Tak Akur dengan Sandy Permana sejak 2019, Nanang Gimbal Jual Rumah dan Pilih Ngontrak
ORINEWS.id – Terungkap awal mula ketidakharmonisan antara aktor sinetron ‘Mak Lampir’ Sandy Permana (46) dengan tetangganya Nanang Irawan alias Gimbal (45).
Sebagaimana diketahui, Sandy Permana tewas ditusuk Nanang Gimbal di Perumahan TNI/Polri Cibarusah Jaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Minggu (12/1/2025) pagi.
Nanang Gimbal yang sempat kabur pun berhasil ditangkap tim Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya bersama Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Bekasi di Dusun Poris, Desa Kutamukti, Kecamatan Kutawaluya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu (15/1/2025) pagi.
Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Wira Satya Triputra mengungkapkan bahwa tersangka Nanang Gimbal bertetangga dengan korban Sandy Permana di Blok H4 RT. 05/RW. 08 perumahan tersebut sejak 2017.
Namun sayangnya, hubungan bertetangga mereka tidak harmonis. Berdasarkan pengakuan tersangka, korban adalah sosok yang pemarah.
“Sehari-hari, tersangka menjalani kehidupan bertetangga dengan korban secara tidak harmonis,” ujar Wira dalam konferensi pers Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (16/1/2025), dikutip Tribunnews.com dari YouTube KOMPASTV.
“Tersangka tidak pernah menyapa korban, demikian pula korban juga tidak pernah menyapa tersangka,” sambungnya.
Tersangka Nanang Gimbal dihadirkan dalam konferensi pers pembunuhan Sandy
Bahkan, ketidakakuran tersebut membuat Nanang Gimbal sampai menjual rumah dan memutuskan untuk pindah ke kontrakan di blok lain di lingkup perumahan setempat.
“Pada tahun 2020, tersangka dan keluarganya memutuskan untuk menjual rumah dari pada si tersangka yang ditempati tersangka beserta keluarganya, dan kemudian pindah untuk mengontrak di blok lain namun pada masih lingkup di perumahan tersebut yaitu di Blok H5 Nomor 1,” beber Wira.
Adapun ketidakharmonisan Sandy Permana dan Nanang Gimbal bermula pada tahun 2019.
Kala itu, Sandy Permana yang menggelar pesta pernikahan mendirikan hendak mendirikan tenda sampai ke pekarangan rumah Nanang Gimbal.
Tanpa seizin Nanang Gimbal, Sandy Permana pun menebang pohon di pekarangan rumah tersangka.
Dalam hal ini, Nanang Gimbal memilih diam karena merasa korban adalah orang yang sangat pemarah.
“Tersangka tidak menegur korban karena tersangka tahu korban sangat pemarah,” kata Wira.
“Atas perbuatan dari pada korban, tersangka merasa sakit hati dan menyimpan dendam kepada korban,” tambahnya.
Ketegangan antara Sandy Permana dan Nanang Gimbal kembali terjadi saat rapat warga untuk menurunkan Ketua RT 05/RW 08 dari jabatannya pada Oktober 2024 lalu.
“Dalam acara tersebut, korban berteriak dan beradu mulut dengan istri ketua RT. Lalu tersangka menegur korban dengan kalimat ‘enggak usah teriak-teriak biasa aja’,” jelas Wira.
“Namun korban melototi tersangka dan berkata kepada tersangka dengan kalimat ‘Lu bukan warga sini, enggak usah ikut-ikutan’,” lanjutnya.
Sikap Sandy Permana itulah yang menambah rasa dendam Nanang Gimbal terhadapnya.
Kronologi, Motif, dan Modus Penusukan Sandy Permana
Diberitakan sebelumnya, Wira mengungkapkan kronologi lengkap penusukan yang menewaskan Sandy Permana.
Penusukan terjadi pada sekitar pukul 06.30 WIB saat tersangka Nanang Gimbal memperbaiki sepeda motor di pinggir jalan di depan rumahnya.
Kemudian Nanang Gimbal melihat korban Sandy Permana yang mengendarai sepeda motor listrik melintas di depan rumah tersangka.
Berdasarkan pengakuan Nanang Gimbal, Sandy Permana menatapnya dengan sinis bahkan sempat meludah ke arahnya.
“Tiba-tiba korban meludah dan menatap sinis terhadap tersangka kemudian tersangka merasa emosi,” jelas Wira.
Melihat hal tersebut, Nanang Gimbal merasa tersinggung dan sontak ingin meluapkan emosinya yang selama ini ia pendam terhadap korban.
“Lalu tersangka mengambil pisau dari kandang di samping rumah, kemudian tersangka berlari mengejar korban dengan maksud untuk melukai korban serta meluapkan kekesalan yang selama ini terpendam,” papar Wira.
Nanang Gimbal menusukkan pisau yang diambilnya itu ke arah korban secara bertubi-tubi.
“Modus operandi dari pada si pelaku melakukan perbuatan yaitu dengan cara menusuk ke bagian perut kiri korban sebanyak 2 kali dalam posisi korban masih berada di atas motor,” katanya.
Wira mengatakan bahwa korban sempat berhenti untuk memberikan perlawanan terhadap serangan Nanang Gimbal.
“Kemudian korban berhenti dan korban melakukan perlawanan dengan cara menangkis,” sebut Wira.
Tetapi, Nanang Gimbal tanpa ampun tetap berusaha untuk menusuk korban.
“Tersangka tetap berusaha untuk melukai korban dengan cara menusuk kembali ke arah pelipis kiri korban sebanyak 1 kali, kemudian menusuk kepala korban sebanyak 1 kali. Kemudian menusuk ke arah dada korban sebanyak 1 kali. Kemudian pelaku menusuk ke arah leher kiri korban sebanyak 1 kali,”
“Selanjutnya pada saat korban ingin lari menyelamatkan diri, tersangka mengejar dan menusuk kembali ke arah punggung kiri korban sebanyak 1 kali dengan menggunakan sebilah pisau,” terangnya.
Sandy Permana sempat dilarikan ke RSUD Cileungsi di daerah Bogor guna mendapat pertolongan medis, tetapi sayang nyawanya tidak terselamatkan.
Berdasarkan hasil autopsi korban, Sandy Permana meninggal dunia akibat pendarahan hebat dari luka tusuk di bagian leher.
“Didapatkan beberapa luka di tubuh korban yakni pada bagian dada khususnya, kemudian bagian leher kiri, kemudian di pelipis sebelah kiri, bagian kepala, bagian wajah, bagian punggung serta perut,”
“Dari hasil visum maupun autopsi, disimpulkan bahwa penyebab kematian diakibatkan kekerasan benda tajam pada sisi kiri leher yang memotong pembuluh bilik utama kiri sehingga menyebabkan pendarahan hebat,” beber Wira.
Dijelaskan Wira, motif Nanang Gimbal menghabisi nyawa Sandy Permana adalah karena sakit hati.
“Disebabkan karena pelaku ataupun tersangka sakit hati, merasa direndahkan oleh korban dengan cara melihat ke arah tersangka secara sinis dan korban meludah ke arah tersangka,” kata Wira.
Atas perbuatan kejamnya, Nanang Gimbal dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan/atau Pasal 354 ayat (2) KUHP tentang penganiayaan berat mengakibatkan kematian.
“Terhadap tersangka, kami persangkakan dengan Pasal 338 KUHP dan/atau Pasal 354 ayat (2) KUHP, dengan ancaman untuk Pasal 338 KUHP yaitu maksimal 15 tahun (penjara), sedangkan untuk Pasal 354 ayat (2) dengan ancaman hukuman selama 10 tahun,” tandasnya