Rektor tak Nyaman, Sering Ditelepon ‘Parcok’
![Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto](https://orinews.id/wp-content/uploads/2025/02/1738835715_images.jpeg)
ORINEWS.id – Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun, merespons pernyataan Kepala Humas UNJ terkait pencopotan dirinya sebagai Koordinator Program Studi (Koorprodi) Pendidikan Sosiologi UNJ.
Ubedilah menilai penjelasan Kepala Humas UNJ keliru, karena menurut dia, pernyataanya didasari atas peristiwa yang sebenarnya, bukan sekedar argumen normatif seperti yang dinarasikan Humas UNJ.
Dalam penjelasannya, Ubedilah mengaku sangat memahami tentang perubahan UNJ menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH), sehingga ada konsekuensi restrukturisasi, penataan lembaga dan lain-lain.
Tetapi menurut Ubedilah, konteks pernyataannya bukan di situ, melainkan pada cara Rektor UNJ menerjemahkan PTNBH, membuat peraturan, dan mengimplementasikan penataan lembaga itu minim ruang partisipasi secara signifikan, baik dari dekan, dosen dan mahasiswa.
“Sejak awal saya sudah sampaikan bahwa pengangkatan koorprodi/kepala departemen di UNJ itu berdasarkan pasal 6 Peraturan Rektor (Pertor) No 1 tahun 2025 bersifat penugasan dari rektor. Jadi itu otoritas Rektor. Meskipun harus ada usulan dari dekan. Namun pada kasus yang saya alami. Informasi dari dekan, beliau telah mengusulkan kembali atas aspirasi dari kolega dosen-dosen di prodi, namun ditolak rektor tanpa alasan yang profesional. Jadi minim ruang partisipasi. Mungkin bisa juga disebut menguapnya mimpi merit system,” kata Ubedilah dalam keterangannya kepada Tribunnews, Kamis (6/2/2025).
Ubedilah kemudian menjelaskan, menilik Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) disebutkan dalam Pasal 1 sistem merit didefinisikan sebagai kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, yang diberlakukan secara adil dan wajar dengan tanpa diskriminasi.
Sebelumnya Kepala Humas UNJ, Syaifudin sempat merespons kabar pemberhentian Ubedilah sebagai Koorprodi Pendidikan Sosiologi FISH UNJ.
Ia mengatakan tidak ada pemecatan atau pencopotan Ubedilah dari posisi tersebut.
“Terkait pergantian Koorprodi Pendidikan Sosiologi FISH UNJ yang sedang ramai diberitakan, perlu saya luruskan bahwa UNJ tidak pernah melakukan pemecatan atau pencopotan atas posisinya sebagai Koorprodi. Namun yang bersangkutan memang masa jabatan Koorprodi era PTN-BLU sudah berakhir seiring perubahan status UNJ menjadi PTN-BH, dan yang bersangkutan juga tetap berstatus sebagai dosen PNS UNJ,” kata Syaifudin.
“Yang bersangkutan tidak lagi diangkat sebagai Koorprodi karena pertimbangan agar yang bersangkutan dapat lebih fokus menyelesaikan studi S3-nya di salah satu kampus negeri di Surabaya dan mengingat tugas Koorprodi begitu padat sehingga kuatir akan menghambat proses studi jenjang S3nya jika menjabat Koorprodi,” tambah dia.
Merespons pernyataan Syaifudin itu, Ubedilah menyebut ada tiga kekeliruan dari penjelasan Kepala Humas UNJ itu.
“Saya cermati ada tiga kekeliruan pernyataan Kepala Humas dan Informasi Publik UNJ. Pertama, kepala humas UNJ menyebut tidak ada pencopotan, faktanya ada pemberhentian karena ada pengangkatan Plt Koorprodi Pendidikan Sosiologi melalui Surat Perintah Pelaksana Tugas (Plt) Nomor: 72/UN39/KP/09.00/2025 yang dibuat Rektor pada tanggal 24 Januari 2025. Saya sendiri baru menerima SK Pemberhentian secara resmi setelah ramai pemberitaan atau setelah 10 hari pengumuman Plt yaitu hari Rabu tanggal 5 Februari 2025 jam 08.21 WIB,” kata Ubedilah.
“Kedua, pernyataan humas UNJ tidak berdasarkan peristiwa yang sebenarnya, tetapi normatif tekstual berdasar peraturan Rektor. Bahwa benar setelah PTNBH pengangkatan koorprodi adalah bersifat penugasan dari rektor dan atas usul pengajuan dari dekan. Tetapi realitanya berdasarkan penjelasan Dekan FISH bahwa beliau telah mengajukan kembali nama saya hingga dua kali, dan terakhir berbicara langsung dengan rektor berdasarkan kinerja di program studi yang bagus maka diajukan kembali seperti koorprodi-koorprodi yang lain. Tetapi rektor tetap menolak pengajuan dari pimpinan fakultas, tidak ada penjelasan dari rektor, kecuali berkata jangan UB. Lalu informasi dari kolega, bahwa memang rektor tidak nyaman dengan kiprah kritis saya selama ini. Termasuk karena beliau sering ditelepon ‘parcok’,” tambah Ubedilah.
“Ketiga, bahwa benar ada banyak pelantikan koorprodi baru karena UNJ berubah menjadi PTNBH. Tetapi realitanya di FISH dari 13 koorprodi hanya 3 koorprodi yang diganti, salah satunya saya. Anehnya saya adalah satu-satunya se-UNJ yang di-Plt-kan. Yang lain definitif,” kata dia.
“Mengapa Plt? Ada apa memaksakan Plt? Di situlah salah satu masalahnya yang menimbulkan sejumlah pertanyaan. Jadi, 10 koorprodi di FISH UNJ yang dilantik kembali adalah kurang lebih sama periode masa jabatannya dengan saya, dan mereka dilantik semua pada 24 Januari 2025. Jadi argumen humas UNJ keliru ” tegas Ubedilah.
Ubedilah kemudian meminta Menteri Pendidikan Tinggi dan Saintek untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi kebijakan PTNBH.
“Karena kasus seperti ini sesungguhnya juga terjadi di kampus-kampus PTNBH yang lain, bukan hanya UNJ. Sehingga ke depan akademisi dan intelektual kritis makin tergerus. Otonomi keilmuan, kebebasan akademik, kebebasan berpikir yang menjadi ciri khas kaum intelektual berangsur punah. Pada akhirnya dunia kampus menjadi kehilangan jati diri dan hanya menghasilkan intelektual tukang yang oleh Antonio Gramsci disebut intelektual tradisional yang bekerja hanya melakukan rutinitas dan tidak peduli dengan keadaan sekitarnya yang banyak ketidakadilan, kezaliman dan lain-lain,” ungkapnya.
“Jadi mohon maaf, biarkan mereka sedang mempertontonkan otoritasnya, monggo jalan terus. Saya pribadi nrimo, dan tidak menghamba pada kekuasaan, saya tetap komitmen berkontribusi untuk kemajuan UNJ dan bangsa ini meskipun tidak dalam struktural,” pungkasnya.