ORINEWS.id – Sejumlah pemuka agama Katolik Filipina mengajukan tuntutan pemakzulan terhadap Wakil Presiden Sara Duterte, Kamis (19/12/2024). Hal ini terjadi setelah Sara menghadapi perseteruan panjang dengan Presiden Ferdinand ‘Bongbong’ Marcos.
Sara sejatinya diperkirakan akan menggantikan ayahnya, Rodrigo Duterte, dalam pemilihan umum Filipina 2022. Namun, ia mengundurkan diri untuk mendukung Bongbong, dan kemudian mencalonkan diri sebagai wakil presiden. Pasangan ini kemudian berhasil menang.
Tetapi menjelang pemilihan paruh waktu tahun depan, aliansi mereka telah hancur di depan umum. Bulan lalu, Sara dalam sebuah konferensi pers mengatakan bahwa ia telah memerintahkan seseorang untuk membunuh Bongbong jika ia sendiri dibunuh.
Sara kemudian membantah telah membuat ancaman pembunuhan, menggambarkan komentarnya sebagai ekspresi ‘kekhawatiran’ dengan kegagalan pemerintahan Bongbong.
Akibat hal ini, Sara telah mendapatkan dua tuntutan pemakzulan dari aktivis yang telah diajukan ke parlemen. Yang ketiga diajukan pada hari Kamis kemarin oleh tujuh pendeta Katolik yang berbasis di Manila.
Dalam pemaparannya, para pemuka agama itu menuduh Sara melakukan ‘pengeluaran dana yang tidak wajar’ sebesar jutaan dolar saat menjabat sebagai wakil presiden dan saat ia mengepalai kementerian pendidikan, serta merencanakan pembunuhan Presiden.
“Pemakzulan adalah garis pertahanan terakhir yang diperlukan untuk melawan korupsi di jajaran pejabat tertinggi,” kata para pendeta kepada AFP, seperti dikutip Jumat (20/12/2024).
“Ia tidak dapat menjabat sebagai Wakil Presiden lebih lama lagi,” imbuh pernyataan itu.
Pemakzulan hanya akan dilakukan jika didukung oleh sepertiga anggota parlemen di majelis rendah Filipina dan dua pertiga anggota majelis tinggi. Di sisi lain, prospek pemecatan wakil presiden masih belum jelas.
Komite kehakiman di majelis rendah mengatakan pada Kamis bahwa tidak satupun dari tiga pengaduan terhadap Sara Duterte telah dijadwalkan untuk sidang terbuka.
Sementara itu, Presiden Bongbong juga telah berusaha secara terbuka untuk mencegah anggota parlemen memberikan suara untuk memakzulkannya.
“Semua ini tidak akan membantu memperbaiki kehidupan seorang warga Filipina,” katanya bulan lalu.
“Sejauh yang saya ketahui, ini seperti badai dalam cangkir teh,” imbuh putra dari eks Presiden Ferdinand Marcos itu.