Sosok Darso Warga Semarang Tewas Diduga Dianiaya Polisi, Keluarga Ditawari Uang Damai Rp25 Juta

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

ORINEWS.id –  Inilah sosok Darso warga Semarang tewas diduga dianiaya polisi.

Wajah Darso meninggal selepas dirawat di rumah sakit dengan sejumlah luka lebam.

Sementara keluarga mengaku ditawari Rp25 juta oleh pelaku.

Beberapa oknum polisi dari Satlantas Polresta Yogyakarta disebut- sebut sebagai penyebab kematian Darso, warga Kampung Gilisari, Kelurahan Purwosari, Kecamatan Mijen, Kota Semarang.

Darso meninggal selepas diduga dianiaya oleh beberapa polisi itu.

Keluarga sempat diberi uang Rp25 juta dari para terduga pelaku sebagai uang damai. 

“Sebelum meninggal, suami saya dijemput pukul 06.00 oleh tiga orang pakai mobil.”

“Dijemput dalam kondisi sehat, pukul 14.00 dikabari jika suami saya di rumah sakit,” ujar istri Darso, Poniyem (42) di Mapolda Jateng, Jumat (10/1/2025) malam dikutip dari TribunJateng.com

Poniyem mendatangi Polda Jateng untuk membuat laporan kejadian penganiayaan berujung suaminya meninggal. 

Poniyem yakin suaminya dihajar oleh orang-orang yang mendatangi rumahnya. 

Sebab, suaminya selama di rumah sakit mengaku dihajar oleh orang-orang tersebut.

“Saya lihat ada luka lebam-lebam di kepala bagian pipi kanan,” terangnya.

Dia berkata, suaminya memiliki riwayat jantung.

Bagian organ jantungnya sudah dipasangi ring.

Dengan kondisi tersebut, korban malah mengalami penganiayaan. 

“Suami sempat didatangi oknum itu di rumah sakit.”

“Selepas mereka pergi, suami baru cerita habis dipukuli oleh mereka,” terangnya.

Kuasa hukum keluarga korban, Antoni Yudha Timor mengatakan, melaporkan dugaan tindak pidana penganiayaan berencana yang mengakibatkan kematian dan dugaan pidana menyebabkan maut yang sebagaimana diatur dalam Pasal 355 ayat 2 KUHP junto Pasal 170 ayat 2 dan ayat 3 yang diduga dilakukan oleh oknum dari Satlantas Polresta Yogyakarta.

Terlapor yakni anggota Satlantas Polresta Yogyakarta berinisial I. 

Dalam pelaporan tersebut, mereka sudah membawa beberapa bukti seperti hasil rontgen gesernya ring jantung korban, foto dan video serta bukti lainnya. 

Termasuk saksi dari keluarga korban.

“Dia anggota aktif.”

“Sementara 1 orang terlebih dahulu yang dilaporkan, tapi dugaan ada 6 orang yang melakukan penganiayaan,” ujarnya.

Pelaporan dilakukan di Polda Jateng karena dugaan penganiayaan dilakukan 200 meter dari rumah korban dan masih di wilayah Kecamatan Mijen.

“Kejadian penganiayaan pada 21 September 2024.”

“Korban meninggal pada 29 September 2024.”

“Memang ada jarak pelaporan karena keluarga didatangi sejumlah orang untuk mengajak damai hingga akhirnya mereka meminta bantuan kami,” jelas Antoni.

Dia mengungkapkan, kejadian penganiayaan berujung kematian ini berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas yang dialami korban yang menyetir, lalu menabrak orang di wilayah hukum  Polresta Yogyakarta pada Juli 2024.

Korban sempat bertanggungjawab dengan membawa korban ke klinik terdekat.

Namun  karena tidak punya uang, korban meninggalkan KTP.

Pasca kejadian itu, korban pulang ke Semarang. 

“Korban ketakutan karena mobil rental, juga dia ke Jakarta mencari uang selama dua bulan.”

“Tetapi karena tidak ada hasil, pulang lagi ke Semarang,” terangnya.

Selama sepekan di Semarang, kata dia, korban lalu dijemput oleh orang diduga anggota dari Satlantas Polrestabes Yogyakarta.

Mereka mendatangi rumah korban mengendarai mobil.

Tiga orang turun menanyakan kepada istri korban soal kebenaran alamat korban. 

Tanpa curiga istri korban memanggil korban karena mengira tiga orang itu adalah teman korban.

Korban lalu keluar menemui anggota tersebut.

“Korban dibawa tanpa surat penangkapan surat tugas dan tanpa surat apapun,” bebernya.

Antoni melanjutkan, dua jam selepas dijemput, ketua RT mendatangi rumah korban untuk memberitahukan bahwa korban berada di RS Permata Medika Ngaliyan Semarang.

Pengakuan korban, dia sempat dipukuli di kepala, perut, dan dada.

“Korban dirawat di ICU selama 3 hari, kemudian ruang perawatan 3 hari.”

“Di rumah 2 hari hingga akhirnya korban meninggal,” paparnya.

Dia mengungkapkan, sebelum meninggal, korban sempat menyatakan tidak terima atas kejadian yang menimpanya.

Korban meminta keadilan karena diduga dihajar dan dipukul oleh aparat kepolisian.

“Sebelum meninggal, korban meminta kasus ini diproses.”

“Kami akui sempat ada mediasi tapi gagal,” ungkapnya.

Mediasi yang dimaksud oleh Antoni yakni tiga kali pertemuan yang dilakukan oleh keluarga korban.

Pertemuan itu tidak dilakukan di rumah korban, melainkan di Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal.

“Selama pertemuan mereka mengenakan seragam polisi,” terangnya.

Antoni menyebut, keluarga diberi uang Rp25 juta.

Keluarga menganggap uang itu sebagai uang duka karena korban telah meninggal.

Namun, uang itu sampai sekarang masih utuh belum tersentuh.

Bahkan adik korban merasa tidak terima atas pemberian uang tersebut, sehingga meminta uang itu dikembalikan. 

“Saya juga sempat menghubungi terduga pelaku, tapi tidak ada niat baik.”

“Mereka meminta saya ke Yogyakarta, saya tolak,” ujarnya.  

Sementara, pelaporan ini telah diterima Polda Jateng di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT).

Keluarga korban berharap, kasus ini segera diproses oleh Polda Jateng.  

Terkait hal ini, belum ada konfirmasi dari Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto.

Kombes Pol Artanto belum merespon saat wartawan berusaha menghubungi melalui pesan WhatsApp.