Geger soal Tarif Drone Dikaitkan Temuan 59 Titik Ladang Ganja di Bromo, Ini Klarifikasi TNBTS

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

ORINEWS.id – Viral di media sosial soal penemuan ladang ganja di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).

Dalam kawasan tersebut, ditemukan 59 titik penanaman ganja dengan total luas mencapai satu hektare.

Di sisi lain, para warganet mengaitkan hal ini dengan mahalnya tarif penerbangan drone di kawasan TNBTS senilai Rp2 juta.

Menanggapi kabar tersebut, Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS), Rudijanta Tjahja, memberikan tanggapan.

Pihaknya menepis anggapan yang mengaitkan tarif penggunaan drone dengan penemuan ladang ganja.

Dalam pernyataan resmi yang diterima, Rudijanta menjelaskan larangan menerbangkan drone di kawasan TNBTS telah diberlakukan sejak 2019.

Aturan tersebut tercantum dalam standar operasional prosedur (SOP) Nomor.SOP.01/T.8/BIDTEK/BIDTEK.1/KSA/4/2019 tentang Pendakian Gunung Semeru di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Kronologi 2 Anggota DPRD Medan Berkelahi di Toilet, Dipicu Perkara Panggilan Nama

Dalam aturan tersebut, tertulis larangan penggunaan drone bertujuan agar para pendaki tetap fokus selama perjalanan.

“Pelarangan penggunaan drone dalam pendakian ini adalah untuk menjaga fokus pendaki agar tidak terbagi dengan aktivitas menerbangkan drone,” terang Rudijanta, Rabu (19/3/2025), dikutip TribunJatim-Timur.com.

Pihaknya juga menegaskan, lokasi ladang ganja di sekitaran Bromo berada cukup jauh dari kawasan wisata.

“Lokasi tersebut (temuan ganja) berada di sisi timur Kawasan TNBTS. Sedangkan Wisata Gunung Bromo berada di sisi barat dengan jarak sekitar 11 kilometer. Serta jalur pendakian Gunung Semeru berada di sisi selatan dengan jarak sekitar 13 kilometer,” katanya. 

Rudijanta mengatakan, lokasi tempat ditemukannya ladang ganja tersebut sulit dijangkau karena berada di medan yang curam.

Ia menggambarkan, tanaman ganja tersebut tersembunyi di antara semak belukar yang sangat rapat, dikelilingi oleh vegetasi seperti kirinyu, genggeng, dan anakan akasia.

Ladang ganja ditemukan pada September 2024

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) mengungkapkan, ladang ganja di TNBTS pertama kali ditemukan pada September 2024.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE), Satyawan Pudyatmoko, menjelaskan penemuan tersebut merupakan hasil pengembangan kasus narkotika yang tengah ditangani oleh Polres Lumajang.

Pada 18-21 September 2024, tim gabungan yang terdiri dari Balai Besar TNBTS, Polres Lumajang, TNI, serta perangkat desa berhasil menemukan lokasi ladang ganja di Blok Pusung Duwur, Kecamatan Senduro dan Gucialit. 

“Proses pemetaan dan pengungkapan lahan ganja dilakukan menggunakan teknologi drone,” ujar Satyawan dalam keterangannya, Selasa (18/3/2025), dilansir Kompas.com.

“Tim menemukan bahwa tanaman ganja berada di lokasi yang sangat tersembunyi, tertutup semak belukar lebat, serta berada di lereng yang curam,” imbuh dia.

Setelah menemukan ladang ganja, tim gabungan segera melakukan pembersihan dengan mencabut tanaman tersebut untuk dijadikan barang bukti.

Ia menegaskan pihaknya akan terus mengintensifkan patroli di kawasan TNBTS.

“Kementerian Kehutanan memastikan akan terus meningkatkan patroli dan pengawasan agar kejadian serupa tidak kembali terulang di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru,” papar Satyawan.

Kasus ladang ganja memasuki tahap persidangan

Pengadilan Negeri (PN) Kabupaten Lumajang telah menggelar persidangan dengan agenda pemeriksaan tiga orang terdakwa atas kasus penemuan ladang ganja di TNBTS.

Dalam kasus ini melibatkan empat terdakwa. Mereka adalah Bambang, Ngatoyo, Tomo, dan Tono. 

Namun, Ngatoyo meninggal dunia akibat sakit saat proses persidangan berlangsung. 

Keempat terdakwa tersebut diketahui merupakan warga Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. 

Saat ini, pihak kepolisian tengah memburu seorang warga bernama Edy yang diduga sebagai aktor intelektual penanaman ganja di wilayah tersebut.

Nama Edy beberapa kali kerap disebut dalam persidangan oleh para terdakwa.

Kini nama Edy telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Exit mobile version