ORINEWS.id – Pelaksana tugas (Plt) Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Imam Gunarto, menekankan pentingnya arsip dalam menjaga memori kolektif peristiwa tsunami Aceh 2004 silam.
Hal ini disampaikannya dalam peringatan 20 tahun (dua dekade) gempa dan tsunami Aceh di Gedung AAC Dayan Dawood, Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Rabu (11/12/2024).
Menurut Imam, arsip memiliki peran penting untuk mempelajari masa lalu. “Tanpa arsip, kita tidak bisa belajar dari peristiwa lampau. Arsip menjadi pengingat kolektif yang mengajarkan kita tentang apa yang telah terjadi, khususnya bagi generasi mendatang,” ujarnya usai membuka pameran arsip kebencanaan/arsip tsunami di Gedung AAC Dayan Dawood, USK, Banda Aceh, Rabu.
Ia juga menjelaskan, negara telah memberikan perhatian khusus terhadap penyimpanan arsip tsunami Aceh melalui pembangunan Balai Arsip Statis dan Tsunami (BAST) Aceh. Pembangunan gedung ini, yang mendapat izin khusus dari Presiden RI, ditujukan untuk menjaga dan mendokumentasikan memori kolektif tsunami.
“Ini adalah dedikasi negara, tidak hanya untuk masyarakat Aceh, tetapi juga untuk dunia,” tegas Imam.
Imam mengimbau masyarakat yang masih menyimpan arsip pribadi atau komunitas terkait tsunami agar menyerahkannya ke BAST Aceh.
“Kami akan membantu mendigitalisasi arsip-arsip tersebut. Masyarakat cukup menyimpan versi digitalnya, sedangkan arsip aslinya dirawat negara agar tetap terjaga untuk pembelajaran di masa depan,” katanya.
Dukungan Jepang dalam Pengelolaan Arsip
Imam juga mengapresiasi dukungan Jepang, melalui Japan International Cooperation Agency (JICA), dalam pengelolaan arsip tsunami. Sejak awal bencana, Jepang telah membantu Indonesia dalam pembiayaan, teknologi, dan pelatihan sumber daya manusia.
“Kerja sama ini terus berlanjut hingga kini untuk menambah koleksi arsip dari masyarakat, tidak hanya dari Aceh tetapi juga dari seluruh dunia. Arsip-arsip tersebut digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan,” jelas Imam.
Sementara itu, Konsul Jenderal Jepang di Medan, Takonai Susumu, Ph.D mengatakan, pengalaman bersama menghadapi gempa dan tsunami telah memperkuat hubungan emosional antara Jepang dan Aceh.
“Kami, masyarakat Jepang, juga merasakan dan mengalami penderitaan yang sama akibat gempa dan tsunami pada tahun 2011 silam. Sehingga ikatan emosional kami dengan Aceh sangat besar, karena pernah mengalami hal yang sama,” ujarnya.
Karena itu, tambah Takonai, bantuan Jepang untuk Aceh terus diberikan hingga saat ini untuk mendukung mitigasi bencana dan pelestarian pengalaman melalui arsip.
“Edukasi dan mewariskan pelajaran bagi generasi mendatang sangat penting. Oleh karena itu, kami bersama pemerintah Indonesia dan masyarakat Aceh tetap mendukung upaya mitigasi bencana serta melestarikan pengalaman dengan arsip,” tutupnya.
Acara peringatan dua dekade gempa dan tsunami Aceh ini menjadi momen refleksi sekaligus pengingat akan pentingnya dokumentasi arsip sebagai warisan berharga bagi generasi mendatang.[]