ORINEWS.id – Utusan Khusus Presiden Bidang Pariwisata, Zita Anjani, memberi komentar terkait lonjakan harga tiket pesawat menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) yang dinilai tidak wajar. Zita menyebutkan, kenaikan hingga enam kali lipat dari harga normal menjadi hambatan serius bagi masyarakat yang ingin berlibur ke wilayah Indonesia Timur, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sulawesi Utara.
“Musim liburan memang memengaruhi harga tiket pesawat, dan itu wajar. Namun, lonjakan hingga enam kali lipat jelas berlebihan dan menjadi penghambat bagi wisatawan,” ujar Zita dalam keterangan tertulis pada Kamis (19/12).
Berdasarkan data, harga tiket penerbangan dari Jakarta ke Kupang pada Jumat (20/12) mencapai hampir Rp12 juta, sementara rute Jakarta-Manado melonjak hingga Rp14 juta. Harga tersebut jauh di atas tarif normal, yang berkisar antara Rp2 juta hingga Rp2,5 juta.
Menanggapi situasi ini, Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) memberikan kritik tajam. Bendahara Bidang Ekonomi Kreatif PP KAMMI, Ray Rahil, menilai pernyataan Zita cenderung simbolis tanpa disertai solusi konkret.
“Kita terlalu sering melihat gimik dalam pemerintah kita, pernyataan seperti itu seolah hanya gimik. Sebagai pejabat eksekutif, Zita seharusnya mendorong kebijakan yang nyata,” kata Ray.
Menurutnya, sebagai pejabat eksekutif, Zita memiliki kapasitas untuk mendorong kebijakan yang konkret. Ia menambahkan bahwa langkah seperti pengawasan ketat terhadap harga tiket, transparansi tarif, dan kemudahan akses transportasi udara perlu segera diambil untuk mengatasi masalah ini.
Adapun beberapa langkah yang harus segera diambil, yaitu pengawasan Ketat terhadap harga tiket pesawat oleh pihak yang berwenang. Transparansi Tarif untuk memastikan keadilan harga. Kemudahan Akses Transportasi Udara, terutama menuju daerah dengan potensi wisata besar seperti NTT dan Sulawesi Utara.
Kebijakan Penurunan 10 persen harga tiket belum berdampak signifikan, Bidang Ekraf PP KAMMI juga mencatat bahwa kebijakan pemerintah sebelumnya untuk menurunkan harga tiket pesawat sebesar 10 persen belum berdampak signifikan bagi masyarakat, terutama masyarakat menengah ke bawah.
“Harga tiket pesawat ke daerah-daerah tertentu, seperti NTT dan Sulawesi Utara, masih berada di luar jangkauan mayoritas masyarakat,” ujarnya
Bahkan, data dari Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata (ASITA) menunjukkan bahwa penurunan tersebut hanya menurunkan harga rata-rata sebesar Rp100.000 hingga Rp150.000, yang dianggap tidak cukup membantu untuk perjalanan jarak jauh.
Karena itu, Ray menegaskan kebijakan parsial semacam ini perlu dievaluasi dan dilengkapi dengan pendekatan yang lebih komprehensif.
“Penurunan harga tiket sebesar 10 persen hanya menjadi langkah kosmetik tanpa dampak nyata bagi masyarakat luas,” tambah Ray.
Sementara itu, Ketua Bidang Ekonomi Kreatif PP KAMMI, Arif Sibghotulloh, mengapresiasi perhatian Zita terhadap isu ini, tetapi mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret. Ia mengusulkan pembatasan harga tiket yang wajar dan koordinasi erat antara pemerintah dan maskapai penerbangan untuk menciptakan solusi jangka panjang.
“Kami mendesak agar pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk memastikan sektor pariwisata tetap berkembang dan inklusif,” ujar Arif.
Diperlukan kebijakan seperti pembatasan Harga yang Wajar agar tiket tetap terjangkau oleh masyarakat. Koordinasi Lebih Erat antara pemerintah dan maskapai penerbangan untuk menciptakan solusi jangka panjang.
“KAMMI mengimbau pemerintah agar segera merumuskan kebijakan efektif untuk menurunkan harga tiket pesawat secara lebih signifikan. Langkah ini penting untuk memastikan sektor pariwisata tetap inklusif dan dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat,” pungkas Arif.[]