ORINEWS.id – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal penghapusan ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden atau presidential threshold menjadi angin segar bagi para pendukung mantan calon presiden 2024 Anies Baswedan.
Juru bicara Anies Baswedan, Sahrin Hamid menyambuat baik putusan MK tersebut. “Inilah yang menjadi harapan rakyat selama ini, sehingga putusan ini menjadi kado tahun baru dari Majelis Hakim MK. MK telah meminimalkan cengkeraman kartel Politik dan oligarki bagi pilpres kita di masa depan,” kata Sahrin kepada Inilah.com di Jakarta, Jumat (3/1/2025).
Menurut Sahrin putusan MK ini sangat baik dalam memperbaiki kualitas demokrasi Indonesia karena ambang batas itu selama ini telah membatasi akses rakyat untuk mencalonkan diri serta membatasi akses rakyat memperoleh pemimpin bangsa yang lebih baik.
“Dengan putusan ini, maka potensi kepemimpinan bangsa akan tumbuh berkembang bagi seluruh potensi anak bangsa yang memiliki kualitas,” ujar Sahrin menegaskan.
Sahrin juga menekankan, sistem pilpres yang demokratis harus didukung dengan netralitas aparat negara. Oleh karena itu, netralitas negara harus tetap menjadi prioritas agar pilpres jurdil dapat tercapai.
Sahrin menyebut Anies Baswedan sejauh ini belum akan membentuk partai politik, termasuk juga belum memikirkan untuk masuk parpol yang ada saat ini. “Pilpres 2029 masih jauh. Pak Anies akan membentuk ormas kegiatan sosial dalam waktu dekat,” ungkap Sahrin.
Adapun MK telah memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo saat membacakan amar putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis.
Dalam pertimbangan putusan, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengatakan bahwa merujuk risalah pembahasan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu merupakan hak konstitusional partai politik.
Dalam konteks tersebut, Mahkamah menilai gagasan penyederhanaan partai politik dengan menggunakan hasil pemilu anggota DPR pada pemilu sebelumnya sebagai dasar penentuan hak partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden merupakan bentuk ketidakadilan.