Geger 10 Pengurus RT di Cinere Depok Harus Bayar Denda RP40 M ke Pengembang Gara-gara Jembata
ORINEWS.id – Konflik lahan antara warga perumahan dengan pengembang properti di Cinere, Depok, menggegerkan warga Jawa Barat.
Sebanyak 10 orang pengurus RT di kompleks perumahan CE di Cinere diputus oleh Pengadilan Tinggi Bandung membayar denda dengan nilai total Rp40 miliar kepada pengembang perumahan M.
Para pengurus RT tersebut diharuskan membayar denda ke pengembang M karena mewakili kepentingan warga kompleks perumahan CE menolak niat pengembang perumahan M membangun jembatan penghubung 2 wilayah yang dipisahkan sungai.
ke-10 warga yang harus membayar denda itu terdiri dari delapan Ketua RT, satu Ketua RW, dan mantan pengurus RW.
Pengembang M menggugat mereka karena dianggap menghalangi pembangunan perumahan CGR yang akan dibangun pengembang M dengan memanfaatkan lahan mereka di salah satu sisi lahan Blok A Perumahan CE di Cinere, Kota Depok.
“Kita jadi pengurus RT juga karena mewakili warga, kami hanya menyampaikan penolakan warga. Tapi kenapa kami jadi disalahkan?” kata Heru Kasidi, salah seorang tergugat sekaligus Ketua RW 06 Kelurahan Cinere, Jumat (20/12/2024) dikutip Kompas.com, Sabtu (21/12/2024).
Gugatan pengembang di Cinere
Sebanyak 10 orang pengurus RT di kompleks perumahan CE di Cinere diputus oleh Pengadilan Tinggi Bandung membayar denda dengan nilai total Rp40 miliar kepada pengembang perumahan M karena menolak pembangunan jembatan untuk kepentingan proyek perumahan yang dibangun pengembang tersebut.
Pembangunan di Perumahan CE itu hanya sebesar 20 persen dari total keseluruhan luas lahan.
Sedangkan sisanya ada di sisi utara CE yang sudah berada di wilayah Pangkalan Jati dan terpisah dengan aliran Kali Grogol.
Heru dan warga tidak pernah menyebutkan larangan pembangunan rumah di lahan yang diklaim milik M.
Warga hanya tidak menyepakati dibangunnya jembatan di atas Kali Grogol untuk menghubungkan lahan di Perumahan CE dan Pangkal Jati.
“Kami hanya khawatir tentang apa yang kami selama ini jaga puluhan tahun, baik itu dari segi keamanan, kondusifitas pengguna jalan, tetap terjaga,” ujar Heru.
Tari, seorang warga setempat menuturkan, pemilik rumah di perumahan ini didominasi warga lanjut usia (lansia) yang telah menetap sejak 1980.
“Kalau nanti (suasana) kompleks tidak seperti yang sekarang lagi, kan kita yang salah. Kita meninggalkan akibat yang buruk sepanjang masa (untuk warga pensiunan),” terang Tari.
Aset lahan
Aset lahan yang dipersoalkan pengembang M dan jadi konflik dengan warga perumahan CE Blok A di Cinere, Kota Depok yang menolak pembangunan jembatan penghubung.
Kondisi ini yang mengagetkan bagi Tari karena para tergugat merupakan pensiunan berusia 60-70an
“Saya bingung kenapa pihak sana tega menuntut orangtua dengan nominal rupiah sebesar itu?” ujar Tari.
“Salah mereka apa setelah mereka mau jadi pengurus RT seumur hidup,” sambung dia.
Pengembang M mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Depok dengan mencantumkan nama 10 tergugat itu pada awal tahun 2024.
Putusan awal dari PN Depok tidak mengabulkan gugatan tersebut dan justru menghukum penggugat atau M untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 3.251.000 pada 15 Oktober 2024.
Namun, M mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung, yang membatalkan putusan dari PN Depok, Kamis (5/12/2024).
Pengadilan Tinggi meminta tergugat membayar ganti rugi dengan pertimbangan bahwa 75 persen dari 100 unit rumah yang akan dibangun telah terjual.
Berdasarkan barang bukti yang diserahkan M, mereka mengeklaim kehilangan pembeli akibat penundaan proyek yang disebabkan oleh perselisihan ini.
“Menghukum para Terbanding semula para tergugat untuk membayar ganti rugi kepada pembanding semula penggugat sebesar Rp 40.849.382.721,50,” mengutip isi putusannya.
Sebelumnya, warga Cinere, Kota Depok, divonis membayar sekitar Rp 40 miliar kepada pengembang perumahan berinisial M karena masalah akses jalan.
Awal Mula Munculnya Gugatan Pengembang M ke Warga Cinere
Pengembang perumahan berinisial M awalnya menggugat 10 warga Cinere ke Pengadilan Negeri Depok usai ditolak warga untuk membangun jembatan atas kebutuhan proyek perumahan CGR.
Berkas perkara ini bernomor 12/Pdt.G/2024/PN Dpk yang tercatat didaftarkan pada 2 Januari 2024 lalu.
Berdasarkan latar belakang gugatan, awalnya penggugat ingin membangun perumahan CGR yang akan diperjualbelikan ke umum dengan perkiraan 100 unit rumah.
Perumahan akan dibangun di lahan seluas 1,6 hektar yang terbelah oleh Kali Grogol hingga menjadi dua bidang lahan, yakni di area Cinere dan Pangkalan Jati.
“Bahwa penggugat berencana untuk melakukan pembangunan perumahan CGR dengan menghubuhkan lokasi hamparan tanah Kelurahan Pangkalan Jati dan Kelurahan Cinere dengan adanya bangunan jembatan,” kutip isi dalam berkas gugatan, Jumat (20/12/2024).
Permohonan pembangunan jembatan ini dilandasi dengan kebutuhan akses alat berat untuk masuk ke lahan proyek lantaran jalur masuk lewat Pangkalan Jati terlalu kecil untuk alat berat.
Menurut pihak M, akses jalan melalui Blok A Perumahan Cinere Estate lebih memadai dari segi lebar jalan dan jarak ke jalan utama.
Namun, warga menolak pembangunan jembatan itu dan menyepakati agar perumahan justru dibangun dengan dua lahan terpisah.
Dalam berkas, penolakan itu didasari sebagai prasyarat dan “harga mati” warga perumahan.
“(Itu) tidak berdasar dan tidak dapat dipenuhi penggugat, karena pada dasarnya, dapat atau tidaknya dilakukan pembangunan jembatan didasarkan pada produk hukum, bukan persetujuan atau kesepakatan penggugat dengan tergugat,” mengutip isi berkas.
Hasilnya, gugatan ini tidak diterima Pengadilan Negeri Depok pada 15 Oktober 2024.
Akhirnya, pengembang mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung.
Di PT-Bandung, banding penggugat diterima dan memutuskan warga untuk membayar ganti rugi senilai Rp 40 miliar.
Pengadilan Tinggi meminta tergugat membayar ganti rugi dengan pertimbangan bahwa 75 persen dari 100 unit rumah yang akan dibangun telah terjual.
Berdasarkan barang bukti yang diserahkan M, mereka mengeklaim kehilangan pembeli akibat penundaan proyek yang disebabkan oleh perselisihan ini.
“Menghukum Para Terbanding semula para tergugat untuk membayar ganti rugi kepada pembanding semula penggugat sebesar Rp 40.849.382.721,50,” kutip isi putusannya.
Terpisah, Heru Kasidi atau ketua RW 06 sekaligus tergugat menuturkan, kehadiran jembatan khawatirnya dapat mengganggu keamanan warga sekaligus meningkatkan lalu lintas kendaraan di area perumahan.
“Tapi kita keberatan dengan penambahan penduduk yang sekian banyak kan masih akan menimbulkan banyak kesulitan (nantinya),” tutur Heru kepada Kompas.com, Jumat.
“Nah, ini yang kita takutkan saat buka akses. Ini bukan cuma soal keamanan juga, tapi soal (kepadatan) lalu lintas dan kemudian jumlah penduduk yang akan ada di situ dan sebagainya,” sambungnya.
Terkait masalah keamanan, Majelis Hakim menyatakan itu bukan sesuatu yang tidak bisa diperbaiki.
Pengembang perumahan disebut sudah membuat perencanaan matang untuk menjaga keamanan warga di lingkungan sekitar.
Hakim pun menilai alasan yang diberikan warga dalam menolak pembangunan jembatan terkesan berlebihan.
“Sehingga oleh karenanya maka alasan keamanan tersebut haruslah dikesampingkan,” kata Hakim