ORINEWS.id – Kabar tidak sedap dari event Djakarta Warehouse Project (DWP) terus menuai sorotan. Surat telegram berisi mutasi puluhan personel Polda Metro Jaya dinilai belum cukup.
Pemerhati isu-isu kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mendorong Polri menerapkan sanksi pemecatan alias pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada setiap personel yang terlibat skandal pemerasan penonton DWP asal Malaysia.
Hal itu disampaikan Bambang saat diwawancarai JawaPos.com pada Sabtu (28/12/2024).
”Tindakan Kapolda (Metro Jaya) untuk mencopot personel tersebut dari jabatan itu layak untuk diapresiasi sebagai langkah awal. Tetapi, tidak cukup sampai di situ saja. Sidang Komite Kode Etik dan dan Disiplin harus dilakukan,” kata dia.
Jika Polri menginginkan kepolisian yang bersih, Bambang tegas menyatakan bahwa pelaku harus dihukum maksimal.
Menurut Bambang, PTDH adalah sanksi yang pantas untuk pelaku pemerasan Warga Negara Asing (WNA) asal Malaysia.
”Bila tidak dilakukan sanksi keras berupa PTDH, asumsi yang muncul adalah kepolisian melindungi personelnya yang melakukan pelanggaran pidana pungli dan pemerasan,” ungkap dia.
Apalagi jika hanya sebatas mutasi dan demosi, dia menyatakan bahwa sanksi tersebut hanya bersifat sementara.
Bambang mengingatkan, publik sudah melihat beberapa personel Polri yang bermasalah mendapat sanksi demosi. Meski demikian, mereka tetap bisa kembali mendapat promosi.
”Tak ada bedanya dengan personel lain yang tak melanggar (aturan),” jelasnya. Karena itu, kali ini Polri harus bertindak tegas. Apalagi personel yang diduga terlibat pemerasan tidak sedikit. Jumlahnya korban dan pelaku juga tidak sedikit.
”Sanksi yang tak membuat efek jera juga akan menurunkan spirit anggota yang masih tegak lurus menjaga etik, moral, dan disiplin,” katanya. []