ORINEWS.id – Anggota Komisi X DPR RI fraksi PDI Perjuangan Bonnie Triyana menyoroti peristiwa penutupan pameran lukisan seniman senior asal Jogjakarta, Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia yang dianggap sebagai bentuk pemberedelan. Ia meminta Pemerintah untuk tidak mengintervensi karya seni.
Pasalnya, Galeri Nasional Indonesia membatalkan pameran tunggal perupa senior Jogjakarta, Yos Suprapto, bertajuk ‘Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan’ di Gedung A Galeri Nasional beberapa menit sebelum pembukaan pada Kamis (19/12) malam.
“Mestinya negara bisa memberi ruang pada masyarakat atau pelaku seni dan kepada kurator untuk bisa berdiskusi secara kritis dengan publik. Jadi jangan malah alergi dan intervensi,” kata Bonnie Triyana kepada wartawan, Minggu (22/12).
Bonnie mengaku telah datang ke Galeri Nasional (Galnas) yang berada di Jakarta Pusat, Jumat (20/12), untuk mendampingi pelukis Yos Suprapto dalam rangka memfasilitasi persoalan ini antara pihak seniman dan Pemerintah. Ia datang guna menjalankan tugasnya di Komisi X DPR RI yang salah satu ruang lingkup kerjanya terkait urusan seni dan kebudayaan.
Bonnie mengkritik pembatalan pameran lukisan Yos oleh Galeri Nasional yang merupakan gedung institusi milik Pemerintah di bawah Kementerian Kebudayaan.
“Negara harus menjamin kebebasan berekspresi seniman. Sensor karya yang terjadi dalam pameran ini bisa jadi preseden buruk dalam pemerintahan Prabowo Subianto,” ucap Bonnie.
Ia menyebut, alasan pameran tunggal Yos Suprapto batal digelar, karena Suwarno Wisetrotomo yang merupakan kurator dari Galeri Nasional tidak meloloskan lima dari 30 lukisan Yos. Hal itu karena dianggap terlalu vulgar dan tak berkaitan dengan tema pameran tentang kedaulatan pangan.
Lima lukisan itu berkaitan dengan sosok yang pernah sangat populer di masyarakat Indonesia dan banyak kalangan menyebut beberapa gambar dalam lukisan mirip wajah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Pada pameran Yos, terdapat lukisan menunjukkan gambar seorang raja yang mirip dengan Jokowi sedang menginjak orang atau dinilai sebagai rakyat. Ada juga lukisan yang menggambarkan sosok petani yang sedang memberi makan konglomerat.
Terlepas dari anggapan-anggapan itu, Bonnie menyebut seni rupa, yang dalam hal ini adalah seni lukis, merupakan ranah multitafsir.
“Bagaimanapun karya seni merupakan medium untuk kritik sosial adalah hal yang lazim. Dan seni itu multitafsir sehingga bahaya juga kalau dilihat hanya dari satu perspektif,” terang Bonnie.
“Seniman memiliki otoritas dalam berkarya dengan temanya masing-masing dan itu tidak akan menimbulkan bencana Politik apa-apa,” sambungnya.
Lebih lanjut, Bonnie kembali mengingatkan karya seni merupakan kebebasan berekspresi yang dijamin oleh kontistusi negara. Seharusnya, Kementerian Kebudayaan di bawah kinerja Presiden Prabowo dapat menjamin setiap kebebasan berekspresi.
“Menurut saya kegiatan pameran seni konteksnya dalam negara demokrasi itu ya bebas saja. Biar publik yang menilai secara perspektif seninya seperti apa,” tegas Bonnie.
“Lagian lukisan ini sudah beredar di media sosial dan sudah dilihat semua orang. Tidak perlu ada sensor karena karya seni itu multitafsir,” imbuhnya.[]