Pengadilan Tinggi Pontianak Vonis Bebas WN China Terdakwa Tambang Ilegal Rugikan Negara Rp1 Triliun
ORINEWS.id – Pengadilan Tinggi Pontianak mengabulkan permohonan banding terdakwa Yu Hao (49) dalam kasus penambangan tanpa izin di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Dalam dokumen Petikan Putusan Pidana yang diterima, Ketua Majelis Hakim Isnurul S Arif menyatakan bahwa permintaan banding Yu Hao diterima dan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Ketapang Nomor 332/Pid.Sus/2024/PN Ktp yang dijatuhkan pada 10 Oktober 2024.
Majelis hakim juga memutuskan bahwa terdakwa Yu Hao tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penambangan tanpa izin, sebagaimana diatur dalam dakwaan tunggal penuntut umum.
Sebagai konsekuensinya, Yu Hao dibebaskan dari semua dakwaan dan tahanan.
Kepala Seksi Intelejen Kejaksaan Negeri Ketapang, Panter Rivay Sinambela, membenarkan penerimaan Petikan Putusan Pidana tersebut dan memastikan bahwa jaksa akan melakukan kasasi.
“Iya betul, kita wajib kasasi,” kata Panter saat dihubungi pada Selasa (14/1/2025).
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Ketapang memutuskan Yu Hao bersalah dan menjatuhkan vonis hukuman penjara selama 3,5 tahun serta denda sebesar Rp 30 miliar.
Terdakwa, yang merupakan warga negara China, dituduh melanggar Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dengan tuntutan pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp 50 miliar.
Jika denda tidak dibayar, terdakwa akan dikenakan kurungan selama enam bulan, dikurangi masa penangkapan dan/atau penahanan yang telah dijalani.
Sebelumnya, aktivitas tambang emas ilegal yang dilakukan oleh sejumlah WNA China yang dikoordinir oleh Yu Hao telah menyebabkan kerugian negara yang signifikan.
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan kerugian negara akibat penambangan ilegal tersebut mencapai Rp 1,020 triliun, yang berasal dari hilangnya cadangan emas sebanyak 774,27 kg dan perak sebanyak 937,7 kg.
Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Ditjen Minerba telah melakukan serangkaian penyelidikan dan meningkatkan statusnya menjadi tahap penyidikan terhadap kegiatan pertambangan tanpa izin yang dilakukan oleh Yu Hao dan komplotannya.
Direktur Teknik dan Lingkungan/Kepala PPNS Ditjen Minerba, Sunindyo Suryo Herdadi, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menemukan sejumlah bukti kegiatan penambangan bijih emas di lokasi yang sedang dalam proses pemeliharaan.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) tersebut dimiliki oleh dua perusahaan emas, yaitu PT BRT dan PT SPM, yang belum memiliki persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk produksi tahun 2024-2026.
Setelah dilakukan pengukuran oleh surveyor, ditemukan kemajuan lubang tambang dengan total panjang 1.648,3 meter dan volume total tunnel mencapai 4.467,2 m³.
Di lokasi tambang, ditemukan berbagai alat bukti yang menjadi ciri khas pengolahan dan pemurnian emas, antara lain pemecah batu (grinder), induction furnace, dan bahan kimia penangkap emas.
Barang bukti tersebut saat ini dititipkan di Polres Ketapang karena alasan mobilisasi, sementara beberapa barang bukti lainnya masih dalam perjalanan terhambat masalah administrasi penerbangan.
Modus operandi yang digunakan dalam tindak pidana ini adalah memanfaatkan lubang tambang dalam (tunnel) yang masih dalam masa pemeliharaan dengan alasan kegiatan pemeliharaan dan perawatan.
Namun, kegiatan di dalam tunnel meliputi blasting atau pembongkaran menggunakan bahan peledak, serta pengolahan dan pemurnian bijih emas di lokasi tersebut.
Hasil pemurnian dibawa keluar dalam bentuk dore atau bullion emas.
Dari uji sampel di lokasi pertambangan, kadar emas yang ditemukan cukup tinggi, dengan sampel batuan mengandung 136 gram/ton dan sampel batu tergiling mengandung 337 gram/ton.
Selain itu, ditemukan juga merkuri (Hg) yang digunakan untuk memisahkan bijih emas dari logam atau mineral lain, dengan kandungan Hg mencapai 41,35 mg/kg.
Yu Hao bertindak sebagai penanggung jawab semua kegiatan di tunnel, yang melibatkan lebih dari 80 Tenaga Kerja Asing (TKA) China, serta beberapa warga lokal yang mendukung kegiatan non-inti seperti pemompaan, housekeeping, dan katering.[]