ORINEWS.id – Gugatan hasil Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Selatan (Sulsel) yang masuk sebagai salah satu perkara di Mahkamah Konstitusi (MK), tak bisa dibantah oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak tergugat, maupun oleh Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) sebagai pihak pemberi keterangan.
Juru bicara Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulsel nomor urut 1, Moh Ramdhan Danny Pomanto-Azhar Arsyad (DIA), Asri Tadda, optimistis pihaknya akan memenangi gugatan di MK.
“Alhamdulillah, kita sudah mengikuti jalannya sidang dengan hasil positif,” kata Asri dalam keterangannya kepada media, Selasa (21/1/2025) malam.
Dia mendapati, KPU dan Bawaslu Sulsel tidak dapat membuktikan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilgub Sulsel yang bisa dipertanggungjawabkan keabsahan dan kebenarannya.
Sebab, pihaknya mendapati dugaan tanda tangan palsu yang tersebar di setiap TPS se-Sulawesi Selatan, dengan sebarannya diperkirakan ada di 90 hingga 130 per TPS.
“Kalau dirata-rata, kami dapatkan sekitar 110 tanda tangan palsu per TPS dari total 14.548 TPS di Sulsel. Dengan demikian, terdapat 1.600.280 tanda tangan palsu,” urainya.
Dugaan ini, menurut Asri, berawal dari pembatasan partisipasi pemilih melalui berbagai cara, termasuk tidak mendistribusikan seluruh undangan memilih kepada wajib pilih.
“Pemilih yang tidak hadir ke TPS digunakan hak pilihnya oleh oknum KPPS untuk mencoblos pasangan tertentu dan membubuhkan tanda tangan palsu atas nama pemilih tersebut. Ini terjadi secara terstruktur dan masif,” ungkap Asri.
Ia menyebut dugaan kecurangan yang sifatnya terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) pada Pilgub Sulsel, 27 November 2024 lalu dapat dilihat melalui dua pendekatan.
Pendekatan pertama adalah melalui analisis selisih partisipasi pemilih. Berdasarkan temuan tim DIA, rata-rata hanya 50 persen dari Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang menerima undangan memilih.
“Kami juga menemukan rata-rata 9 orang per TPS tidak hadir mencoblos karena persoalan jarak. Itu sekitar 1,96 persen dari total DPT. Dari data ini, tim DIA menghitung total realisasi pemilih sebesar 48,04 persen, jauh lebih rendah dari angka partisipasi versi KPU Sulsel sebesar 71,8 persen,” kata Asri.
“Dengan selisih ini, terdapat 23,76 persen suara tak bertuan, atau sekitar 1.587.360 suara dari total 6.680.807 DPT di Sulsel,” sambungnya.
Pendekatan kedua, lanjut Asri menjelaskan, adalah dugaan tanda tangan palsu, dengan temuan rata-rata 110 tanda tangan palsu per TPS. Sehingga jumlah total hak suara masyarakat yang dicuri mencapai 1.600.280.
“Kedua pendekatan ini memberikan hasil yang hampir serupa, yaitu 1.587.360 suara tak bertuan dan 1.600.280 tanda tangan palsu. Dari temuan tim hukum DIA ini, dapat disimpulkan bahwa pasangan Danny-Azhar adalah pemenang sesungguhnya dari Pilgub Sulsel,” turunnya.
Menurutnya, jika suara yang dicoblos bukan oleh pemilih berarti adalah suara “siluman”, maka harus dikurangi dari perolehan pasangan nomor urut 2. Adapun kemungkinan pasangan DIA unggul secara signifikan dapat dikalkulasikan.
“Pasangan 02 memperoleh 3.014.255 suara, tetapi setelah dikurangi suara siluman, hanya tersisa 1.587.360. Sedangkan pasangan DIA memperoleh 1.600.029 suara. Jadi jelas, kami adalah pemenang sesungguhnya,” ucap Asri.
Karena itu, Asri optimis gugatan DIA di MK akan berlanjut ke sidang pokok perkara. Pasalnya, Ketua Majelis Panel 2 Mahkamah Konstitusi Saldi Isra tidak mendapatkan keterangan yang cukup jelas sebagai bantahan atas gugatan 1,6 juta tanda tangan pemilih dipalsukan.
“Kami yakin fakta-fakta yang kami hadirkan di persidangan akan memperkuat posisi kami. Insya Allah, DIA akan memenangkan Pilgub Sulsel secara konstitusional di Mahkamah Konstitusi,” pungkas Asri.[]