan seingat saya, saya tidak pernah bareng naik gunung sama Pak Jokowi,” paparnya.
Soal ijazah, Frono mengaku tampilan ijazahnya sama dengan Joko Widodo. Menggunakan font yang sama, ditandatangani oleh Rektor Prof. T Jacob dan Dekan Prof Soenardi Prawirohatmodjo. Hanya saja yang berbeda dari nomor kelulusan. “Ijazah saya bisa dibandingkan dengan ijazahnya Pak Jokowi. Semua sama kecuali nomor kelulusan ijazah dari Universitas dan Fakultas,” ujarnya.
Sedangkan soal skripsi, Frono bercerita seluruh mahasiswa satu angkatannya menulis skripsi menggunakan mesin ketik. Sedangkan sampul, lembar pengesahan dan penjilidan hampir semuanya dilakukan di percetakan. “Pembuatan skripsi semua pakai mesin ketik, walaupun sudah ada komputer tapi jarang sekali yang bisa. Kalau sampul, lembar pengesahan, penjilidan skripsi semua di percetakan,” katanya.
Tidak hanya kuliah dan lulus bareng, Frono dan Joko Widodo juga melamar pekerjaan di perusahaan yang sama di Aceh, PT. Kertas Kraft Aceh (Persero). Namun menurut Frono, Joko Widodo hanya bekerja selama dua tahun saja karena sang istri, Iriana Jokowi, tidak betah tinggal di tengah area hutan pinus yang berada di wilayah sekitaran Aceh Tengah. “Kami bertiga, Pak Jokowi, saya dan almarhum Hari Mulyono (adik ipar Jokowi) bareng-bareng masuk kerja. Setelah Pak Jokowi menikah, Ibu Iriana kayaknya tidak betah karena basecamp berada di tengah hutan pinus di Aceh Tengah, Pak Jokowi resign dulu, tinggal saya dan almarhum Hari Mulyono yang masih bertahan,” kenangnya.
Guru Besar Hukum Pidana UGM, Marcus Priyo Gunarto, menilai tuduhan Rismon bahwa Joko Widodo telah melakukan tindakan pemalsuan ijazah dan skripsi harus bisa dibuktikan. Menurut Marcus, ada dua tindakan pemalsuan dalam ranah hukum pidana, yakni membuat palsu dan memalsukan. Membuat palsu, artinya dokumen asli tidak pernah ada namun pelaku membuat surat atau akta dalam hal ini ijazah, seolah-olah itu ada dan asli padahal sebelumnya tidak pernah ada. “Itu namanya membuat palsu,” tegasnya
Selanjutnya, soal tindakan memalsukan, dalam hal ini ijazah atau skripsi yang dulunya pernah ada, tetapi mungkin rusak atau hilang, kemudian membuat dokumen baru seolah-olah itu adalah asli. “Dua duanya adalah kejahatan, dan ada ancaman pidana. Ini (Rismon) tidak jelas yang dituduhkan, memalsukan atau membuat palsu,” katanya.
Dari kemungkinan dua tuduhan yang berpotensi dialamatkan ke Joko Widodo dan UGM dinilai Marcus sangat lemah. Pasalnya, dokumen-dokumen yang dimiliki Fakultas Kehutanan UGM memiliki banyak data pendukung yang menunjukkan bahwa Joko Widodo pernah kuliah, pernah ujian, dan pernah ikut yudisium. “Yang bersangkutan pernah wisuda, dan ada berita acara yang menunjukkan peristiwa tersebut, maka ijazah memang pernah ada. Bisa dibuktikan dan dapat ditemukan di Fakultas Kehutanan,” katanya.
Soal bukti fisik skripsi atau ijazah menggunakan huruf time new roman atau memiliki kemiripan dengan font tersebut, kata Marcus, seharus Rismon tidak hanya melihat dari skripsi atau ijazah milik Joko Widodo semata namun membandingkan dengan skripsi dan ijazah dengan lulusan Fakultas Kehutanan UGM lainnya. Bahkan membandingkan skripsi yang diterbitkan di Fakultas Kehutanan di tahun-tahun sebelum Joko Widodo Lulus.“Apakah kemudian yang memiliki kemiripan, lalu dianggap palsu semua? Itu kesimpulan bukan seorang akademisi. Karena skripsi maupun ijazah banyak ditemukan di UGM dengan menggunakan huruf time new roman atau huruf yang hampir mirip dengannya,” katanya.
Marcus juga menyesalkan jika masih ada pihak yang melontarkan isu dan menuduh bahwa UGM melindungi Joko Widodo terkait kepemilikan ijazah dan skripsi palsu, tuduhan tersebut dianggapnya keliru. “Jika kemudian ada dugaan bahwa UGM melakukan perlindungan atau perbuatan seolah-olah hanya untuk kepentingan Joko Widodo, itu sangat salah dan gegabah,” pungkasnya.
Analisa Hukum Publik
Analisa publik dari masyarakat hukum tertarik justru terkait tanggapan dari Marcus Priyo Gunarto, Guru Besar Hukum Pidana UGM, karena inline dalam konsentrasi ilmu hukum, sedangkan Sigit Sunarta selaku dekan fakultas Kehutanan serta yang lainnya yang mengaku-ngaku sebagai teman atau mengenal Jokowi sebagai kakak kelas dari angkatan Jokowi San Afri Awang, Ketua Senat Fakultas Kehutanan dan Frono Jiwo yang mengakui dirinya sebagai teman seangkatan Jokowi, oleh karena mereka bukan sebagai seorang yang memiliki basic sarjana (ilmu) hukum, maka untuk sementara keterangannya patut penanggap (penulis) kesampingkan, dan kelak dipersilahkan ketika dibutuhkan dapat memberikan keterangan sebagai saksi yang menguntungkan Jokowi.
Bahwa kesemuanya, dari bantahan terhadap keaslian Ijazah Jokowi tersebut membutuhkan kebenaran materil (materiele waarheid) sesuai asas-asas hukum pidana demi memenuhi fungsi dan tujuan hukum yakni kepastian (rechtmatigheid) , manfaat (doelmatigheid) dan keadilan (gerechtigheid) atas keputusan sebuah perkara pidana.
Dan oleh karenanya langkah pertama yang mesti diambil seorang ahli (akademikus) terlebih dengan jabatan Guru Besar dari universitas (UGM) salah satu perguruan tinggi ternama di tanah air adalah melakukan upaya hukum sesuai yurisdiksi terhadap objek pelanggaran (delik) yang ada, diawali dengan menasehati Jokowi agar melakukan pelaporan pidana.
Oleh sebab itu penanggap amat sayangkan, kenapa seorang guru besar hukum pidana UGM malah menanyakan hal terkait, tentang hal apa yang menjadi tuduhan publik dan atau Rismon terhadap sosok Jokowi, “apakah membuat palsu atau memalsukan”. Hal pertanyaan yang dilontarkan oleh Sang Guru Besar Hukum Pidana ini, seolah bakal ada preparing (rekayasa) yang sudah dipersiapkan dan kemungkinan kelak yang akan terjadi adalah keadaan kedua, “bahwa Jokowi memalsukan oleh sebab ijazah aslinya rusak, sehingga membuat yang baru namun bukan yang dikeluarkan oleh UGM. Kemudian bagaimana catatan arsip di Diknas dan atau dokumentasi di UGM atau akan kah juga hilang atau terbakar atau tak ditemukan. Namun ‘tetap diakui oleh UGM perihal keberadaan asli’ ijazahnya Jokowi ? Walau wujud realitas IJazah asli tak ada di diknas maupun di arsip fakultas (Rektorat UGM?)”
Namun kesemuanya agar lebih jelas, dengan keinginan membersihkan nama baik seorang mantan presiden serta nama baik fakultas Kehutanan UGM khususnya nama baik UGM. Maka kesemuanya mesti melalui jalur lembaga peradilan agar mendapatkan kepastian hukum.
Maka teori dan asas-asas hukum pidana mengatakan untuk menemukannya adaah melalui proses hukum. Untuk itu idealnya adalah Guru Besar Hukum PIdana atau civitas akademika melaporkan Rismon Hasiholan Sianipar untuk mempertanggung jawabkan kepakaran dan hasil analisa dirinya dalam bidang digital forensik.
Selain publik kadung mempercayai Rismon, karena menurut anggapan publik seorang Rismon dan pakar Telematika dan IT Roy Suryo yang asli alumni UGM tentu tidak bakal tega , tidak bakal sampai hati, dan selebihnya seorang Roy Suryo tentu tidak membutuhkan sensasi (untuk dikenal dan terkenal) karena Dr. Roy Suryo eks menteri pemuda dan olah raga sudah lah amat terkenal namanya dan wajahnya bahkan dikenal olah mayoritas bangsa ini, dan umumnya di seluruh pelosok tanah air.
Sehingga sementara tanpa putusan badan peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht, maka apa yang disampaikan para civitas akademika UGM sekedar subjektivitas bahkan selanjutnya, hanya sekedar Debat kusir, karena tidak bersandarkan objektifitas ran tentunya amat jauh dari kebenaran materil (materiele waarheid).
Akhirnya kebenaran yang sebenar-benarnya (kebenaran substantif/ kebenaran materil) adalah harus diungkap melalui proses pelaporan pidana umum atas Memberikan Keterangan Palsu vide 442 Jo. Pasal 318 Jo. Fitnah Pasal 311 Jo. Pasal 28 axat (3) UU. ITE, dari pihak pelapor seorang yang bernama Joko Widodo kepada Rismon Hasiholan Sianipar yang publis melalui video mengatakan, “100 milyar persen ijazah Jokowi adalah palsu”, Rismon, adalah seorang yang biografi pendidikannya sebagai seorang alumnus fakultas electro asli lulusan UGM, atau bisa saja salah seorang civitas akademika yang lantang yang menganggap kampusnya (lembaga pendidikan UGM) tercemar nama baiknya, atau cukup menjadi saksi membela Pelapor Jokowi (a charge ) untuk dibuatkan BAP di hadapan pihak Penyidik Polri.
Tentang kenapa harus Jokowi atau civitas akademika (pegawai rektorat UGM) oleh oleh sebab hukum delik yang akan menjadi objek pelaporan adalah kategori delik aduan, dan tentunya dalam proses pelaporan jangan lupa Jokowi dan atau para civitas akademi harus membawa atau melampirkan ijasah asli dan buku wisuda asli, milik Jokowi dan teman-temannya, jika benar dan bertanggung jawab terhadap laporan disertai dengan keyakinan, bahwa semua keterangan yang mereka sampaikan adalah kebenaran serta bakal dibawah sumpah dan semua barang bukti harus asli dengan segala bentuk (alat bukti) barang bukti dan para saksi, dan ingat barang bukti jenis surat, akte dan catatan-catatan atau semua dokumen disertai dengan hasil laboratorium forensik, dan bagi mereka yang menyatakan juga sebagai alumni UGM fakultas kehutanan sekelas dengan Jokowi, juga harus memiliki semua bukti sebagai alumni UGM dan memiliki hasil laboratorium forensik, serta cocok dengan segala arsip dan dokumen, ARSIP/ DOKUMEN DAN CATATAN SISWA/ SISWI asli milik UGM. Dikarenakan jika beralasan hilang semua barang bukti asli yang penting sebagai alat atau sebagian barang bukti, adalah tidak logis, mengingat ada perbandingan atau komparasi sebagai dalil logika soal faktor tenggang waktu 1980-1985, sehingga arsip hilang.
Maka perlu diketahui oleh UGM bahwasanya arsip SD, SMP, SMA yang lebih lama daripada tahun 1980/ 1985 terkait nama (identitas) Jokowi dan kawan-kawannya masih tersimpan rapih di arsip sekolahnya (SD, SMP dan SMA), dan bukti keberadaannya dimunculkan saat dipersidangan perkara pidana Bambang Tri Mulyono (BTM) dan Gus Nur di pengadilan Surakarta (Solo) Jawa Tengah, walau terdapat berbagai faktor “keganjilan-keganjilan”.
Pendapat Hukum dan logika hukum dari beberapa pendapat terkait “Jokowi Pengguna Ijazah Palsu” dari Fakultas Kehutanan UGM.