ORINEWS.id – Sejumlah pengguna bahan bakar minyak (BBM) Pertamax mengaku kecewa usai mendapat kabar adanya praktik pengoplosan Pertalite ke Pertamax.
Bahkan mereka mengancam tidak akan menggunakan produk Pertamina lagi setelah adanya kasus ini.
“Iya, saya enggak nyangka aja. Ini kan pakai Pertamax, berharap mesin kita bagus. Kalau begini, saya bakal pertimbangkan buat pindah ke yang lain,” kata Samsudhuha Wildandyah (30) kepada Tribunnews.com, Rabu (26/2/2025).
Warga Kota Bekasi ini mengatakan alasan menggunakan Pertamax karena merasa tak layak mendapat BBM bersubsidi.
Hal yang sama juga diungkapkan Bachtiar (26).
Dia mempertimbangkan untuk beralih dari Pertamina dan akan menggunakan BBM dari pesaingnya seperti Shell, Vivo, maupun BP.
“Fix banget, saya ganti ke yang lain aja. Nggak apa-apa, harganya mahal dikit asal jujur dan kualitasnya sesuai,” tuturnya.
Pantauan Tribunnews di sejumlah SPBU di Jakarta Selatan terlihat dispenser bahan bakar (fuel pump dispenser) atau mesin pom bensin Pertamax tampak sepi tak ada antrean.
Hal itu terlihat di SPBU Mampang Prapatan dan Kemang, Jakarta Selatan.
Terlihat pengendara yang mengisi bensin Pertamax datang satu per satu secara bergantian, sehingga tidak terjadi antrean di mesin pom bensin Pertamax tersebut.
7 Tersangka Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah
Untuk informasi, Kejagung menetapkan tujuh orang tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (K3S) 2013-2018, Senin (24/2/2025) malam.
Adapun penetapan ketujuh tersangka ini merupakan hasil penyidikan lanjutan yang dilakukan oleh Kejagung dalam kasus dugaan korupsi tersebut.
Tujuh orang itu ditetapkan sebagai tersangka usai pihaknya melakukan ekspose atau gelar perkara di mana ditemukan adanya serangkaian tindak pidana korupsi.
Hal itu didasari atas ditemukannya juga sejumlah alat bukti yang cukup baik dari keterangan sedikitnya sebanyak 96 saksi dan keterangan ahli maupun berdasarkan bukti dokumen elektronik yang kini telah disita.
Adapun ketujuh orang tersangka itu yakni:
RS selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
SDS selaku Direktur Feedstock And Produk Optimitation PT Pertamina Internasional
ZF selaku Direktur Utama PT Pertamina Internasional Civic.
AP selaku Vice President (VP) Feedstock
MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Katulistiwa
W selaku Komisaris PT Navigator Katulistiwa
DRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
Akibat perbuatannya, para tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 Juncto Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, menuturkan praktik lancung yang dilakukan oleh Riva adalah membeli Pertalite kemudian dioplos (blending) menjadi Pertamax.
“Modus termasuk yang saya katakan RON 90 Pertalite tetapi dibayar harga RON 92 Pertamax kemudian diblending dioplos dicampur,” katanya saat konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa, 25/2/2025.
Adapun pengoplosan ini terjadi dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga.
Pengoplosan itu dilakukan di depo, padahal hal itu tidak diperbolehkan atau bertentangan dengan ketentuan yang ada.
Qohar berjanji akan buka-bukaan nantinya terkait model pengoplosan setelah proses penyidikan rampung.
“Pasti kita tidak akan tertutup, semua kita buka semua, kita sampaikan kepada teman-teman wartawan untuk diakses kepada masyarakat,” paparnya.