Seruan Megawati Mundur dari Ketum PDIP, Puan Maharani: Jangan Berandai, Hormati Internal

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

ORINEWS.id  — Ketua DPP PDIP Puan Maharani buka suara mengenai isu pergantian ketua umum (ketum) dan sekretaris jenderal (sekjen) yang menguat jelang kongres pada April 2025.

Dia menyebutkan, pergantian struktur merupakan hal yang wajar dilakukan saat kongres partai Politik (parpol).

Namun, dia menegaskan bahwa masing-masing partai punya mekanisme internal sendiri.

“Setiap proses kongres di setiap partai politik itu kan biasa kalau kemudian terjadi pergantian struktur-struktur di partainya,” ucap Puan baru-baru ini.

Puan tidak mau berspekulasi lebih jauh mengenai pergantian ketua umum dan sekjen di partai berlambang kepala banteng itu.

Puan Maharani juga enggan mengomentari permintaan seruan mundur terhadap Megawati.

“Kita jangan berandai-andai. Kita saling menghargai dan menghormati proses internal yang ada di suatu partai. Jadi, nanti kita ikuti kongres itu akan berjalan seperti apa,” kata Puan.

Sebelumnya diberitakan, permintaan mantan kader PDI-P Effendi Simbolon agar Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri mundur tentu punya target politik tertentu.

Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga mengatakan, apalagi permintaan Effendi Simbolon itu disampaikan pasca bertemu Joko Widodo di Solo, muatan politisnya tentu sangat kental.

“Permintaan Effendi Simbolon itu bisa jadi sebagai pancingan terhadap faksi-faksi di PDIP saat mendekati kongres. Simbolon ingin mengetahui reaksi dari setiap faksi bila Megawati mundur,” ucap Jamil, Jumat (10/1/2025).

Jamil mengatakan, pancingan itu tentunya tidak hanya motif politik Effendi Simbolon. Bisa jadi motif politik itu sesungguhnya motif Jokowi

“Karena itu, Effendi Simbolon bisa saja hanya perpanjangan tangan Jokowi. Ada kemungkinan Jokowi yang sesungguhnya menginginkan Megawati mundur sebagai Ketum PDIP,” imbuhnya.

Dia menilai kemungkinan itu bisa saja terjadi agar Jokowi dapat menyusupkan orangnya sebagai pengganti Megawati pada kongres PDIP mendatang.

Peluang itu sangat terbuka, karena di internal PDIP sendiri terbela dalam menilai Jokowi.

“Puan dan Prananda saja terkesan berbeda menilai Jokowi. Puan terkesan lebih koperatif terhadap Jokowi. Hal itu terlihat dari pernyataan Puan yang cenderung normatif  dalam menilai Jokowi,” jelas dia.

Sebaliknya, Prananda terlihat lebih tegas dalam menilai Jokowi. Hanya saja Prananda menggunakan mulut kader PDIP dalam menilai Jokowi. Salah satunya melalui Hasto, yang terus menerus menyerang Jokowi.

“Jadi, bisa saja Jokowi melalui Effendi Simbolon melihat celah di internal PDIP yang tidak solid. Celah ini coba dimanfaatkan agar pada Kongres mendatang terjadi pergantian Ketum PDIP,” ucapnya.

“Kalau hal itu terwujud, maka peluang Jokowi dan Effendi Simbolon kembali ke PDIP lebih terbuka. Tampaknya inilah motif politik Jokowi dan Effendi Simbolin meminta Megawati mundur,” tutup Mantan Dekan FIKOM IISIP Jakarta itu.

Jokowi Risih dikaitkan Megawati

Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) ogah dikait-kaitkan dengan kasus hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto. 

Hal ini diungkapkan Jokowi usai namanya diseret oleh mantan kader PDIP, Effendi Simbolon. 

Effendi Simbolon menyebut Jokowi pernah melindungi Hasto Kristiyanto saat masih menjadi Presiden RI.

Terkait tudingan tersebut, Jokowi pun meminta awak media menanyakan langsung ke Effendi Simbolon.

“Melindungi seperti apa, tanya yang ngomong,” ujar Jokowi di Solo, Jawa Tengah, Kamis (9/1/2024) seperti dimuat TribunSolo

Effendi sebelumnya menyebut bahwa selama ini Hasto telah banyak dibantu Jokowi.

Ia menyebut Jokowi telah banyak memberikan perhatian kepada PDIP.

Pernyataan Effendi muncul ketika ia dimintai komentar soal dugaan politisasi di balik status Hasto sebagai tersangka.

Jokowi pun meminta agar hal itu ditanyakan kepada Effendi langsung. 

“Tanyakan ke Pak Effendi, tanya ke Pak Effendi,” ucapnya. 

Jokowi pun ogah dikaitkan lagi dengan kasus hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Dia mengaku risih memberikan komentar lantaran takut disalahpahami. 

“Ya terserah sana, kok tanyakan ke saya. Ya komentar di sana, yang komentar di sini, nanti keliru lagi seperti itu,” kata Jokowi. 

Sebelumnya eks politisi PDIP Effendi Simbolon ditanya soal dugaan kasus hukum Hasto kental dengan politisasi hukum. 

Effendi lalu menyebut nama Jokowi dalam pernyataannya. Effendi tidak percaya Jokowi cawe-cawe dalam status tersangka Hasto Kristiyanto. 

Justru menurutnya sebaliknya, Jokowi kerap membantu Hasto dalam kasus hukum.

“Nggaklah, setahu saya, justru Pak Jokowi bantu dia, setahu saya selama ini,” kata Effendi.

Effendi menyinggung status tersangka yang diemban Hasto baru terbit pada periode baru pimpinan KPK saat Jokowi tidak lagi menjabat sebagai presiden.

Hasto diketahui diumumkan secara resmi sebagai tersangka oleh Ketua KPK Setyo Budiyanto pada 24 Desember 2024.

“Buktinya, kan sampai dengan periode pimpinan KPK yang lama, kan tidak ada dikutak-katik itu. Ini kan periode yang baru ini, gitu,” jelas Effendi.

Effendi kemudian ditanya ulang soal peran Jokowi dalam melindungi Hasto. Dia hanya menjawab soal adanya perhatian yang diberikan Presiden ke-7 Indonesia itu kepada Hasto.

“Ya artinya beliau secara political will justru memberikan perhatianlah, tidak pernah ada yang seperti dituduhkan begitu,” katanya.

Menurut Effendi, informasi soal Jokowi membantu Hasto juga telah disampaikan secara langsung kepada Sekjen PDIP itu.

Kepada Hasto, Effendi mengingatkan bahwa selama ini yang menjaga Hasto adalah Jokowi saat menjadi Presiden. 

“Saya sampaikan juga ke Mas Hasto begitu, ‘Mas, setahu saya, Pak Jokowi itu yang ikut menjaga Anda loh’. ‘Oh, nggak ini’,” kata Effendi menirukan komunikasinya dengan Hasto.

Exit mobile version