TERBARU

NasionalNews

KY Didesak Periksa Hakim Pemberi Vonis Harvey-Helena, Jangan-jangan Diatur seperti Kasus Ronald Tannur

image_pdfimage_print

ORINEWS.id – Komisi Yudisial (KY) didesak segera memeriksa majelis hakim Tipikor Jakarta, khususnya Eko Aryanto Cs dan Rianto Adam Pontoh Cs, yang menjatuhkan vonis ringan terhadap terdakwa kasus korupsi timah, Harvey Moeis dan Helena Lim.

“Harus diperiksa itu hakim-hakim yang menjatuhkan vonis begitu ringan,” ujar Pakar Hukum Pidana Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf ketika dihubungi Inilah.com, Jakarta, Selasa (31/12/2024).

Hudi meminta KY mendalami pertimbangan hakim sehingga vonis yang dijatuhkan terhadap para terdakwa tergolong ringan. Menurutnya, dengan kerugian negara mencapai Rp300 triliun, hukuman seumur hidup semestinya lebih layak diberikan.

“Kenapa hukumannya menjadi ringan? Padahal kan memungkinkan dalam tindak pidana korupsi itu dihukum seumur hidup. Apalagi merugikan keuangan negara,” ucapnya.

Hudi juga mendesak KY mendalami potensi adanya praktik suap yang mungkin melibatkan para hakim. Ia mengingatkan agar kasus ini tidak berujung seperti kasus di Surabaya, di mana Majelis Hakim PN Surabaya, Erintuah Damanik Cs, sempat membebaskan terdakwa Ronald Tannur. “Jangan seperti hakim yang kemarin di kasus Surabaya kan. Kayaknya ujung-ujungnya ketahuan,” tutur dia.

Diketahui, Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto menjatuhkan vonis terhadap Harvey Moeis berupa hukuman 6 tahun 6 bulan penjara, denda Rp1 miliar dengan subsider 6 bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti Rp210 miliar dengan subsider 2 tahun penjara. Vonis ini jauh lebih ringan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta hukuman 12 tahun penjara.

Sementara itu, Manajer PT Quantum Skyline, Helena Lim, divonis 5 tahun penjara oleh Majelis Hakim Tipikor Jakarta, yang diketuai Rianto Adam Pontoh Cs. Vonis ini lebih rendah dibanding tuntutan JPU Kejaksaan Agung yang meminta hukuman 8 tahun penjara.

BACA JUGA
Ungkap Pertemuan Jokowi dan Prabowo, Dasco: Tidak Ada Bahasan Kabinet

Helena juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp900 juta. Jika tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan inkrah, harta bendanya akan disita dan dilelang. Jika hasil lelang tidak mencukupi, hukuman tersebut akan digantikan dengan kurungan badan.

Vonis terhadap Helena ini juga lebih ringan dibanding tuntutan JPU, yang meminta hukuman 8 tahun penjara, denda Rp1 miliar dengan subsider 1 tahun, serta uang pengganti sebesar Rp210 miliar.

Artikel Terkait

Load More Posts Loading...No more posts.