Buntut Kisruh Penentuan Hilal? Ketua MS Jantho Dimutasi ke Pengadilan Agama Tebing Tinggi

ORINEWS.id – Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI) melakukan mutasi sejumlah hakim dan ketua pengadilan agama, termasuk Ketua Mahkamah Syar’iyah (MS) Jantho Kelas II, Dr. Muhammad Redha Valevi, alias RV Cohen.
Berdasarkan lembaran keputusan hasil rapat Tim Promosi Mutasi Hakim MA RI tanggal 21 Maret 2025 yang ditandatangani Ketua Mahkamah Agung RI, Sunarto, Redha Valevi dipindahkan menjadi Kepala Pengadilan Agama Tebing Tinggi Kelas II, Sumatera Utara.
Mutasi ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat, mengingat selama kepemimpinannya di MS Jantho, Redha Valevi sempat menjadi pusat kontroversi.
Alasan di Balik Pergantian
Mahkamah Agung belum memberikan penjelasan resmi mengenai alasan di balik pemindahannya. Sejumlah kalangan menilai bahwa keputusan tersebut tidak terlepas dari polemik yang terjadi di MS Jantho terkait penetapan awal Ramadhan 1446 H.
Spanduk Protes dan Kontroversi Penetapan Awal Ramadhan
Sebelumnya, gelombang protes terhadap kepemimpinan Redha Valevi sudah muncul dalam bentuk spanduk yang tersebar di berbagai kawasan, seperti Lambaro, Kecamatan Ingin Jaya, Seulimeum, hingga Kota Jantho dan wilayah lainnya di Aceh Besar.
Spanduk tersebut menuntut pencopotan Redha Valevi karena keputusan MS Jantho yang dinilai kontroversial.
Kontroversi bermula ketika MS Jantho menolak mengambil sumpah dua saksi yang ditugaskan Kementerian Agama (Kemenag) RI dalam sidang penentuan hilal Ramadhan.
Kedua saksi tersebut mengaku melihat hilal pada pukul 18.56 WIB, tetapi kesaksian mereka tidak diterima. Sebaliknya, MS Jantho hanya mengakui kesaksian dari ulama dayah setempat, yang akhirnya menyatakan bahwa hilal belum terlihat.
Akibat keputusan tersebut, terjadi perbedaan dalam penetapan awal Ramadhan di Aceh Besar. Sebagian masyarakat mulai berpuasa pada Sabtu (1/3/2025), sementara yang lain baru memulai pada Ahad (2/3/2025).
Perbedaan ini memicu kebingungan dan perpecahan di kalangan umat Islam, yang seharusnya mengawali ibadah puasa dengan kesepakatan bersama.
Sejumlah tokoh agama dan masyarakat pun menilai bahwa kebijakan yang diambil MS Jantho di bawah kepemimpinan Redha Valevi tidak mencerminkan semangat persatuan.
Tekanan dari publik yang kecewa terhadap kebijakan tersebut diduga menjadi faktor yang mendorong Mahkamah Agung untuk segera melakukan pergantian kepemimpinan di MS Jantho.
Mutasi Redha Valevi menjadi pelajaran bahwa keputusan dalam institusi peradilan agama harus mempertimbangkan aspek kesepakatan umat dan kepentingan yang lebih luas.
Perbedaan awal Ramadhan bukan sekadar persoalan teknis, tetapi menyangkut kesatuan dan harmoni dalam kehidupan beragama di tengah masyarakat.
Kini, masyarakat Aceh Besar menanti bagaimana kepemimpinan baru di MS Jantho akan berperan dalam membangun kepercayaan publik dan menghindari keputusan yang dapat menimbulkan perpecahan di masa mendatang.[]