ORINEWS.id – Kementerian Agama mewacanakan libur sekolah selama sebulan penuh pada Ramadhan.
“Ya, sebetulnya sudah, warga Kementerian Agama khususnya di pondok pesantren itu libur. Tetapi, sekolah-sekolah yang lain juga masih sedang kita wacanakan,” ungkapnya di Jakarta, Senin, 30 Desember 2024.
Menanggapi hal ini, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menegaskan bahwa perlunya pengkajian secara holistik terkait pemberlakuan kebijakan, termasuk soal hari libur.
Utamanya adalah memperhatikan prinsip layanan belajar berlaku untuk semua siswa dan pemenuhan hak anak dalam pendidikan, termasuk siswa yang beragama non-Islam.
“Jika libur ini hanya mengakomodir siswa beragama Islam, bagaimana siswa non-Muslim? Jika mereka libur, mereka tidak mendapat layanan pembelajaran. Jika mereka tetap sekolah, ini juga mendiskriminasi layanan belajar siswa muslim yang libur,” ucap Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim dalam keterangannya, Jumat, 3 Januari 2025.
Selain itu, guru sekolah/madrasah juga khawatir gaji mereka akan bergkurang signifikan apabila siswa libur selama sebulan penuh.
Pasalnya, orang tua lantas keberatan membayar iuran SPP karena anaknya libur sekolah.
“Guru-guru swasta di daerah khawatir, kalau liburnya full selama puasa, nanti yayasan akan memotong gajinya signifikan.
Padahal kebutuhan belanja saat bulan puasa ditambah idul fitri keluarga meningkat,” lanjutnya
Terlebih, menurutnya, 95 persen madrasah berstatus swasta dan sebagiannya dikelola dengan SDM dan anggaran minim.
Bahkan, gaji guru pun masih berada di bawah satu juta per bulan.
Maka demikian, pemerintah juga mesti memikirkan nasib dan kesejahteraan guru swasta kecil jika sekolah libur sebulan penuh.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti berkurangnya jam belajar memang berkurangnya jam belajar di bulan Ramadan.
Sehingga sebenarnya, tambah Satriwan, sekolah tetap bisa masuk dengan jadwal pembelajaran yang dimodifikasi, diatur ulang, lalu dikombinasikan dengan kegiatan sekolah bernuasa pendidikan nilai kerohanian.
“Misal saja, dengan mengurangi jam pelajaran di SMA/MA/SMK dari 45 menjadi 30-35 menit. Kemudian mengubah jam masuk sekolah lebih siang dan lebih cepat pulang Atau juga belajar aktif hanya dua minggu pada pertengahan Ramadan.”
“Sisanya sekolah mengadakan program Pesantren Ramadan. Jadi opsinya ada banyak,” lanjut Satriwan.
Dengan begitu, siswa tetap bisa belajar menuntaskan kurikulum tanpa meninggalkan aktivitas spiritual Ramadan.
“Jika siswa libur selama puasa, akan berdampak negatif terhadap capaian pembelajaran mereka. Kurikulum dan materi pembelajaran akan banyak tertinggal,” Satriwan menjelaskan.
Terlebih, masih lemahnya pemantauan dan pengawasan siswa oleh guru dan orang tua jika sekolah diliburkan.
Pasalnya, fungsi pengawasan dan kontrol belajar di rumah sepenuhnya di orang tua, sedangkan guru libur.
“Tapi faktanya orang tua yang bekerja atau punya aktivitas lain, tidak dapat mengawasi dan membimbing anak selama libur. Orang tuanya tidak libur, tetap mencari nafkah di luar rumah,” lanjutnya.[]