Kasus Hasto Dinilai Tak Lepas dari Polemik Hubungan Jokowi dan PDIP

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

ORINEWS.id  – Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno menilai perkembangan kasus Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto tidak terlepas dari hubungan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dengan PDIP.

Hasto Kristiyanto ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus suap penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).

Adi mengatakan, secara prinsip ketegangan antara Hasto PDIP dengan Jokowi tidak bisa dibantah.

Ketegangan itu terjadi jelang akhir-akhir masa kekuasaan politik Jokowi saat perbedaan arah politik dalam Pilpres 2024.

“Jadi praktis hubungan Jokowi dan Hasto dan PDIP memang bisa dipastikan sudah tidak akur dan tidak bisa disambung lagi, itu yang kemudian menebalkan kenapa misalnya kita lihat satu per satu elit-elit PDIP itu kan mengkritik segala hal yang disampaikan oleh Pak Jokowi dan seterusnya dan seterusnya,” ungkap Adi dalam Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Selasa (7/1/2025).

Untuk diketahui, KPK mengumumkan Hasto sebagai tersangka kasus suap dan perintangan penyidikan pada 24 Desember 2024. Sedangkan Jokowi beserta Gibran Rakabuming Raka serta Bobby Nasution resmi dipecat PDIP pada 14 Desember 2024.

Terkait apakah persoalan politik akan merambat kepada persoalan hukum, Adi menilai tidak mungkin lembaga sekelas KPK tidak punya alat bukti yang sahih untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.

“Artinya apa, kalau kita mau hitung satu per satu argumen-argumen dari KPK bahkan Novel Baswedan kalau tidak salah menyatakan, sebenarnya sejak 2020-2021 ada rekomendasi supaya Pak Hasto saat itu sudah mulai ditetapkan sebagai tersangka.”

Tetapi, pimpinan KPK saat itu tidak menindaklanjuti.

“Itu artinya persoalan di KPK ini kan soal mazhab politik ternyata,” ungkapnya.

Menurut Adi, indikasi keterlibatan Hasto dalam persoalan hukum sudah terendus KPK saat itu.

Tetapi, kala itu hubungan politik Jokowi dan PDIP tidak ada keretakan, sehingga kasus Hasto dianggap tidak ada persoalan.

“Nah ketika KPK ini wajahnya baru, ketika KPK itu memiliki hubungan yang lebih dekat dengan kekuasaan yang lama dan PDIP berada di luar kekuasaan, itu yang kemudian dikait-kaitkan bahwa hubungan politik ada kaitannya dengan persoalan-persoalan hukum,” ungkapnya.

Tantangan Bagi KPK

Menurut Adi, jika betul demikian yang terjadi di belakang panggung, maka itu mengindikasikan sebenarnya banyak elit-elit yang mempunyai persoalan hukum dan hanya tinggal menunggu waktu untuk dibuka.

“Apakah dia memiliki hubungan baik nih dengan kekuasaan, apakah dia punya hubungan baik dengan penegak-penegak hukum, kan ngeri betul negara kita kalau begini prosesnya,” ujar Adi.

Berkaca dari kasus Hasto, Adi menilai hal ini bisa menjadi pemicu penegakan supremasi hukum oleh KPK.

“Tapi kan Hasto ini sudah selesai bagi saya, ketika sudah ditetapkan sebagai tersangka, dramanya mestinya sudah harus diakhiri.”

“kan ini sudah fakta-faktanya kan tinggal diungkap. Nanti mungkin ada bantahan-bantahan dari kubunya Pak Hasto, KPK juga akan menyampaikan fakta-fakta hukum seperti apa.”

“Nah orang sekarang nantang apa nih yang kemudian bisa dilakukan oleh KPK, kalau sekelas sekjen Partai aja bisa menjadi kado awal tahun 2025, masa persoalan-persoalan yang triliunan yang selama ini mangkrak, ini tidak bisa tuntas,” ungkap Adi.

Kasus Hasto Kristiyanto

Hasto Kristiyanto diketahui telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dua kasus yang melibatkan buronan eks calon anggota legislatif PDIP Harun Masiku.

Pertama, Hasto bersama advokat PDIP bernama Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka kasus dugaan suap mengenai penetapan PAW anggota DPR periode 2019–2024.

Kedua, Hasto ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan atau obstruction of justice.

Adapun suap diduga dilakukan agar Harun ditetapkan sebagai anggota DPR melalui proses PAW.

Caranya adalah dengan menyuap komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan. Nilai suapnya mencapai Rp600 juta.

Suap itu dilakukan oleh Hasto bersama Donny Tri Istiqomah, Harun Masiku, dan Saiful Bahri. Suap kemudian diberikan kepada Agustiani Tio Fridelina dan juga Wahyu Setiawan.

Sementara itu, terkait dengan perkara dugaan perintangan penyidikan, Hasto melakukan serangkaian upaya seperti mengumpulkan beberapa saksi terkait Masiku dengan mengarahkan para saksi itu agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.

Tak hanya itu, pada saat proses tangkap tangan terhadap Masiku, Hasto memerintahkan Nur Hasan–seorang penjaga rumah yang biasa digunakan sebagai kantornya–untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam ponselnya dalam air dan segera melarikan diri.

Kemudian, pada 6 Juni 2024, atau 4 hari sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi terkait Harun Masiku, ia juga memerintahkan stafnya yang bernama Kusnadi untuk menenggelamkan gawai milik Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.

Atas perbuatannya, Hasto dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b dan Pasal 21 atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam perkembangannya, KPK mencegah Hasto Kristiyanto dan mantan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan Laoly bepergian ke luar negeri selama enam bulan.[source:tribunnews]

Exit mobile version