Haru! Jurnalis TVRI Ungkap Kecilnya Honor Kontributor: Cuma Rp50 Ribu Per Berita

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

ORINEWS.id – Anggota Komisi VII DPR RI sekaligus mantan jurnalis TVRI, Erna Sari Dewi, tak kuasa menahan haru saat menyoroti rendahnya honor para kontributor Televisi Republik Indonesia (TVRI).

Dalam rapat dengar pendapat dengan pimpinan TVRI dan RRI pada Rabu, 12 Februari 2025, ia menegaskan bahwa kebijakan efisiensi anggaran tidak boleh mengorbankan jurnalis yang sudah berpenghasilan kecil.

Erna mengungkapkan bahwa honor kontributor kini hanya sebesar Rp50 ribu per berita, jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Ia yang pernah menjadi penyiar TVRI mengaku memahami betul kesulitan yang dihadapi para jurnalis di lapangan.

“Saya duduk di sini bukan hanya sebagai wakil rakyat, tetapi juga sebagai mantan jurnalis. Saya tahu betul penderitaan mereka. Gajinya kecil, Pak, sangat kecil, di bawah UMR dari dulu sampai sekarang. Dan sekarang, setelah ada efisiensi, honor mereka semakin dipotong. Jika dulu satu berita dihargai Rp100 ribu, sekarang hanya Rp50 ribu. Pak, dapat apa dengan Rp50 ribu?” ujar Erna dengan suara bergetar dikutip YouTube TVR Parlemen.

Erna menambahkan bahwa kebijakan efisiensi tidak boleh dilakukan secara serampangan hingga berdampak pada nasib para jurnalis. ‘

Ia pun mendukung penuh agar Komisi VII DPR RI menolak PHK, pengurangan pegawai, dan pemotongan honor kontributor yang semakin memperburuk kondisi mereka.

Advertisements

Efisiensi anggaran yang diberlakukan pemerintah telah berdampak besar pada sektor jurnalisme, terutama di TVRI dan RRI.

Belasan jurnalis dari kedua lembaga penyiaran publik itu menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK), yang menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk anggota DPR.

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PDIP, Putra Nababan, menegaskan bahwa pemangkasan anggaran seharusnya dimulai dari jajaran atas, bukan dari pekerja lapangan yang penghasilannya sudah minim.

Menurutnya, langkah efisiensi yang diambil manajemen TVRI dan RRI lebih merugikan jurnalis dibandingkan pejabat struktural di dalam lembaga tersebut.

“Sebelum rekonstruksi, direksi harusnya memangkas anggaran dari atas, bukan dari bawah. Jangan sampai framing di luar seolah-olah PHK ini terjadi gara-gara program Makan Bergizi Gratis (MBG), sementara pemotongan seharusnya dimulai dari pemimpin redaksi, wakil pemimpin redaksi, dan jajaran direksi,” tegas Putra Nababan.

Menurut data dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), kebijakan efisiensi anggaran ini telah berdampak pada seribuan jurnalis TVRI dan RRI yang mengalami PHK atau pengurangan pendapatan. Kondisi ini memicu keprihatinan dari berbagai kalangan, terutama karena peran jurnalis dalam menyampaikan informasi publik yang berkualitas sangatlah penting.[]

Exit mobile version