Gangguan Sistem AHU dan Coretax Hambat Kerja Notaris dan Dunia Usaha

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

ORINEWS.id – Gangguan pada sistem Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum sejak akhir tahun lalu hingga kini telah berdampak signifikan pada pekerjaan para notaris serta operasional dunia usaha. Sutra Oktaviani, seorang notaris, menyampaikan bahwa masalah ini sangat menghambat kegiatan administratif, mulai dari pendirian perusahaan hingga pengurusan fidusia.

Sutra mengungkapkan bahwa gangguan sistem ini sudah mulai terasa sejak sebelum tahun baru. Namun gangguan semakin parah setelah tahun baru, sehingga banyak proses administrasi yang benar-benar terhenti.

“Beberapa pekerjaan saya lumayan ter-pending, seperti pendirian perusahaan. Untungnya, sebelum tahun baru, saya sudah meminta pegawai saya untuk mengakses semua akta yang memang butuh akses ke AHU,” ujarnya saat dikonfirmasi oleh Hukumonline, Senin (13/1).

Menurut Sutra, batas waktu pengurusan dokumen menjadi tantangan tersendiri dalam situasi ini. Ia menceritakan terkait pendirian PT yang masih ada waktu 60 hari sejak tanda tangan, sehingga pihaknya tidak begitu khawatir. Namun, tentunya pihak PT pasti akan terus menanyakan kapan dokumen selesai dan kapan sudah bisa aktif. Dikarenakan sistem yang down, pihaknya tidak bisa akses, dan SK pengesahan pendirian pun belum keluar sehingga sangat menghambat keduanya.

Kondisi lebih kritis terjadi pada pengurusan fidusia, yang hanya memiliki jangka waktu akses tujuh hari.

“Kemarin saya ada akta fidusia yang ditandatangani minggu lalu. Saat itu saya belum khawatir karena biasanya akses hanya memakan waktu satu hari, lalu selesai. Tapi sekarang sudah hampir seminggu, dan sistem AHU belum bisa diakses. Kalau sampai besok tidak selesai, kami harus tanda tangan ulang karena melewati batas waktu akses,” paparnya.

Sutra menilai gangguan ini erat kaitannya dengan perubahan teknis di sistem perpajakan, khususnya implementasi sistem Coretax oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang mulai efektif pada 1 Januari 2025.

“DJP mengubah format NPWP dari 15 digit menjadi 16 digit, sedangkan sistem AHU masih menggunakan format lama. Sinkronisasi ini ternyata belum selesai dan dampaknya besar sekali,” kata Sutra.

Ia juga menyebutkan bahwa masalah ini sebenarnya sudah menjadi perhatian AHU dan sempat berkonsultasi dengan pihak AHU karena masalah ini menyangkut dan mempengaruhi ekonomi nasional.

“Tapi karena melibatkan dua instansi, mereka bilang perbaikannya akan lebih sulit. Waktu saya tanya kapan selesai, jawabannya hanya ‘secepatnya’ tanpa kepastian,” tambahnya.

Sutra menegaskan bahwa tidak ada manfaat yang bisa diambil dari situasi ini. Sistem down ini, kata dia, tidak ada plusnya sama sekali, justru menambah beban kerja, seperti harus melakukan restatement ulang untuk akta yang sudah habis masa aksesnya.

Ia juga mengkhawatirkan dampak jangka panjang pada bisnis. Menurutnya, banyak perusahaan yang seharusnya sudah bisa jalan, tapi jadi tertunda karena dokumen legalnya belum selesai. Hal ini merugikan banyak pihak, bukan hanya notaris, tapi juga dunia usaha secara umum.

Lebih lanjut, sebagai seorang notaris, Sutra mendukung penuh upaya digitalisasi yang dilakukan pemerintah, tetapi ia berharap implementasi sistem baru seperti ini lebih matang di masa mendatang.

“Saya paham, pemerintah ingin semua serba digital untuk efisiensi. Tapi sebelum sistem baru dijalankan, pastikan dulu semuanya sudah siap. Jangan dilempar ke masyarakat sebelum yakin sistemnya lancar,” tegasnya.

Menurutnya, uji coba internal sangat penting sebelum sistem baru diumumkan dan diterapkan. “Baiknya mereka tes dulu di dalam, pastikan kelancarannya. Kalau sudah smooth, baru di-announce. Kalau seperti ini, sistemnya belum siap, tapi sudah dijalankan. Kita mau nggak mau harus mengikuti, meskipun dampaknya sangat menghambat,” imbuhnya.

Ia juga menyarankan agar pemerintah menyediakan solusi alternatif selama sistem belum sepenuhnya berjalan lancar. Sutra mencontohkan pengurusan manual bisa jadi opsi sementara. Ia mengingatkan agar jangan sampai proses digitalisasi malah menghambat sistem bisnis dan pemerintahan yang sudah berjalan, karena banyak perusahaan yang akhirnya terganggu karena situasi ini.

“Yang penting kedepannya, digitalisasi harus dibarengi kesiapan sistem dan tim pendukungnya, termasuk IT. Kalau tidak, upaya baik ini malah jadi bumerang,” pungkasnya.

Perkembangan Perbaikan Sistem Coretax

Sementara, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan melaporkan upaya perbaikan terhadap sistem Coretax telah menghasilkan sejumlah perkembangan. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan perbaikan itu dilakukan terhadap tiga proses bisnis.

Pertama, layanan pendaftaran yang mencakup gagal login, pendaftaran NPWP, pendaftaran NPWP warga negara asing (WNA), pengiriman one-time password (OTP), dan update profil wajib pajak termasuk perubahan data penanggung jawab (PIC) perusahaan dan karyawan selain PIC.

Kedua, surat pemberitahuan tahunan (SPT) yang meliputi pembuatan faktur pajak yang disampaikan dalam bentuk *.xml. Ketiga, Document Management System yang mencakup proses penandatanganan faktur pajak menggunakan Kode Otorisasi DJP ataupun sertifikat elektronik.

Sampai dengan 13 Januari 2025 pukul 10.00 WIB, wajib pajak yang sudah berhasil mendapatkan sertifikat digital/sertifikat elektronik untuk menandatangani faktur pajak berjumlah 167.389.

Sementara itu, wajib pajak yang sudah berhasil membuat faktur pajak sebanyak 53.200 dengan jumlah faktur pajak yang telah diterbitkan sebanyak 1.674.963 dan faktur pajak yang telah divalidasi atau disetujui sebesar 670.424.

Dwi memastikan DJP terus melakukan perbaikan dengan harapan tidak ada lagi masalah yang dihadapi oleh wajib pajak dalam mengakses layanan Coretax DJP.

“Kami mengucapkan terima kasih atas kerja sama dan kesabaran wajib pajak dalam membantu pemerintah memiliki sistem informasi yang maju. Daftar pertanyaan yang sering diajukan beserta jawabannya dapat diakses pada laman landas Direktorat Jenderal Pajak pada tautan www.pajak.go.id,” ujar Dwi, Senin (13/1).

Apabila masih menemui kendala, wajib pajak dapat menghubungi kantor pajak setempat atau Kring Pajak 1500 200.

“Kami akan terus memperbaharui informasi terkait perkembangan Coretax DJP secara berkala,” tutur Dwi.[]