ORINEWS.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bakal memanggil dan memeriksa politikus Partai NasDem, Ahmad Ali, dan Ketua Umum Pemuda Pancasila (PP) Japto Soerjosoemarno. Hal itu dilakukan untuk mengonfirmasi sejumlah barang yang disita dari kediaman masing-masing.
“Bahwa seyogianya alat bukti tersebut perlu dikonfirmasi, baik itu keterkaitan maupun hal-hal lain kepada pihak-pihak yang mengetahui tentang alat bukti yang sudah dilakukan penyitaan,” kata juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (6/2).
KPK menggeledah rumah Ahmad Ali di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat, pada Selasa (4/2). Sementara, pada hari yang sama penyidik juga menggeledah rumah Japto Soerjosoemarno di kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Kedua rumah itu digeledah terkait kasus dugaan penerimaan gratifikasi yang menyeret mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Rita Widyasari, sebagai tersangka. Dari rumah Ahmad Ali, KPK menyita uang dalam bentuk rupiah dan valas, jam tangan, tas, dokumen, serta barang bukti elektronik.
Sementara dari kediaman Japto, KPK menyita 11 unit mobil, uang rupiah dan valuta asingn, dokumen serta alat elektronik. Meski demikian, Tessa belum mengungkap kapan waktu pemanggilan terhadap Ahmad Ali dan Japto Soerjosoemarno.
“Untuk pertanyaan kapan dilakukan pemeriksaan, itu tentu merupakan kewenangan penyidik. Jadi kita tunggu saja sama-sama bila memang ada panggilan untuk pemeriksaan,” ujar Tessa.
Adapun, KPK menjerat mantan Bupati Kukar Rita Widyasari dan tim suksesnya Khairudin atas tiga kasus korupsi, yakni suap, gratifikasi dan pencucian uang. Dalam kasus suap, Rita diduga menerima suap sebesar Rp 6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima, Hery Susanto Gun alias Abun untuk keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit PT Sawit Golden Prima di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman.
Sementara, dalam kasus dugaan penerimaan gratifikasi, Rita dan Khairuddin diduga menerima gratifikasi senilai Rp 436 miliar terkait dengan sejumlah proyek di Kabupaten Kukar selama menjabat sebagai Bupati Kukar periode 2010-2015 dan 2016-2021.
Rita dan Khairudin sebelumnya telah divonis bersalah atas kasus suap dan gratifikasi ini. Rita dihukum 10 tahun pidana penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan kurungan, sementara Khairudin dihukum delapan tahun pidana penjara dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan.
Dalam pengembangan kasus dugaan gratifikasi dan suap, Rita dan Khairudin kembali ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Keduanya diduga telah mencuci atau menyamarkan Rp 436 miliar yang diterima mereka terkait fee proyek, fee perizinan, dan fee pengadaan lelang barang dan jasa dari APBD selama Rita menjabat sebagai Bupati Kukar.
Penyamaran ini dilakukan keduanya dengan membelanjakan sejumlah aset dan barang menggunakan nama orang lain. Dalam mengusut kasus pencucian uang ini, tim penyidik telah menyita sejumlah aset dan barang mewah Rita yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi