ORINEWS.id -Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan anggaran negara akibat warisan utang dari era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Dengan besarnya beban fiskal, Prabowo kini terpaksa melakukan efisiensi anggaran di berbagai kementerian dan lembaga (K/L).
Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahardiansyah menilai kebijakan efisiensi yang dilakukan Prabowo bukanlah pilihan, melainkan keharusan.
Ia menjelaskan bahwa pada periode pertama, Jokowi sempat menerapkan efisiensi, tetapi pada periode kedua justru melakukan ekspansi besar-besaran dengan utang yang semakin membengkak.
“Jokowi menghamburkan dana ke daerah, jor-joran untuk proyek IKN, dan membuka penerimaan ASN hingga 2,3 juta orang, itu tujuannya Politik,” kata Trubus kepada RMOL pada Rabu 12 Februari 2025.
Ia menambahkan bahwa sebagian ASN yang direkrut pada masa Jokowi justru tidak berkontribusi signifikan dan hanya membebani anggaran negara.
“Bikin IKN banyak ASN yang jadi Spanyol (separuh nyolong),” jelasnya.
Akibatnya, beban utang yang harus dibayar setiap tahunnya mencapai ratusan triliun. Tahun ini saja, utang pemerintah yang jatuh tempo mencapai Rp 800,33 triliun.
Terlebih lagi, banyak program prioritas Prabowo yang memakan anggaran besar, sehingga pemerintahan Prabowo terpaksa melakukan efisiensi.
“Itu menyebabkan Prabowo harus melakukan efisiensi,” ujarnya.
Sebagai solusi, Trubus menyarankan agar K/L yang terdampak efisiensi mulai mencari pendanaan alternatif, termasuk menjalin kerja sama dengan sektor swasta.
Selain itu, pemerintah juga perlu mengevaluasi kembali keberadaan lembaga-lembaga yang dinilai tidak memberikan manfaat langsung bagi masyarakat.
“Badan administrasi kepegawaian negara, BRIN, itu dibubarkan saja itu tidak berkaitan langsung dengan publik dan itu membebani anggaran, jadi harus dirampingkan,” pungkasnya.