TERBARU

Hukum

Detik-detik Hasto Suruh Harun Masiku Rendam HP di Air dan Segera Melarikan Diri

image_pdfimage_print

ORINEWS.id – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan atas perkara suap yang melibatkan eks caleg PDIP Harun Masiku.

Dalam kronologi perkara yang disampaikan KPK dalam jumpa pers Selasa (24/12/2024) disebutkan bahwa Hasto meminta Harun untuk merendam handphone (HP) ke dalam air dan melarikan diri.

Peristiwa itu terjadi pada 8 Januari 2020. Di hari itu, KPK sedang melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan dua orang lainnya.

“Pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, Saudara HK memerintahkan Nur Hasan (penjaga rumah aspirasi JI. Sutan Syahrir Nomor 12 A yang biasa digunakan sebagai kantor oleh Saudara HK) untuk menelepon Harun Masiku supaya merendam HP-nya dalam air dan segera melarikan diri,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Empat tahun kemudian, tepatnya pada 6 Juni 2024, kata Setyo, sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun, Hasto memerintahkan Kusnadi selaku stafnya untuk menenggelamkan handphone yang dalam penguasaan Kusnadi agar tidak ditemukan oleh KPK.

Selain itu, Hasto juga disebut KPK mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar saksi tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.

“Atas perbuatan Saudara HK tersebut KPK mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/ 152/DIK.00/01/12/2024, tanggal 23 Desember 2024 dengan uraian penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh tersangka Hasto Kristiyanto dan kawan kawan yaitu dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait penetapan anggota DPR RI terpilih 2019–2024 yang dilakukan oleh tersangka Harun Masiku,” kata Setyo.

Selain kasus perintangan penyidikan, KPK juga menjerat Hasto sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan Pergantian Antarwaktu (PAW) anggota DPR. Hasto bersama-sama Harun Masiku diduga menyuap Wahyu Setiawan.

Setyo Budiyanto juga bilang bahwa uang suap yang diberikan Harun kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, sebagian duitnya berasal dari Hasto.

“Dari proses pengembangan penyidikan, ditemukan bukti petunjuk bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Saudara Wahyu berasal dari Saudara HK,” kata Setyo.

Dalam perkara sebelumnya, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka, yakni Harun Masiku; Wahyu Setiawan; eks Anggota Bawaslu yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina; dan politikus PDIP Saeful Bahri.

Harun dan Saeful berperan sebagai pemberi suap. Sedangkan Wahyu dan Agustiani sebagai penerima suap. Wahyu, Agustiani, serta Saeful telah menjalani hukuman. Sementara, Harun Masiku masih berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang).

Setyo mengatakan, Hasto menempatkan Harun Masiku pada Dapil 1 Sumsel, padahal Harun berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan.

Dalam proses pemilihan legislatif tahun 2019, ternyata Harun Masiku hanya mendapatkan suara sebanyak 5.878. Sedangkan caleg atas nama Riezky Aprilia mendapatkan suara sebanyak 44.402.

BACA JUGA
Selamat! Donald Trump Menang Pemilu AS, Elon Musk Ketiban Durian Runtuh

Seharusnya yang memperoleh suara dari Nazarudin Kiemas yang dinyatakan meninggal dunia adalah Riezky Aprilia. Namun ada upaya dari Hasto untuk memenangkan Harun Masiku melalui dua cara.

Yaitu, pertama Hasto mengajukan Judicial Review (JR) kepada Mahkamah Agung (MA) tanggal 24 juni 2019. Kedua, Hasto menandatangani surat nomor: 2576/ex/dpp/viü/2019 tanggal 5 Agustus 2019 perihal permohonan pelaksanaan putusan JR.

“Namun setelah ada putusan dari Mahkamah Agung, KPU tidak mau melaksanakan putusan tersebut. Oleh sebab itu, Saudara HK meminta fatwa kepada MA,” kata Setyo.

Selain upaya-upaya tersebut, Hasto secara pararel mengupayakan agar Riezky mau mengundurkan diri untuk diganti oleh Harun Masiku. Namun, upaya tersebut ditolak oleh Riezky Aprilia.

Hasto juga pernah memerintahkan Saeful Bahri untuk menemui Riezky Aprilia di Singapura dan meminta mundur. Namun, hal tersebut juga ditolak oleh Riezky.

“Bahkan surat undangan pelantikan sebagai anggota DPR RI atas nama Riezky Aprilia ditahan oleh Saudara HK dan meminta Saudara Riezky untuk mundur setelah pelantikan,” ujar Setyo.

“Oleh karenanya upaya-upaya tersebut belum berhasil, maka Saudara HK bekerja sama dengan Saudara Harun Masiku, Saudara Saeful Bahri, dan Saudara DTI melakukan penyuapan kepada Saudara Wahyu Setiawan dan Saudari Agustinus Tio F. Di mana diketahui Saudara Wahyu merupakan kader PDI Perjuangan yang menjadi komisioner di KPU,” kata Setyo.

Pada tanggal 31 Agustus 2019, Hasto menemui Wahyu Setiawan untuk memenuhi dua usulan yang diajukan oleh DPP, yaitu Maria Lestari dari Dapil 1 Kalbar dan Harun Masiku dari Dapil 1 Sumsel.

Setyo menyebut, dalam proses perencanaan sampai dengan penyerahan uang, Hasto mengatur dan mengendalikan Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan.

Hasto juga disebut mengatur dan mengendalikan Donny untuk menyusun kajian hukum pelaksanaan putusan MA No.57PIHUM2019 tanggal 5 Agustus 2019 dan surat permohonan pelaksanaan permohonan fatwa MA ke KPU.

Setyo turut menyebut bahwa Hasto mengatur dan mengendalikan Donny untuk melobi Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI terpilih dari Dapil 1 Sumsel.

Hasto juga diduga mengatur dan mengendalikan Donny untuk aktif mengambil dan mengantarkan uang suap untuk diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani.

“Saudara HK bersama-sama dengan Saudara Harun Masiku, Saudara Saeful Bahri, dan Saudara DTI melakukan penyuapan terhadap Saudara Wahyu Setiawan dan Saudari Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura pada periode 16 Desember 2019 sampai dengan 23 Desember 2019 agar Saudara Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 dari Dapil 1 Sumsel,” kata Setyo.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dicegah bepergian ke luar negeri oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai menjadi tersangka pengembangan perkara eks caleg PDIP Harun Masiku. Hasto Kristiyanto ditetapkan sebagai tersangka suap dan perintangan penyidikan.

“Ketika ini naik juga diikuti dengan pencekalan, pencekalan terhadap yang bersangkutan, kemudian juga terhadap orang-orang yang berkaitan dan kita duga bahwa dia memiliki informasi dan akan menyulitkan apabila berada atau ke luar negeri, jadi pencekalan serta merta dilakukan,” ucap Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu.

BACA JUGA
Dorr! Dikira Pencuri, Polisi di Bengkulu Tembak Anak Sendiri hingga Tewas

Asep menuturkan pencegahan Hasto keluar negeri dilakukan selama enam bulan ke depan. KPK telah bersurat ke Direktorat Jenderal Imigrasi.

“Pencekalan seperti biasa enam bulan,” tuturnya.

Hasto dijerat dua kasus hukum oleh KPK. Pertama kasus dugaan suap dan kedua dugaan perintangan penyidikan Harun Masiku. Selain itu, orang kepercayaan Hasto, Donny Tri Istiqomah, juga jadi tersangka suap.

Hasto sudah beberapa kali diperiksa oleh penyidik KPK terkait ini sejak Januari 2020. Ia juga pernah bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta. Terakhir kali Hasto diperiksa pada Juni 2024 lalu. Harun Masiku yang merupakan eks calon anggota legislatif dari PDIP sudah buron selama lima tahun.

Dia diduga menyuap Wahyu Setiawan yang saat itu menjabat komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR tetapi meninggal dunia. Harun Masiku diduga menyiapkan uang sekitar Rp 850 juta sebagai pelicin melenggang ke Senayan untuk periode 2019–2024.

Wahyu Setiawan divonis tujuh tahun penjara sebagaimana putusan Mahkamah Agung Nomor: 1857 K/Pid.Sus/2021. Pada Juni 2021, Wahyu dijebloskan KPK ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah.

Namun, anggota KPU periode 2017–2022 itu sudah bebas bersyarat sejak 6 Oktober 2023. Terdapat dua orang lain yang juga diproses hukum KPK dalam kasus ini yaitu orang kepercayaan Wahyu yang bernama Agustiani Tio Fridelina dan Saeful Bahri.

Ketua DPP PDIP Bidang Sumber Daya Said Abdullah menegaskan, saat ini Hasto Kristiyanto masih menjabat sebagai Sekretaris Jenderal DPP PDIP usai ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Hal itu dipastikan oleh Said, usai dirinya bertemu langsung dengan Hasto di Kantor DPP PDIP, Selasa sore.

Kata Said, Hasto masih menjalankan tugas kesekjenan seperti yang biasa dilakukan. “Saya datang ke DPP menemui Mas Hasto dan sampai saat ini masih menjabat sebagai Sekjen DPP PDI Perjuangan. Dan masih menjalankan tugas tugas harian sebagai Sekjen Partai,” kata Said.

Said juga menyebut, belum ditetapkannya status Hasto di struktur organisasi partai juga lantaran kewenangan itu berada di tangan Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum Partai.

Sementara hingga kini, Megawati belum memberikan arahan terhadap tindak lanjut dari penetapan Hasto sebagai tersangka. “Sebab kewenangan memberhentikan atau tidak memberhentikan pengurus DPP ada tangan Ibu Ketua Umum sebagai mandataris Kongres Partai,” kata dia.

“Selebihnya tentu kami menunggu arahan dari Ibu Ketua Umum PDI Perjuangan, terkhusus sikap Partai kedepan akan seperti apa,” tandas Said.

Sementara itu Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy menyatakan, penetapan tersangka kepada Hasto membuktikan informasi kalau Sekjen PDIP itu memang sudah ditarget.

“Hal ini juga sudah pernah disampaikan Sekjen DPP PDI Perjuangan dalam podcast Akbar Faisal beberapa waktu lalu,” kata Ronny.

Berikut pernyataan sikap dari DPP PDIP usai KPK RI tetapkan Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dugaan suap dan perintangan penyidikan kasus yang melibatkan Harun Masiku:

BACA JUGA
Spekulasi Guru Besar UIN, Lima Alasan Erdogan Walk Out Saat Prabowo Pidato

1. Status Tersangka ini hanya membuktikan informasi yang beredar lama bahwa Sekjen DPP PDI Perjuangan akan segera dijadikan tersangka.

2. Kalau kita cermati lagi, pemanggilan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini dimulai ketika beliau bersuara kritis terkait kontroversi di Mahkamah Konstitusi tahun 2023 akhir, kemudian sempat terhenti, lalu muncul lagi saat selesai Pemilu, hilang lagi. Kami menduga memang kasus ini lebih terlihat seperti teror terhadap Sekjen DPP PDI Perjuangan. Dan keseluruhan proses ini sangat kental aroma politisasi hukum dan kriminalisasi. Beberapa indikasi yang dapat dilihat antara lain:

a. Adanya upaya pembentukan opini publik yang terus menerus mengangkat isu Harun Masiku, baik melalui aksi-aksi demo di KPK maupun narasi sistematis di media sosial yang patut dicurigai dimobilisasi oleh pihak-pihak tertentu yang berkepentingan.

b. Adanya upaya pembunuhan karakter terhadap Sekjen DPP PDI Perjuangan melalui framing dan narasi yang menyerang pribadi.

c. Pembocoran Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang bersifat rahasia kepada media massa/publik sebelum surat tersebut diterima yang bersangkutan. Ini adalah upaya cipta kondisi untuk mendapatkan simpati publik. Semua dapat dilihat dan dinilai oleh publik.

3. Kasus suap Harun Masiku telah bersifat inkracht (berkekuatan hukum tetap) dan para terdakwa bahkan sudah menyelesaikan masa hukuman. Seluruh proses persidangan mulai dari Pengadilan Tipikor hingga Kasasi tidak satu pun bukti yang mengaitkan Sekjen DPP PDI Perjuangan dengan kasus suap Wahyu Setiawan.

4. Kami menduga ada upaya pemidanaan yang dipaksakan/ kriminalisasi mengingat KPK tidak menyebutkan adanya bukti-bukti baru dari pemeriksaan lanjutan yang dilakukan sepanjang tahun 2024.

5. Dugaan kami pengenaan pasal Obstruction of Justice hanyalah formalitas teknis hukum saja. Alasan sesungguhnya dari menjadikan Sekjen DPP PDI Perjuangan sebagai tersangka adalah motif Politik. Terutama karena Sekjen DPP PDI Perjuangan tegas menyatakan sikap-sikap politik partai menentang upaya-upaya yang merusak demokrasi, konstitusi, juga terhadap cawe-cawe, penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power di penghujung kekuasaan mantan Presiden Joko Widodo.

Bahkan, sikap tegas ini baru terjadi minggu lalu ketika partai mengambil sikap yang tegas dengan memecat antara lain tiga kader yang dinilai telah merusak demokrasi dan konstitusi.

6. Politisasi hukum terhadap Sekjen DPP PDI Perjuangan ini juga diperparah dengan bocornya SPDP kepada media massa yang seharusnya bersifat rahasia dan hanya diberikan kepada pihak yang terkait.

7. PDI Perjuangan dan Sekjen DPP PDI Perjuangan telah dan akan selalu mentaati proses hukum dan bersifat kooperatif.

8. PDI Perjuangan lahir dari cita-cita besar untuk membawa Republik ini berjalan di atas rel demokrasi dengan prinsip negara hukum yang adil dan transparan. Yang terjadi saat ini adalah politisasi hukum.

9. Penetapan Sekjen DPP PDI Perjuangan ini mengkonfirmasi keterangan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada tgl 12 Desember 2024 bahwa PDI Perjuangan akan diawut-awut atau diacak-acak terkait Kongres VI PDI Perjuangan.[source:tribunnews]

Artikel Terkait

Load More Posts Loading...No more posts.