Ternyata Pertamina Rantau Tak Pernah Bayar Zakat Sejak Qanun Aceh Berlaku

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

ORINEWS.id – Baitul Mal Kabupaten (BMK) Aceh Tamiang telah meminta Pertamina EP Field Rantau untuk mematuhi kewajiban membayar zakat sesuai dengan Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2021. Namun hingga kini, perusahaan tersebut belum pernah menyetorkan zakatnya ke BMK dengan alasan masih memerlukan sosialisasi lebih lanjut.

“Kami harus diskusi internal dulu (terkait zakat-red). Mungkin perlu adanya sosialisasi dari Baitul Mal Tamiang,” kata Tari Aulia Sari, Humas Pertamina EP Field Rantau, saat dihubungi Orinews.id, Selasa (4/2/2025).

Namun, pernyataan itu dibantah oleh BMK Aceh Tamiang. Fujiama Prasetya, Komisioner BMK, menyatakan bahwa pihaknya sudah beberapa kali mengundang Pertamina EP Field Rantau untuk mengikuti sosialisasi, termasuk pada Desember 2023. Bahkan, Tari Aulia Sari sebagai perwakilan Pertamina hadir langsung dan menandatangani daftar kehadiran.

“Kami sudah dua kali melakukan sosialisasi dengan mengundang seluruh perusahaan di Aceh Tamiang. Bahkan, pada acara terakhir di tahun 2023 di WD Coffee, perwakilan Pertamina Tari Aulia Sari hadir langsung dalam acara sosialisasi itu, dia yang tandatangan di expedisi kita, ada kita cek namanya,” ujar Pria yang akrab disapa Aji itu saat diwawancarai orinews.id di ruang kerjanya, Kamis (6/2/2025).

“Kemudian, pada masa kepemimpinan Ketua Baitul Mal sebelumnya, Pak Mulkan, juga sudah beberapa kali dilakukan sosialisasi, seharusnya Pertamina Field Rantau sudah lebih memahami isu ini,” sambungnya.

Menurut Aji, sejak Qanun Aceh berlaku pada 2021, Pertamina EP Field Rantau belum pernah membayar zakat ke BMK Aceh Tamiang. Mereka beralasan sudah memiliki lembaga zakat sendiri, yakni Baituzzakah Pertamina (Bazma).

“Qanun Aceh sudah jelas mengatur bahwa perusahaan yang beroperasi di Aceh wajib menyetorkan zakatnya ke Baitul Mal,” ujarnya.

Sebagai perbandingan, Fujiama menyoroti PLN UP3 Langsa yang tetap membayar zakat ke BMK meskipun memiliki lembaga zakat sendiri. Pada 2024, PLN menyetorkan Rp 20 juta sebagai bentuk kepatuhan terhadap aturan daerah.

Aji juga menekankan, zakat yang dimaksud bukan berasal dari gaji karyawan, melainkan dari penghasilan perusahaan. Saat ini, mayoritas setoran zakat di BMK Aceh Tamiang berasal dari Aparatur Sipil Negara (ASN), sementara kontribusi dari perusahaan besar masih minim.

“Warung kopi kecil saja bisa menyisihkan zakat, kenapa perusahaan besar seperti Pertamina justru mengelak?, padahal kontribusi zakat dari perusahaan besar ini sangat dibutuhkan untuk mendukung kesejahteraan masyarakat Aceh Tamiang,” katanya.

Kendati demikian, BMK Aceh Tamiang berencana menjadwalkan pertemuan dengan Pertamina EP Field Rantau untuk kembali melakukan sosialisasi.

“Kalau memang mereka meminta lagi untuk sosialisasi, Insya allah dalam waktu dekat akan kita jadwalkan pertemuan dengan Pertamina Field Rantau, jika itu alasan mereka tidak membayar zakat,” kata Aji.

Namun, tegasnya, jika setalah itu mereka tetap tidak memenuhi kewajiban untuk membayar zakat, BMK Aceh Tamiang akan mengambil langkah tegas, termasuk melayangkan surat resmi ke DPRK Aceh Tamiang hingga Pertamina pusat.

“Kalau dalam sebulan ke depan mereka tetap tidak membayar zakat, kami akan ambil langkah lebih tegas. Ini bukan soal seberapa besar yang dibayar, tetapi soal kepatuhan mereka terhadap kekhususan Aceh,” tutup Aji.

Berdasarkan data BMK Aceh Tamiang, ada 34 perusahaan perkebunan kelapa sawit, 13 perusahaan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan perusahaan BUMN seperti Pertamina EP Field Rantau, dan PTPN IV Regional 6 yang hingga saat ini belum melakukan kewajiban membayar zakatnya ke Baitul Mal.

Padahal, pasal 102 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 serta pasal 19 ayat 1 Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh Nomor 08 Tahun 2022, menjelaskan bahwa setiap badan usaha yang beroperasi di Aceh yang memenuhi syarat sebagai Muzakki wajib menunaikan zakat melalui Baitul Mal baik Baitul Mal Aceh (BMA) maupun Baitul Mal Kabupaten (BMK). Kedua aturan tersebut mengikuti aturan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).[]

Reporter: Khairil Akram|Editor: Awan