*Oleh: Moch Eksan
Presiden Prabowo Subianto berulang-ulang menyatakan bahwa kebijakan penghematan anggaran mendapat perlawanan dari birokrasi. Mereka merasa selama ini seperti “raja kecil’ yang menguasai kementerian atau lembaga non kementerian.
Siapapun presidennya, sejatinya yang berkuasa adalah tetap aparatur penyelenggara negara yang sudah bercokol di institusi pemerintah bertahun-tahun.
Birokrasi pemerintah kata Prabowo, yang mencoba menghambat pelaksanaan penghematan anggaran dengan menggunakan media dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) menyerang dirinya. Ini bagian dari negosiasi publik agar posting anggarannya tak diganggu. Mereka lupa bahwa presiden sangat getol untuk mewujudkan good and clean government (pemerintah yang baik dan bersih).
Para birokrat itu sampai berani membangun narasi bahwa penghematan ini mengancam program pro rakyat dan pelayanan dasar. Terutama bagi mahasiswa, guru dan dosen yang paling terdampak dari kebijakan penghematan anggaran Prabowo. Mahasiswa juga terpancing menggelar demonstrasi sebagai kelompok yang paling rentan terhadap kebijakan penghematan pemerintah ini.
Pihak istana sudah seringkali meluruskan bahwa penghematan anggaran tak menyasar gaji pegawai, layanan dasar prioritas pegawai, layanan publik dan bantuan sosial. Akan tetapi yang disasar adalah pos anggaran untuk belanja ATK, kegiatan seremonial, kajian dan analisa, perjalanan dinas, dan beberapa pengeluaran lainnya.
Prabowo kata Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, telah mengecek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sampai pada satuan kesembilan.
Hasil pengecekan presiden tersebut, banyak menemukan posting anggaran yang tidak efektif dan efisien. Bahkan cenderung boros dan menghambur-hamburkan uang negara untuk belanja birokrasi pemerintah.
Dengan penghematan 3 kali putaran, mulai dari penyisiran di Kementerian Keuangan, kemudian penyisiran anggaran di kementerian/lembaga sampai penghematan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Prabowo mencatat dana penghematan sebesar Rp 750 triliun.
Prabowo sudah memproyeksikan dana di atas untuk membiayai program Makan Bergizi Gratis (MBG), serta penyertaan modal bagi Badan Pengelolaan Investasi (BPI) Danantara. Sebuah badan baru yang disiapkan untuk mengelola U$D 900 triliun untuk membiayai investasi pengembangan energi terbarukan dan program ketahanan pangan.
Nampak Prabowo sangat serius untuk mewujudkan swasembada energi dan pangan sebagai pilar untuk membangun kemandirian bangsa. Perlahan tapi pasti, Prabowo ingin Indonesia tak bergantung pada importasi energi dan pangan untuk memenuhi kebutuhan nasional. Sebab, ketergantungan negeri ini pada pasokan energi dan pangan dari luar negeri, sangat berbahaya bagi kedaulatan negara.
Sementara, kedaulatan negara tak bisa ditukar dengan apapun, hatta dengan kekayaan sumber daya manusia maupun sumberdaya alam. Ini menyangkut eksistensi Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Sebuah negeri yang memiliki pemerintahan, penduduk, wilayah maupun pengakuan kedaulatan dari negara lain.
Ditinjau dari berbagai hal, Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo, diyakini akan membuka peta jalan yang jelas dan pasti bagi Indonesia Emas 2045. Prabowo menjadi jembatan penghubung antara Indonesia Cemas dan Indonesia Emas. Dengan pertumbuhan ekonomi 8 persen, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat akan meningkat.
Mau tidak mau, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi di atas, komitmen Prabowo tidaklah cukup, harus ditopang oleh birokrasi pemerintah yang kreatif, inovatif, produktif, efektif dan efisien.
Maka reformasi birokrasi merupakan sesuatu yang inheren dari transformasi bangsa. Prabowo telah mengerahkan segala daya dan upaya untuk mewujudkan pemerintah yang bersih dimaksud.
Dalam struktur Politik Indonesia, birokrasi merupakan sesuatu kekuatan sendiri. Ini tak kalah penting dan strategis dari partai politik, militer, dukungan publik dan media massa. Birokrasi pada struktur rezim Orde Baru merupakan salah satu penyanggah kekuasaan, disamping kekuatan militer dan partai politik.
Birokrasi dalam struktur rezim Orde Reformasi merupakan mesin kebijakan dan pengelolaan anggaran. Dalam kultur masyarakat industrial, mesin itu merupakan salah satu komponen dari produksi yang menentukan produktivitas negara.
Aparatur sipil negara (ASN) dan pegawai pemerintah non ASN menjadi penggerak mesin birokrasi dalam mengelola organisasi pemerintah berdasarkan tupoksi, hirarki dan meritokrasi.
Maka dari itu, dukungan birokrasi pemerintah terhadap visi, misi dan program Prabowo mutlak tak bisa ditawar. Apalagi mereka jumlahnya sudah tembus 4,7 juta, sehingga pemerintah berkuasa harus arif dan bijak memobilisasi dukungan birokrasi pemerintah tersebut.
Bila salah menempatkan birokrasi pemerintah dalam struktur politik, alih-alih mendapat dukungan, justru perlawanan dari dalam akan menghambat kinerja pemerintah dalam mencapai ekspektasi publik. Prabowo mesti harus menyadari bahwa keluarganya bekerja sebagai birokrasi sejak zaman penjajahan sampai Indonesia merdeka.
Buyut Prabowo, Raden Mas Tumenggung Mangkuprodjo merupakan Asisten Wedana Banyumas yang setara dengan camat sekarang. Sedangkan, kakek Prabowo, Raden Mas Margono Djojohadikusumo, merupakan bankir di kantor perbankan pemerintahan Hindia Belanda.
Jadi, birokrasi pemerintah sesungguhnya lebih tua daripada pemerintah berkuasa itu sendiri. Transisi kekuasaan dari pemerintah kolonial pada pemerintah Indonesia merdeka, menyisakan para birokrat warisan kolonial yang telah bertransformasi menjadi birokrat pejuang.
Fungsi birokrasi itu pada hakekatnya sama memberi dukungan administrasi, pelayanan publik, pelaksana program pembangunan serta pengelola anggaran.
Secara anatomis, dalam struktur pemerintahan ada dua jenis pejabat. Pertama pejabat politik. Mereka yang dipilih melalui mekanisme pemilu untuk mengisi elected officials, seperti jabatan presiden, gubernur, bupati/walikota dan kepala desa.
Kedua jabatan karier, mereka yang ditunjuk sebagai pemangku appointed officials, seperti jabatan sekjen, dirjen, irjen, kepala badan/lembaga, kepala dinas/badan dan seterusnya.
Dalam banyak kasus, relasi pejabat politik dengan pejabat karier tak selalu harmonis. Padahal, dalam sistem pemerintah demokratis, perwujudan kedaulatan rakyat berada pada tangan pejabat politik yang dilahirkan dari rahim pemilu demokratis. Para pejabat karier merupakan pelaksana dari kebijakan politik dan anggaran dalam memenuhi janji kampanye para pejabat politik tersebut.
Kendati para pejabat karier terbiasa menghadapi pejabat politik dengan segala karakter dan gaya kepemimpinan yang unik dan khas, mereka tak jarang terlibat dalam pergulatan politik elektoral yang bias kepentingan.
Akibatnya, mereka yang dituntut hanya punya monoloyalitas pada negara, terkadang juga terbawa pada loyalitas orang per orang. Disinilah sumber konflik antara dua jenis pejabat di atas yang mengganggu konsolidasi pemerintahan.
Nampaknya, kebijakan penghematan anggaran, Prabowo menghadapi perlawanan dari Raja Kecil birokrasi yang telah menguasai teknokrasi anggaran. Mereka sudah berpuluh-puluh tahun menyusupkan kepentingan birokrasi dalam anggaran tidak langsung dengan bentuk belanja pegawai dan belanja jasa dan barang habis pakai. Pos anggaran ini yang disisir oleh presiden untuk mengurangi atau menghilangkan potensi pendapatan tahunan para pejabat karier di atas.
Sebagai seorang yang pernah menjabat dalam institusi militer dan Kemenhan, Prabowo tahu persis kelakuan birokrasi pemerintah dalam menciptakan pundi-pundi pendapatan dalam ragam nomenklatur anggaran.
Mereka telah menguasai anggaran hampir 50 persen APBN/APBD. Sehingga, pemerintahan baru selalu menghadapi kenyataan ruang fiskal yang kecil untuk memenuhi janji kampanye pada rakyat.
Sejatinya, kebijakan penghematan anggaran Prabowo dalam rangka restrukturisasi anggaran negara untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Dan kebijakan ini telah mengancam zona aman birokrasi dalam mengkooptasi sumber dana negara untuk kepentingan budgeting mereka.
Di hadapan rezim ala militer seperti ini, mereka hanya memiliki dua pilihan: melawan atau tunduk patuh pada garis kebijakan sang presiden. Bila tetap ngeyel, maka mereka berarti memilih hengkang dari kabinet merah putih. Bila mau menyesuaikan diri, maka mereka tetap bisa berkontribusi bagi kejayaan negeri.