ORINEWS.id – Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada awal 2025 menuai kontroversi di tengah masyarakat. Kebijakan ini memunculkan kritik tajam karena dianggap menambah beban ekonomi rakyat kecil, sementara pengelolaan pajak sering disorot akibat dugaan penyelewengan.
Dalam sebuah video yang diunggah di akun Youtube resminya, penggiat media sosial Felix Yanwar Siauw, atau akrab disapa ustaz Felix Siauw, menyampaikan kritik pedas terhadap kebijakan tersebut.
“Negara ini seperti seseorang yang terlilit utang dan harus mencari segala cara untuk menutupi pengeluaran, bahkan jika itu berarti memungut lebih banyak dari rakyatnya,” ujar Felix, yang dikenal luas sebagai penceramah dengan pendekatan kritis.
Rakyat Jadi Korban Kenaikan Pajak
Indonesia saat ini bergantung pada pendapatan pajak untuk membiayai sekitar 75-85% kebutuhan negara, menjadikannya salah satu negara dengan ketergantungan pajak tertinggi di Asia Tenggara. Namun, Felix menyoroti ironi di balik kebijakan ini.
“Indonesia kaya akan sumber daya alam, tapi kenapa pendapatan non-pajak kita begitu kecil dibanding negara-negara lain?” tanyanya. Ia membandingkan Indonesia dengan negara seperti Singapura, yang tanpa sumber daya alam mampu mengelola keuangannya lebih efisien.
Menurut penulis keturunan Tionghoa-Indonesia tersebut, kenaikan PPN ini tidak hanya berdampak pada orang kaya, seperti yang sering diklaim pemerintah.
“Ekonomi itu rantai. Ketika pelaku usaha besar kena pajak lebih tinggi, mereka pasti akan membebankan biaya itu ke konsumen. Pada akhirnya, yang paling merasakan dampaknya tetap rakyat kecil,” ujarnya.
Efek Domino Kenaikan Pajak
Felix juga berfokus pada efek domino yang mungkin terjadi.
“Ketika pajak naik, pengusaha harus menyesuaikan biaya operasional. Ini bisa berarti pengurangan tenaga kerja, pengurangan produksi, atau bahkan kenaikan harga barang,” jelasnya. Dampaknya adalah peningkatan pengangguran dan kriminalitas, karena masyarakat semakin tertekan secara ekonomi.
“Pajak yang terlalu tinggi bisa menghancurkan ekonomi, seperti yang kita lihat dalam sejarah. Banyak peradaban besar seperti Romawi dan Persia runtuh karena beban pajak yang tak tertahankan,” tambahnya.
Kepercayaan Publik Jadi Masalah
Masalah lain yang disoroti adalah rendahnya kepercayaan publik terhadap pengelolaan pajak. Dalam laporan Indonesia Corruption Watch (ICW), terdapat 791 kasus korupsi yang melibatkan 1.695 tersangka pada tahun 2023, dengan banyak di antaranya terkait sektor pajak.
“Bagaimana rakyat bisa percaya membayar pajak lebih tinggi, sementara pejabat yang mengelola pajak hidup bermewah-mewahan? Lihat saja rumah dan mobil mereka. Apakah itu mencerminkan pengabdian pada negara?” ujar Felix retoris.
Kritik untuk Pemerintah
Kritik juga ditujukan langsung kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani, yang dalam beberapa pernyataannya meminta masyarakat menerima kebijakan ini dengan dalih kontribusi kepada negara. “Kalau cuma 1% dampaknya kecil, kenapa pemerintah ngotot menaikkannya? Bukankah itu bukti bahwa dampaknya besar, terutama bagi rakyat kecil?” tanyanya.
Felix juga menegaskan bahwa pemerintah harus mencari solusi lain selain menaikkan pajak.
“Indonesia butuh reformasi pengelolaan sumber daya alam dan efisiensi pengeluaran, bukan terus-menerus membebani rakyat dengan pajak,” pungkasnya.