Pakar Hukum: Kejagung Perlu Selidiki Keterlibatan Ahok dalam Dugaan Korupsi Pertamina

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

ORINEWS.id – Pakar hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta (FH UMJ), Dr. Chairul Huda, MH, menilai Kejaksaan Agung (Kejagung) harus mencari bukti terkait kemungkinan keterlibatan mantan Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018–2023.

“Saya pikir justru yang perlu didalami adalah keterlibatan Pak Ahok dalam dugaan korupsi dimaksud. Jika itu terjadi semasa beliau jadi Komisaris Utama Pertamina, bukan tidak mungkin beliau juga terlibat,” kata Chairul saat dihubungi Inilah.com, Minggu (2/2/2025).

Menurut Chairul, Ahok yang mengaku memiliki bukti berupa rekaman dan notulensi rapat di PT Pertamina, seharusnya tidak menggunakan data tersebut sebagai cara untuk menghindari proses hukum. Ia mengingatkan agar hal ini tidak menjadi upaya untuk menumbalkan pihak lain demi menyelamatkan diri sendiri.

Chairul juga mempertanyakan janji Ahok saat menjabat sebagai Komut yang mengklaim akan memperbaiki tata kelola Pertamina dan menjadikannya perusahaan kelas dunia. Apalagi, kasus dugaan korupsi di Pertamina terjadi saat Ahok masih menjabat.

“Betul, karena selama beliau jadi Komut hal ini tidak diungkap ke publik, padahal gembar-gembornya beliau akan ‘membereskan’ Pertamina. Jadi pertanyaan, mengapa justru hal ini terjadi pada masa beliau seharusnya melakukan pengawasan sebagai Komut?” ujarnya.

Sebelumnya, Ahok menyatakan kesiapannya untuk diperiksa oleh Kejagung terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Subholding serta KKKS periode 2018–2023.

“Saya siap (dipanggil Kejagung). Saya senang membantu, dan saya senang kalau dalam sidang semua rekaman rapat itu diputar secara terbuka, biar seluruh rakyat Indonesia mendengar apa yang terjadi di Pertamina,” ujar Ahok dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (28/2/2025).

Meski demikian, Ahok mengaku tidak mengetahui secara detail dugaan pencampuran Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax dengan Pertalite, karena menurutnya hal tersebut terlalu teknis.

Agar kasus ini semakin terang, politikus PDIP itu meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menyelidiki laporan keuangan Pertamina, terutama terkait keuntungan perusahaan pada tahun 2024.

“Tolong penyidik, BPK cek Pertamina. Ramai-ramai cek laporan Pertamina, keuntungan 2024 itu berapa. Dan dicek procurement pengadaannya selama 2024 itu berapa miliar dolar, karena dalam RKAP dan RUPS yang sudah ditandatangani menteri, itu harus hemat 46 persen,” tegasnya.

Selain itu, Ahok juga meminta Kejagung untuk menelusuri data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna mengetahui aliran dana dari kontraktor Pertamina kepada pihak-pihak tertentu.

“Kalau mau lebih tegas lagi, cek apakah ada hubungan tanah, sertifikat, apartemen yang terkait dengan pejabat Pertamina, pejabat di ESDM, SKK Migas, ataupun ada oknum BPK. Periksa apakah harta mereka sesuai dengan penghasilannya,” tandasnya.

Kejagung Bakal Periksa Ahok

Kejagung sebelumnya menyatakan tidak menutup kemungkinan untuk memeriksa Ahok dalam kasus dugaan korupsi ini.

“Jadi siapa pun yang terlibat dalam perkara ini, baik berdasarkan keterangan saksi maupun dokumen atau alat bukti lainnya, pasti akan kita panggil untuk dimintai keterangan, siapa pun,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, di Jakarta, Kamis (27/2/2025).

Sebagai informasi, Ahok menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina sejak 22 November 2019 berdasarkan Keputusan Menteri BUMN No. SK-282/MBU/11/2019. Ia kemudian mengundurkan diri pada tahun 2024 dengan alasan ingin mendukung salah satu pasangan calon dalam Pemilihan Presiden 2024.

Hingga saat ini, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka dalam skandal korupsi tersebut. Dua tersangka terbaru adalah Maya Kusmaya, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, serta Edward Corne, VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga. Keduanya langsung ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Modus operandi dalam kasus ini mencakup pengoplosan minyak berkadar oktan rendah dengan oktan tinggi, serta pengadaan bahan bakar dengan sistem penunjukan langsung tanpa lelang.

Akibat praktik tersebut, harga BBM yang diperoleh jauh lebih mahal dari seharusnya. Kerugian negara akibat skandal ini diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun, menjadikannya salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia.

Kejagung juga mengungkap adanya kesepakatan ilegal dalam pengadaan minyak mentah yang merugikan negara dalam jumlah besar. Selain Maya Kusmaya dan Edward Corne, tujuh tersangka lainnya adalah:

  1. Riva Siahaan – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
  2. Sani Dinar Saifuddin – Direktur Optimasi Feedstock dan Produk
  3. Yoki Firnandi – Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping
  4. Agus Purwono – Vice President Feedstock Manajemen Kilang Pertamina Internasional
  5. Muhammad Kerry Andrianto – Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa
  6. Dimas Werhaspati – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa
  7. Gading Ramadhan Joedo – Komisaris PT Jenggala Maritim.[]