ORINEWS.id – Forum diskusi bertajuk “Potensi Migas di Era Energi Terbarukan: Bagaimana Aceh Beradaptasi?” yang digelar Jurnalis Ekonomi Aceh (JEA) di Vesco Coffee, Banda Aceh, Selasa (10/12/2024), menjadi momentum penting untuk membahas tantangan dan peluang sektor minyak dan gas (migas) di tengah transisi ke energi terbarukan.
Diskusi ini menghadirkan empat tokoh kunci, yakni Wakil Ketua II DPR Aceh Saifuddin Muhammad (Yahfud), Kepala Bidang Minyak dan Gas Bumi Dinas ESDM Aceh Dian Budi Dharma, Direktur Komersial PT PEMA Almer Hafis Sandy, serta Kepala Divisi Formalitas, Hubungan Eksternal, dan Sekuriti KKKS Radhi Darmansyah. Moderator acara, Subur Dani, memandu jalannya dialog yang membahas isu regulasi, optimalisasi potensi migas, hingga langkah strategis untuk menjaga keberlanjutan energi Aceh.
Optimalisasi Sumber Daya Aceh
Wakil Ketua DPR Aceh, Saifuddin Muhammad, menyoroti pentingnya optimalisasi pengelolaan sumber daya alam Aceh demi kesejahteraan masyarakat.
“Aceh memiliki sumber daya alam luar biasa, tetapi pengelolaannya belum maksimal. Kita sering terjebak dalam persoalan kecil, sementara masalah besar seperti pelanggaran hak atas hasil alam terabaikan,” ujar Pria yang akrab disapa Yahfud itu.
Politisi NasDem ini juga mendorong sinergi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk memastikan hak Aceh atas sumber daya alam terpenuhi.
“DPRA juga berkomitmen untuk memperjuangkan isu-isu strategis ke ranah regulasi,” kata Yahfud.
Aceh Sebagai Pusat Hilirisasi Gas
Sementara itu, Dian Budi Dharma mengungkapkan, pemerintah pusat telah menetapkan Aceh sebagai pusat hilirisasi gas bumi dan getah binus.
Dengan potensi yang ada, Aceh diproyeksikan mampu menjadi pusat industri gas dan amonium nitrat yang memberikan nilai tambah ekonomi hingga enam kali lipat dibandingkan dana bagi hasil.
“Hilirisasi ini diharapkan mampu menyerap 15 ribu tenaga kerja lokal dan ini adalah peluang besar bagi Aceh untuk menjadi motor industri gas nasional,” paparnya.
Investasi dan Tantangan di Sektor Migas
Direktur Komersial PT PEMA, Almer Hafis Sandy, menyebutkan meski Aceh memiliki cadangan gas bumi yang melimpah, tantangan seperti pembebasan lahan dan modal investasi menjadi hambatan utama.
“PEMA berkomitmen memanfaatkan blok-blok migas untuk meningkatkan kontribusi terhadap perekonomian Aceh, dengan fokus pada tenaga kerja lokal dan diversifikasi usaha, termasuk ke sektor energi terbarukan seperti panas bumi,” jelasnya.
Terakhir, Radhi Darmansyah dari BPMA menambahkan, optimalisasi gas bumi di Aceh harus diarahkan untuk meningkatkan kemandirian energi dan ekonomi daerah.
Ia juga menyoroti perlunya mekanisme yang lebih baik dalam pengelolaan sektor ini.
Aceh di Mata Investor Global
Diskusi turut mengangkat keberhasilan beberapa perusahaan, seperti ExxonMobil dan Mubadala, yang kembali berinvestasi di Aceh. Dengan temuan 9 miliar meter kubik gas di wilayah Andaman, Aceh menjadi salah satu fokus utama investasi global. Inisiatif lokal, seperti Aceh Energi, juga dianggap sebagai angin segar untuk mendorong kemandirian pengelolaan migas di Bumi Serambi Mekkah.
JEA Dorong Transparansi dan Sinergi
Sekretaris Jenderal JEA, Muhammad Fahmi, dalam sambutannya mengatakan Migas bukan hanya tentang sumber daya, tetapi juga bagaimana mengelolanya secara bijak untuk kemaslahatan masyarakat Aceh. Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, akademisi, media, dan masyarakat dalam mengelola sektor migas secara transparan dan berkelanjutan.
“Sebagai jurnalis, kami memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan informasi yang benar dan seimbang. Semoga acara ini menjadi langkah awal menuju pengelolaan migas yang lebih inklusif,” tambahnya.
Untuk diketahui, Jurnalis Ekonomi Aceh adalah simpul yang beranggotakan para jurnalis di Aceh yang fokus pada peliputan dan pemberitaan di bidang ekonomi. JEA bertujuan untuk memberikan informasi mendalam dan relevan tentang berbagai isu ekonomi di Aceh, mulai dari sektor migas, energi terbarukan, investasi, hingga pengelolaan sumber daya alam lainnya.
Selain itu, JEA juga berperan sebagai wadah diskusi dan kolaborasi antara jurnalis, pemangku kebijakan, akademisi, dan masyarakat untuk membahas isu-isu ekonomi yang strategis dan berdampak luas bagi pembangunan Aceh.[]