*Oleh: Muhajir Al-Fairusy
Bupati Aceh Besar terpilih Syech Muharram resmi dilantik sebagai Bupati Aceh Besar, transisi dari Penjabat (Pj) Bupati sebelumnya Muhammad Iswanto patut untuk diurai, bagaimanapun selama hampir tiga tahun, Muhammad Iswanto (MI) berada dalam posisi “menjaga” dan mengawal roda pemerintahan dalam lingkungan Kabupaten Aceh Besar.
Tentunya, dari sederet Pj Kepala Daerah di Aceh, salah satu sosok paling menarik perhatian di Aceh adalah Muhammad Iswanto, berbeda dengan penjabat lainnya, MI nyaris berdiri sebagai seorang penjabat bupati hampir tiga tahun lamanya, dan tak pernah diganti.
MI sendiri dilantik pada hari Kamis, 14 Juli 2022, ini menjadi peristiwa penting dan bersejarah bagi Iswanto, ia resmi dilantik sebagai Pj Bupati Aceh Besar. Artinya, kini ia menempati posisi puncak di lingkungan pemerintahan Aceh Besar.
Pelantikan dilakukan oleh Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki di Anjong Mon Mata, Banda Aceh. Ia tergolong sangat muda sebagai salah seorang Penjabat Bupati di Aceh saat dilantik dibanding beberapa kepala daerah lainnya.
Saat malam silaturrahmi di GOR Kota Jantho menjelang akhir periode penjabat, di depan ratusan tamu yang hadir, diputar video program-program strategis yang dilakukan oleh MI selama ia menjabat, di antaranya peresmian MPP Mall di Aceh Besar yang sempat tak berfungsi lama setelah dibangun.
Selain itu, Aceh Besar juga menjadi kabupaten pertama yang keluar dari penyakit mulut dan kuku (PMK) ternak pada tahun 2022. Tak hanya itu, sebagai simbol relasi kerja, sejumlah penghargaan turut dibagikan kepada tamu yang hadir, terutama OPD dan Lembaga lain yang selama ini mendukung kinerja pemerintahan Aceh Besar.
Wajar, dari sederet pengabdian MI sebagai penjabat daerah, ia masuk dalam kategori lima terbaik nasional kinerja penjabat bupati se-Indonesia. Di antara program penting lain yang telah dilaksanakan pada masa MI adalah sertifikasi tanah wakaf dan dukungan penuh terhadap tanah ulayah Mukim di tingkat nasional.
Khusus dalam konteks adat dengan mendukung tanah ulayat, beberapa pegiat adat memuji Langkah MI. Bahkan, salah seorang tokoh agama di Aceh Besar sekaligus Ketua DMI Aceh, Ustadz Fakhruddin menyebut MI sebagai sosok pejabat yang menetapi janji dalam kondisi apapun.
Sebagai seorang abdi negara lulusan praja STPDN, perjalanan karir Muhammad Iswanto tergolong sangat akas. Memang, pengalaman MI dalam dunia birokrasi dan pemerintahan di Aceh sebagai Purna dan Pamong Praja dapat dikatakan cukup kapabel sebagai alumni STPDN yang membentuk karakter pengabdi negara dengan konektivitas yang luas.
Karakter dan entitas sebagai seorang praja yang dididik di almamaternya dengan modal kuat menata birokrasi pemerintahan melekat dalam setiap tindak dan cara berpikir MI.
Nama Muhammad Iswanto dalam dunia pemerintahan dan birokrasi di Aceh kian santer terdengar bagi khalayak sejak ia menduduki posisi sebagai Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh di era Gubernur Nova Iriansyah tahun 2019-2022.
Sebagaimana diketahui, Nova Iriansyah terpilih menjadi wakil gubernur Bersama Irwandi Yusuf sebagai gubernur setelah memenangkan Pilkada pada tahun 2017 dengan suara terbanyak 898.710.
Dilacak dari laman media dan beberapa sumber informasi mengenai karir sosok Muhammad Iswanto, ia telah menjabat sejumlah posisi dalam kariernya sebagai seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengabdi di Aceh.
Penugasan awal setelah Muhammad Iswanto menyelesaikan Pendidikan sebagai Purna Praja dimulai dari ADC Bupati Aceh Besar mendampingi Rusli Muhammad yang menjadi Pj Bupati Aceh Besar tahun 2004-2006.
Sebagai Aide de-Camp (ADC) Bupati Aceh Besar pada tahun 2004-2006 di tengah kondisi tsunami tentu tak muda. Tahun 2004, tahun dimana peristiwa besar bencana tsunami menghantam Aceh, dan Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang terparah dampak bencana, di mana Muhammad Iswanto bagian penting dari upaya penetralan kondisi dengan Drs. H. Rusli Muhammad sebagai Pj Bupati Aceh Besar kala itu.
Pada tahun 2004 pula, Aceh diterjang oleh bencana alam tsunami yang melumpuhkan Sebagian besar Aceh Besar dan Banda Aceh. Dapat dibayangkan, bagaimana hingar bingarnya pekerjaan pemerintah Aceh Besar kala itu, di mana ADC bupati adalah Muhammad Iswanto, tentu pengalaman dan rekam jejak kerja ini pula yang membentuk karakter MI sebagai birokrat tenang, terutama saat ia menjabat sebagai Pj Bupati.
H. Rusli Muhammad sendiri yang didampingi Iswanto kala itu menjadi figure kepala daerah paling intens dan konsen di lapangan dalam membantu pemulihan pasca tsunami Aceh. Beberapa catatan media menyebut hampir 24 jam ia melibatkan diri dalam masa darurat pasca tsunami. Didampingi Muhammad Iswanto, keduanya tampak tangguh dan bertanggungjawab menghadapi masa panik Aceh tersebut.
Bagi Rusli Muhammad sendiri, Iswanto dinilai sebagai sosok yang mampu membangun komunikasi sangat bagus dengan pihak Forkopimda dan pihak lainnya di Aceh.
Integritas ia sebagai penghubung masyarakat cukup baik terang Rusli Muhammad. Salah satu kerja nyata Muhammad Iswanto bagi jantung ibukota Aceh Besar-Jantho adalah memperbaiki Kembali pagar Masjid Agung al-Munawwarah yang sudah puluhan tahun rusak, kerja kecil, tapi berdampak besar.
Beberapa kali bertemu dan berdiskusi dengan Muhammad Iswanto, tampak ketenangan dan kesantunan dari cara ia berkomunikasi. Paling penting, MI paham cara kerja dunia digital, terbukti, media-media online dan cetak tak pernah berhenti melakukan publikasi apa yang dilakukan.
Ketenangan MI juga ditunjukkan saat angin berhembus menggoyang figurnya sebagai seoang penjabat. Salah satu konten podcast secara bertubi-tubi membangun narasi “kurang baik” dari amatan sempalan seorang pengamat yang memang tugasnya hanya sekedar mengamati dengan data yang tidak pasti.
Di sini letak ketenangan dan kemapanan jiwa seorang MI, sebagai figur publik yang matang, MI tahu mana yang perlu direspon dan diabaikan. Toh selama ini, ia telah berbuat banyak sebagai seorang penjabat bagi Aceh Besar.
Sebagai seorang Aceh Besar yang lahir di Blang Bintang, tempat di mana lapangan udara tertua di Indonesia hadir dan menjadi salah satu icon bandara internasional paling penting di Aceh, tempat di mana selaksa manusia menginjakkan kakinya pertama sekali ke Aceh, MI menunjukkan jiwa terbukanya seperti bandara. MI tahu kapan harus landing, dan waktunya untuk take off.
Transisi kepemimpinan dari penjabat ke bupati terpilih juga dilakukan dengan serangkaian silaturrahmi, artinya, Aceh Besar harus menjadi pilot politik, bagaimana seharusnya Aceh dibangun dengan santun dan komunikasi yang tenang, bukan cacian dan sikap intruder hasil amatan tak berbasis data.
Penulis adalah Peneliti Antropologi dan Warga Aceh Besar