ORINEWS.id – Bidang pertanian dinilai memiliki potensi besar untuk menjadi instrumen investasi produktif bagi Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Hal ini disampaikan oleh Muhammad Aras Prabowo, Pengamat Ekonomi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) dalam forum diskusi publik bertajuk Wakaf Produktif yang digelar di The Voice of Istiqlal, Jakarta.
Acara yang dihadiri lebih dari 50 peserta dari berbagai kalangan ini menghadirkan sejumlah narasumber nasional, termasuk Indra Gunawan, Anggota Badan Pelaksana BPKH, serta Farid Saenong, Koordinator Staf Khusus Menteri Agama RI. Diskusi berlangsung dinamis, mengangkat peluang strategis sektor agraria Indonesia dalam mendukung pengelolaan dana wakaf dan investasi keuangan syariah.
Dalam pemaparannya, Muhammad Aras Prabowo menyoroti kekayaan agraria Indonesia yang terdiri dari lebih dari 55% wilayah pertanian aktif serta 38 juta tenaga kerja di sektor ini. Namun, ia mencatat bahwa ribuan hektar tanah wakaf di Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal. Aras menawarkan konsep wakaf produktif dengan skema bagi hasil sebagai solusi untuk mengoptimalkan lahan tersebut, sekaligus mendukung ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan umat.
“Pertanian adalah kekuatan kita. Jika BPKH berinvestasi di sektor ini melalui wakaf produktif, maka dampaknya akan luar biasa, baik secara ekonomi, sosial, maupun spiritual. Ini bukan sekadar investasi, tapi juga pemberdayaan,” ujar Muhammad Aras Prabowo yang juga Ketua Prodi Akuntansi UNUSIA dan pengurus pusat Gerakan Pemuda Ansor.
Aras menjelaskan konsep bagi hasil tradisional seperti maro (Jawa), memperduai (Sumatera Barat), dan teseng (Sulawesi Selatan) sebagai bentuk kearifan lokal yang dapat diintegrasikan dalam pengelolaan wakaf produktif. Skema ini, menurutnya, dapat digunakan oleh nazir (pengelola wakaf) untuk bekerja sama dengan petani dalam mengelola lahan wakaf, di mana hasilnya dibagi secara adil dan digunakan untuk kepentingan sosial seperti pendidikan, kesehatan, dan penguatan ekonomi umat.
Sementara itu, Indra Gunawan memaparkan capaian kinerja BPKH, yang menunjukkan tren pertumbuhan investasi dan pengelolaan dana haji yang semakin akuntabel dan transparan. Ia menyambut baik ide investasi di sektor pertanian sebagai bagian dari diversifikasi portofolio BPKH, namun tetap menekankan perlunya analisis risiko dan tata kelola yang baik.
“Kami membuka diri untuk inovasi dalam pengelolaan dana. Wakaf produktif di sektor pertanian bisa menjadi alternatif investasi strategis, tentu dengan pendekatan manajemen risiko yang cermat,” ungkap Indra.
Menanggapi hal tersebut, Farid Saenong, memberikan saran dan kritik konstruktif terkait tata kelola investasi BPKH. Menurutnya, BPKH harus lebih progresif dan adaptif dalam mengelola dana umat, serta memperkuat akuntabilitas publik dalam setiap langkah investasinya.
“Transparansi dan keberpihakan pada kemaslahatan umat harus menjadi fondasi dalam setiap keputusan investasi. Sektor pertanian menawarkan peluang tersebut, tinggal bagaimana dikelola secara strategis dan profesional,” ujar Farid.
Forum ini juga menyoroti tantangan implementasi wakaf produktif di bidang pertanian, seperti minimnya pemahaman masyarakat, kurangnya nazir profesional, dan belum optimalnya regulasi teknis berbasis kearifan lokal. Muhammad Aras Prabowo merekomendasikan pelatihan sertifikasi nazir, digitalisasi aset wakaf untuk transparansi, serta sinergi antara pemerintah, ulama, dan masyarakat sebagai solusi utama.
Acara ditutup dengan seruan bersama untuk menjadikan sektor pertanian sebagai pilar pemberdayaan ekonomi umat melalui instrumen wakaf produktif. BPKH diharapkan dapat mengambil peran strategis dengan mengintegrasikan prinsip syariah, ekonomi lokal, dan kearifan budaya dalam portofolio investasinya ke depan.
“Ini saatnya kita membuktikan bahwa ekonomi syariah mampu menjadi motor penggerak pembangunan. Dan pertanian adalah ladang amal yang nyata bagi keberkahan umat,” pungkas Muhammad Aras Prabowo.