ORINEWS.id – Baru-baru ini, beredar kabar di media sosial yang menyebutkan bahwa mulai Februari 2025, semua surat tanah dan rumah harus dikonversi ke bentuk elektronik.
Jika tidak dilakukan sebelum tahun 2026, disebutkan bahwa aset tersebut akan otomatis menjadi milik negara.
Narasi ini menghebohkan banyak orang dan menimbulkan kepanikan di masyarakat.
Salah satu klaim yang beredar menyatakan: Mengejutkan! Akan segera berlaku peraturan terbaru mulai Februari 2025. Siap-siap jangan lalai, segera urus surat tanah dan surat rumah Anda jika tidak mau jadi harta milik negara.
Namun, benarkah klaim tersebut? Setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut, informasi tersebut ternyata tidak benar.
Berdasarkan klarifikasi dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), tidak ada aturan yang menyebutkan bahwa tanah dan rumah akan menjadi milik negara jika tidak segera dikonversi ke sertifikat elektronik.
Faktanya, pemerintah memang sedang menjalankan program digitalisasi dokumen pertanahan melalui penerapan Sertifikat Tanah Elektronik.
Program ini telah diatur dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik.
Namun, tidak ada ketentuan yang menyebutkan bahwa warga wajib segera mengubah sertifikat fisik mereka ke bentuk elektronik dalam jangka waktu tertentu atau berisiko kehilangan asetnya.
Kementerian ATR/BPN juga menegaskan bahwa sertifikat tanah fisik yang telah dimiliki masyarakat tetap berlaku dan masih bisa digunakan sebagaimana mestinya.
Perubahan ke sertifikat elektronik dilakukan secara bertahap dan tetap melalui prosedur resmi yang diawasi oleh pemerintah.
Tujuan utama dari digitalisasi ini adalah untuk meningkatkan keamanan dokumen pertanahan, mengurangi risiko pemalsuan, serta mempermudah proses administrasi tanah dan properti.
Menteri ATR/BPN juga menekankan bahwa program ini tidak bertujuan untuk mengambil alih aset masyarakat, melainkan untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat terhadap kepemilikan tanah.
Dari hasil penelusuran, dapat disimpulkan bahwa klaim yang menyebutkan bahwa tanah dan rumah akan menjadi milik negara jika tidak diubah ke sertifikat elektronik sebelum 2026 adalah hoaks.
Pemerintah memang menerapkan program sertifikat elektronik, tetapi tidak ada aturan yang mengharuskan masyarakat segera mengubahnya dalam waktu tertentu atau menghadapi risiko penyitaan aset.
Masyarakat diimbau untuk tidak mudah percaya pada informasi yang belum terverifikasi.
Sebelum menyebarkan berita lebih lanjut, selalu pastikan untuk memeriksa sumber resmi dan terpercaya agar tidak terjebak dalam hoaks yang dapat menimbulkan keresahan.***