ORINEWS.id – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar membongkar kasus dugaan korupsi proyek aplikasi pajak Coretax yang telah dilaporkan Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) baru-baru ini.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman merasa heran dengan megaproyek Coretax di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) senilai Rp1,3 triliun yang diselimuti sederet masalah.
“Masak membuat aplikasi Coretax yang biayanya besar, tapi banyak masalah. Sering eror. Ini harus dibongkar musababnya. Menyangkut uang negara jangan main-main,” kata Boy sapaannya kepada Monitorindonesia.com, Sabtu (1/2/2025).
MAKI dan IWPI Siapkan Gugatan Jika KPK Lambat Bongkar Korupsi Coretax
IWPI dan MAKI saat ini menunggu pergerakan KPK dalam membongkar laporan dugaan korupsi Coretax maksimal 3 bulan.
“Kami bersama Mas Boyamin selaku koordinator pendiri MAKI menyatakan bahwa laporan dugaan korupsi terkait aplikasi Coretax seharusnya menjalani proses telaah selama 30 hari. Namun, biasanya telaah dari KPK dapat molor hingga tiga bulan,” kata Ketua Umum IWPI, Rinto Setiyawan.
Jika dalam tiga bulan, KPK tak menunjukkan keseriusan alam membongkar dugaan korupsi proyek Coretax senilai Rp1,3 triliun, MAKI bersama IWPI sepakat untuk mengajukan gugatan praperadilan.
Penting diketahui, bahwa proyek Coretax yang digadang-gadang sebagai sistem perpajakan modern justru menuai banyak keluhan dari para wajib pajak.
Sistem yang dikembangkan dengan dana besar ini dilaporkan memiliki banyak bug yang menghambat kelancaran administrasi perpajakan.
Sejak diluncurkan pada 1 Januari 2025, wajib pajak mengalami kesulitan mengakses layanan, menghadapi respons sistem yang lamban, hingga error yang mengganggu aktivitas dunia usaha.
Keluhan ini semakin memperburuk citra proyek Coretax, yang diketahui pemenang tender pengadaan sistem Coretax adalah LG CNS, yang sebelumnya sempat bersengketa terkait paten.
LG CNS Pernah Tersandung Kasus Paten
Berdasarkan laporan dari IWPI, LG CNS pernah menghadapi kasus pelanggaran paten terhadap PT Prasimax Inovasi Teknologi terkait sistem perpajakan berbasis digital.
Diketahui, Prasimax mengembangkan sistem pajak online dan mendaftarkan patennya sejak tahun 2011. Namun, pada 2013, LG CNS diduga menerapkan teknologi yang sama dalam proyek pajak online DKI Jakarta tanpa izin atau lisensi dari pemilik paten asli.
Prasimax sempat mengirimkan peringatan kepada LG CNS, namun perusahaan tersebut menolak mengakui pelanggaran dengan alasan paten Prasimax belum resmi disahkan saat itu. Meski demikian, setelah melalui proses panjang, paten milik Prasimax akhirnya resmi diberikan pada tahun 2016 dengan nomor IDP000043111.
LG CNS kembali dipercaya untuk menangani proyek Coretax. Maka wajar, hal ini memicu pertanyaan dari banyak pihak.
Sementara hal lain yang jadi pertanyaan adalah keterlibatan 169 pegawai Kemenkeu dalam proyek Coretax. Dengan jumlah personel yang cukup besar, diharapkan sistem ini berjalan dengan lancar dan efisien.
Namun, kenyataannya, banyak bug dan kesalahan teknis masih terjadi, sehingga menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas pengelolaan sumber daya dalam proyek megah ini.
Keterlibatan tim PSIAP dengan 169 pegawai khusus ini tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 483/KMK.03/2020.
Pada lampiran KMK tersebut, Tim PSIAP terdiri dari 169 orang yang terdiri dari manajer proyek satu orang, wakil manajer proyek satu orang, ketua tim lima orang, ketua subtim 24 orang, dan analisis sebanyak 138 orang.[source:monitor]