ORINEWS.id – Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengabulkan uji materi terkait ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold.
Salah satu pemohon perkara, Titi Anggraini mengatakan putusan No. 62/PUU-XXII/2024 ini menjadi tonggak penting dalam sejarah demokrasi Indonesia.
“Keberhasilan uji materi ambang batas pencalonan presiden kali ini tidak lepas dari upaya kolektif pemohon-pemohon sebelumnya yang permohonannya dinyatakan MK tidak dapat terima atau ditolak, total ada 30 permohonan,” kata Titi lewat akun X, Jumat 3 Januari 2024.
Seperti diuraikan MK dalam putusannya, total ada 30 permohonan uji materi terkait Pasal 222 UU No. 7/2017 tentang Pemilu yang diajukan sebelum putusan yang dibacakan pada Kamis 2 Januari 2025.
Para pemohon terdiri dari berbagai kalangan, termasuk individu, politisi, organisasi masyarakat, dan partai Politik. Mereka terus gigih memperjuangkan agar ketentuan ambang batas pencalonan presiden yang dinilai membatasi demokrasi ini dapat dihapuskan.
Di antara para pemohon tersebut, terdapat nama-nama tokoh nasional seperti (almarhum) Rizal Ramli, Busyro Muqoddas, Hadar Nafis Gumay, Ferry Juliantono, Muhammad Chatib Basri, Faisal Batubara, Bambang Widjojanto, Rocky Gerung, dan Robertus Robet.
Selain itu, beberapa partai politik seperti Partai Idaman, PBB, Partai Buruh, dan PKS juga turut menyuarakan penolakan terhadap ambang batas tersebut.
Dukungan juga datang dari organisasi masyarakat seperti Perludem, Kode Inisiatif, dan Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah.
“Bayangkan jika mereka tidak terus memelihara harapan untuk menempuh upaya hukum di MK. Bisa jadi, tidak akan pernah ada Putusan No.62/PUU-XXII/2024 seperti hari ini,” ungkap Titi.
Dalam pertimbangannya, MK menyebut bahwa ambang batas pencalonan presiden memang menjadi isu sentral yang terus diperdebatkan sejak lama.
Fakta tersebut, lanjut Titi, menggambarkan adanya aspirasi kuat dari masyarakat, organisasi, dan partai politik yang menilai bahwa ambang batas minimal untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak sesuai dengan prinsip demokrasi.