ORINEWS.id – Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kabupaten Aceh Besar, Akhyar M. Ali, resmi meraih gelar doktor bidang Fiqh Modern Pascasarjana UIN Ar-Raniry, setelah mempertahankan disertasinya “Konstruksi Hukum Pertimbangan Hakim Terhadap Dispensasi Pernikahan Anak (Studi di Mahkamah Syari’yah Takengon)”.
Sidang promosi doktor yang berlangsung di Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Kamis, 15 Januari 2025 diketua Prof. Dr. Teuku Zulfikar, Sekretaris Dr. Husnul Arifin Melayu MA. Penguji Prof. Dr. Muhibbuththabry, M.Ag, Prof. Dr. Soraya Devy M.Ag, Prof. Dr. Analiansyah, M.Ag dan Dr. Jufri Ghalib, S.H., M.H. Sedangkan promotor Prof.Dr. Syahrizal Abbas, MA dan Prof. Dr. Ridwan Nurdin, M.CL.
Akhyar menjelaskan Aceh Tengah menjadi daerah yang banyak terjadi dispensasi nikah yang diputuskan oleh Mahkamah Syar’iyah Takengon. Dasar ini menjadi bagian latar belakang masalah sekaligus fokus penelitian di kawasan dingin tersebut.
Dr Akhyar menyebutkan hasil penelitiannya, bahwa konstruksi hukum pertimbangan hakim dalam menetap dispensasi pernikahan atas dasar filosofis. Dispensasi ini mencegah kemuzaratan lebih besar, sesuai asas kemaslahatan. Hal ini senada dengan kaidah fikih “Dar’ul mafaṣid muqaddamu ‘ala jalbil maṣalih (menolak terjadinya mafsadat lebih diprioritaskan dari pada menarik suatu kemaslahatan)”.
“Secara yuridis UU Nomor 16 Tahun 2019 dan Peraturan Mahkamah Agung memberikan ruang dispensasi atas alasan mendesak yang hakim tafsirkan dalam konteks kasus,” jelasnya saat mempertahankan disertasi di hadapan penguji.
Secara sosiologis, kata Akhyar, pemberian dispensasi mempertimbangkan realitas sosial, ekonomi, dan pola pikir masyarakat, seperti kekhawatiran terhadap pergaulan bebas atau tanggung jawab keluarga.
Selanjutnya, tambah Akhyar, implementasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 terkait batas usia pernikahan terhadap permohonan dispensasi kawin khususnya di Mahkamah Syar’iyah Takengon, bahwa penerapan norma hukum dalam usia pernikahan pada Mahkamah Syar’iyah Takengon belum efektif, karena tidak adanya kepastian hukum. Undang-undang ini perlu dikonstruksi dari segi umur. Umur 18 tahun adalah batasan yang dapat diberikan dispensasi pernikahan. Bagi pasangan yang belum mencapai umur 18 tahun, maka Pengadilan Agama/Mahkamah Syar’iyah harus menolak permohonan tersebut.
“Hal ini agar terwujudnya perlindungan anak yang sejalan dengan UUPA,” jelas Ketua MPW BKPRMI Aceh ini.
Terakhir, kata Akhyar, tingginya pernikahan anak yang terjadi di masyarakat memiliki dampak yang sangat serius terhadap beberapa aspek, seperti kesehatan, kehidupan sosial, psikologis, pendidikan dan terhadap potensi perceraian. Dampak selanjutnya adalah ketidakpastian hukum karena peraturan perundang-undangan tidak dapat diterapkan secara efektif dan efisien, sehingga hukum tidak berfungsi sebagaimana tujuan awal pembentukannya.
Sementara promotor, Prof Syahrizal Abbas meminta Akhyar untuk taat asas dalam akademik, seperti logika berpikir perbaiki, teknik penulisan perbaiki, dan metedologi perbaiki.
“Apresiasi, selamat, dan sukses. Jangan pernah berhenti belajar dan penelitian jangan pernah berhenti,” ucapnya.
Sidang promosi doktor ayah empat anak ini dihadiri Kasubbag Tata Usaha Kankemenag Aceh Besar, H. Khalid Wardana, M.Si, kepala kepala Kantor Urusan (KUA) dan Penyuluh Agama Islam di Aceh Besar, Ketua Umum BKPRMI Aceh, keluarga dan undangan lainnya.