TERBARU

NasionalNews

Asal Usul Keluarga Netanyahu, Rasialisme, dan Ambisi Wujudkan Israel Raya

image_pdfimage_print

ORINEWS.id – Sejak akhir 2023 dunia dihebohkan dengan kelakuan negara Israel yang mengabaikan nilai kemanusiaan dalam perang di Gaza, Lebanon, dan Suriah. Tentara zionis, sebagaimana dituturkan eks anggota intelijen Amerika Josephine Guilbeau, tega membakar hidup-hidup anak – anak Gaza.

Tak hanya itu, mereka juga menutup pasokan pangan dan energi ke sana, sehingga Gaza yang sebelum diserang Israel megah dengan bangunan dan masjid nan indah, kini menjadi pusat kelaparan dan bencana kemanusiaan, plus reruntuhan bangunan di sana – sini.

Meski sudah dalam keadaan hancur lebur pun, Gaza masih saja jadi target pengeboman Israel. Dengan alasan keamanan nasional, Israel tega meledakkan bom di sana sehingga menelan korban jiwa warga Gaza.

Dunia bersuara, PBB, Eropa, Arab, Indonesia, China, dan banyak negara. Semuanya mengecam kelakuan negara zionis itu yang tega membumihanguskan Gaza. Kini daerah tersebut berada dalam kesepakatan gencatan senjata, tapi Israel di dalam kendali Netanyahu, tetap saja haus darah. Tentara zionis ganti lokasi pemboman ke Tepi Barat. Di sana mereka mencari segala alasan untuk membenarkan pembunuhan massal.

Tujuan yang hendak mereka capai adalah mengusir paksa warga Palestina. Kemudian pembersihan etnis Palestina di sana. Lalu menguasai seluruh Palestina. Bahkan mereka berambisi mewujudkan Israel Raya yang wilayahnya mencakup Israel saat ini, seluruh wilayah Palestina, Yordania, dan Suriah. Suatu ambisi yang mengabaikan kedaulatan dan segala aturan yang sudah berjalan.

Netanyahu memang didukung dua orang ekstremis yang menjadi bandul besar koalisi Netanyahu dan penggerak utama Knesset. Mereka adalah Itamar Ben Gvir. Sebelumnya dia menjabat menteri keamanan dalam negeri yang mengendalikan seluruh penjara di sana. Dialah orang yang menerobos masuk Masjid al Aqsa dan menistakan masjid suci ketiga umat Islam tersebut.

BACA JUGA
PVMBG Turunkan Status Gunung Ruang dari Awas Jadi Siaga

Kedua adalah Menteri Keuangan Bezalel Smotrich. Dia adalah orang yang sangat berambisi untuk mendorong Israel keluar dari kesepakatan gencatan senjata dan kembali berperang hingga menguasai seluruh Gaza.

Mengapa Netanyahu begitu berambisi mencaplok semua wilayah Palestina dan mewujudkan Israel Raya?

Bukan sekadar dukungan ekstremis di Knesset, Netanyahu ternyata sejak lahir sudah didoktrin oleh keluarganya sendiri untuk membenci Arab. Mari kita telusuri keluarga Netanyahu.

Kakeknya adalah Nathan Mileikowsky (1879-1935) yang menjadi aktivis pembela zionis. Pria asal Belarus ini berbicara tentang zionisme dan masa depan negara Yahudi di Eropa dan Amerika. Dia mempromosikan zionisme dengan serangan lobi-lobi yang mengangkat sentiman rasialisme tokoh-tokoh Yahudi dan orang-orang berpengaruh.

Pada tahun 1920, dia memboyong keluarganya pindah ke Palestina, negara yang di kemudian hari dijajah dan warganya dibunuhi untuk kemudian dicaplok menjadi Israel. Kelak nama Nathan yang selama ini menjadi identitasnya diubah menjadi Netanyahu, bahasa Ibrani dari kata Nathan.

Di tempat barunya, Nathan membesarkan Ben Zion, sang anak. Setelah berpindah-pindah antara Jaffa, Tel Aviv, dan Safed, keluarga tersebut akhirnya menetap di Yerusalem, tempat Ben Zion mendaftar di David Yellin Teachers’ College dan Universitas Ibrani Yerusalem.

Pada tahun 1944, Ben-Zion menikahi Tzila Segal. Pernikahan ini melahirkan Benjamin Netanyahu dan Jonathan Netanyahu.

Pemikiran ekstrem Ben Zion

Penulis al Jazeera Muhammad Shaaban Ayoub menjelaskan, saat belajar di Universitas Ibrani Yerusalem, Ben Zion terlibat dalam gerakan Zionis ekstrem, sebuah gerakan yang memisahkan diri dari Zionisme arus utama. Kelompok ini meyakini bahwa arus utama lebih bersifat mendamaikan terhadap otoritas Inggris yang saat itu memerintah Palestina.

Pada saat itu, gerakan zionis mendapatkan banyak serangan dari berbagai pihak yang mengecam mereka karena tidak setuju dengan manuver mereka mencaplok Palestina. Elite Israel ketika itu dinilai masih mendengar suara-suara dunia untuk menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

BACA JUGA
Dijebak Geng Tiongkok, Tiga Wanita Thailand Dipaksa Jadi 'Peternak' Sel Telur untuk Pasar Gelap

Sementara itu, Ben Zion dalam pergerakannya dipengaruhi ekstremis Zeev Jabotinsky. Ben Zion bekerja sebagai jurnalis, seperti inisiator zionisme Theodore Herzl. Melalui tulisannya, Ben Zion menekankan keharusan mendirikan Israel.

Bahkan dalam berbagai pembicaraan, ayah Netanyahu menilai bangsa Arab sebagai hambatan utama yang harus diterobos untuk mewujudkan Israel Raya.

Mengapa disebut hambatan utama? Bagi Ben Zion. Bangsa Arab di berbagai kawasan pasti tidak akan rela tanahnya diambil Israel. Maka tidak perlu lagi mengasihani mereka.

Dari media massa, Ben Zion mencoba memperkuat pengaruh dalam Politik zionis, tapi tidak berhasil. Karena kala itu Israel didominasi gerakan zionis tradisional. Tak patah arang, Ben Zion menekuni bidang akademik. Dengan memanfaatkan kampus dan kedok akademisi, Ben Zion menyuarakan nafsu rasialisme dan hegemoni zionisme dalam berbagai kuliah di Amerika dan Eropa.

Orang dengan pemikiran semacam itulah yang kemudian mempengaruhi Benjamin Netanyahu. Tak ada kompromi terhadap Arab, tak ada rasa kasihan, tegak lurus wujudkan Israel Raya. Begitulah yang menjadi pedoman Netanyahu dalam memimpin Israel saat ini.

Ambisi yang diwujudkan dengan menabrak segala nilai dan aturan itu membuat Netanyahu berada dalam posisi yang serba dimusuhi. Eropa dan Asia mengecam si pedana menteri. Bahkan Pengadilan Internasional menetapkan Netanyahu dan Yoav Gallant yang pernah menjadi menteri pertahanan, sebagai orang yang paling bertanggungjawab terhadap segala krisis kemanusiaan di Gaza. Mulai dari biang kerok kelaparan di sana hingga upaya terencana membersihkan etnis Palestina dengan mengusir mereka ke negara lain.

Meski demikian, Netanyahu tidak mempermasalahkan segala serangan terhadap dirinya. Sebab Israel dan dirinya masih mendapatkan dukungan penuh Amerika. Presiden Donald Trump misalkan beserta seluruh jajarannya, akan terus memenuhi segala yang diperlukan Israel untuk mewujudkan keamanannya. Bahkan Trump menyebut akan mengambil alih Gaza dan mengubahnya menjadi kawasan elite ‘Riviera Timur Tengah’.

BACA JUGA
Ditargetkan Selesai 10 Hari, 600 TNI AL Dikerahkan Bongkar Pagar Laut Tangerang

Ambisi itu pun ditolak oleh banyak negara Arab. Mesir berada paling depan menolak hal tersebut. Negeri Firaun itu bersama banyak negara Arab mengonsep rehabilitasi Gaza. Tak hanya Arab, Eropa pun menyetujui rencana itu.

Namun demikian, Israel dan Amerika masih berambisi mengusir warga Gaza. Netanyahu dengan genealogi kebencian rasialisnya yang didapat dari Ben Zion pasti sangat bernafsu mencaplok Gaza. Apakah seluruh negara Arab yang juga didukung Eropa, yang kini berseberangan dengan Amerika, akan tetap kalah melawan Israel dan Amerika yang berambisi mengusir seluruh warga Gaza?

Mencaplok Gaza secara keseluruhan akan mengakibatkan gerakan perlawanan yang sangat keras. Tapi membiarkan Israel membabi buta mewujudkan segala keserakahannya juga tidak mungkin, karena hal ini menandakan dunia kalah melawan ketidakmanusiaan dan ketidakadilan.

Gaza, wilayah yang kecil, mungkin hanya seluas Kota Depok, menjadi tempat pelampiasan ambisi Netanyahu yang dulu menjadi ambisi bapak dan kakeknya, didukung elite ekstremis Knesset dan pemerintahan eksekutif Israel. Ambisi yang menjorokkan pendukungnya kedalam jurang kebinasaan dan hanya berujung pada kehancuran.

Artikel Terkait

Load More Posts Loading...No more posts.