Alasan BGN Tak Masukkan Susu dalam Menu Makan Bergizi Gratis

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

ORINEWS.id – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menjelaskan alasan di balik keputusan tidak memasukkan susu dalam menu makan bergizi gratis (MBG) di sejumlah daerah. Ia mengungkapkan, ketidakseimbangan produksi susu sapi di berbagai daerah menjadi kendala utama dalam distribusi susu dalam program ini.

Menurut Dadan, susu memang sudah menjadi bagian penting dari makan bergizi, terutama di daerah-daerah yang memiliki produksi sapi perah. Namun, ia menyatakan bahwa untuk daerah yang belum memiliki produksi sapi perah, memasukkan susu ke dalam menu makan bergizi gratis tidaklah realistis.

“Susu kan sudah menjadi bagian dari makan bergizi, terutama untuk daerah-daerah di mana sapi perahnya ada. Tapi daerah-daerah yang belum ada sapi perahnya, jangan terlalu dipaksakan,” kata Dadan, Sabtu (25/1/2025).

Dadan juga menekankan, pemerintah tidak ingin memaksakan penyertaan susu dalam menu ini jika itu justru berpotensi meningkatkan impor susu. Hal tersebut, menurutnya, akan bertentangan dengan tujuan program makan bergizi yang berfokus pada pemenuhan gizi yang merata tanpa ketergantungan pada produk impor.

“Karena kalau dipaksakan akan meningkatkan impor ya,” jelasnya.

Pemerintah, lanjut Dadan, saat ini tengah menunggu peningkatan produksi susu sapi domestik di Indonesia. Ia berharap populasi sapi perah dapat meningkat di berbagai daerah sehingga program makan bergizi gratis bisa lebih merata dan berkelanjutan di masa depan.

“Jadi nanti biarkan populasi sapinya meningkat dan ada di setiap daerah, baru di situ nanti susu menjadi bagian dari program makan bergizi,” ujar Dadan.

Sementara itu, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi mengungkapkan, pemenuhan susu untuk wilayah Jakarta masih tergolong sulit. Di Jakarta, distribusi susu untuk anak-anak sekolah dasar belum dapat dilaksanakan, berbeda dengan daerah-daerah seperti Jawa Timur yang sudah memiliki koperasi susu yang kuat.

“Kalau yang di Jawa Timur sudah, Koperasi susu kita kuat tuh di Jawa Timur, kalau Jakarta susah,” kata Menkop Budi.

Meski demikian, pembagian susu tetap dilaksanakan di wilayah dengan tingkat produksi susu yang tinggi, sesuai dengan ketersediaan dan kebutuhan setempat.[]