Prabowo Presiden, Siapa yang Akan Mengisi Peran Ibu Negara?

Ⓒ Hak cipta foto di atas dikembalikan sesungguhnya kepada pemilik foto

ORINEWS.id – Siapa yang akan menjadi ibu negara ke-8 Republik Indonesia?

Seperti diketahui, Prabowo Subianto telah dilantik sebagai presiden ke-8 RI, Minggu (20/10/2024).

Posisi ibu negara pun menjadi sorotan lantaran Prabowo telah bercerai dari Titiek Soeharto pada 1998.

Sejak saat itu Prabowo tetap menyenidiri hingga pelantikan presiden Minggu lalu.

Dikutip dari Tribun Timur, syarat untuk menjadi Ibu Negara haruslah istri kepala negara.

Tak bisa istri Wapres jika presidennya duda atau masih jomblo.

Jika Gibran dilantik jadi wapres, maka Selvi Ananda tak bisa jadi Ibu Negara, kecuali jika Gibran Rakabuming menjadi Presiden RI menggantikan Prabowo Subianto.

Pada tahun 2013, jelang Pilpres 2014, politisi Partai Gerindra Fadli Zon sempat bicara soal Ibu Negara jika Prabowo Subianto jadi Presiden RI.

“Kalau kita percaya jodoh ada di tangan Tuhan, jadi kalau ibu negara persoalan pribadi. Jadi, apakah nanti ada ibu negara atau tidak saya kira itu persoalan mudah,” jelas Fadli Zon saat diskusi di Gedung DPR RI, di Jakarta, Senin (2/9/2023) silam.

Status pernikahan Prabowo juga mendapatkan sorotan media asing Channel News Asia (CNA) dalam artikelnya “Indonesia Elections 2024: No first lady? Frontrunner Prabowo’s single status turns spotlight on ‘state’s mother’ role”, baru-baru ini.

“Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bisa menjadi presiden pertama tanpa mitra (istri) dalam sejarah negara ini. Ketika persaingan semakin memanas, para ahli dan istri kandidat memperdebatkan pentingnya ibu negara, dan siapa yang mungkin mengisi peran tersebut,” demikian ditulis Channel News Asia.

Ditulis pula, sebenarnya Prabowo sebelumnya pernah menikah.

Ia berumah tangga dengan Titiek Soeharto pada tahun 1983.

Titiek adalah anak dari presiden kedua RI Soeharto.

Namun, saat sang mertua lengser pada tahun 1998, ia pun berpisah dengan Titiek.

Peran Ibu Negara

Ditulis Channel News Asia, “Peran ibu negara memang tidak dijelaskan dalam konstitusi di Indonesia. Namun ibu negara bisa memainkan peran penting dalam urusan kenegaraan tertentu yang tidak bisa selalu dikerjakan oleh presiden, ujar pakar tata negara dari Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari.”

“Misalnya Tien Soeharto, dan Ani Yudhoyono, istri presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono … mereka sudah seperti permaisuri atau ratu di kerajaan,” kata Feri.

Tien pernah memprakarsai pembangunan rumah sakit kanker pertama di Indonesia. Sementara Ani, sempat menjabat sebagai wakil ketua di Partai Demokrat.

Athiqah Nur Alami, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mengatakan ibu negara bisa memiliki beberapa peran.

Salah satunya, kata dia, ibu negara adalah pendamping presiden dalam kunjungan kenegaraan di dalam dan luar negeri.

“Dengan ditemani ibu negara, citra dan kredibilitas seorang presiden bisa meningkat,” kata Athiqah.

Ketika presiden berkunjung ke luar negeri, ibu negara akan disertakan dalam acara diplomasi budaya dan berbagai kegiatan sosial.

“Kita juga pernah melihat beberapa contoh ketika ibu negara menggantikan presiden dalam kegiatan seremonial non-Politik, seperti peresmian sekolah dan acara amal,” ujar Athiqah.

Ibu negara, lanjut Athiqah, juga akan bertindak sebagai pemberi semangat, menampung aspirasi publik sembari mendorong mereka untuk lebih aktif dalam kemasyarakatan.

“Inisiatif seorang ibu negara, meski terkadang terlihat kecil, namun dapat mendukung kelompok-kelompok yang terpinggirkan,” kata Pengamat Politik dari Universitas Atmajaya, Yoes Kenawas, kepada CNA.

Yoes mengatakan ibu negara dapat menjadi penyambung lidah kelompok-kelompok yang kadang diabaikan, seperti perempuan dan warga berkebutuhan khusus.

Sejak merdeka pada 1945, Indonesia telah memiliki beberapa ibu negara yang ternama.

Ainun Habibie, istri dari presiden BJ Habibie yang memimpin hanya setahun, adalah juga pendiri dari organisasi nirlaba Bank Mata Indonesia.

Istri dari presiden keempat Abdurrahman Wahid, Sinta Nuriyah Wahid, dikenal sebagai sosok yang memperjuangkan kerukunan antar suku dan agama.

Indonesia pernah memiliki “bapak negara”, yaitu Taufiq Kiemas, suami presiden Megawati Soekarnoputri yang memimpin pada 2001 hingga 2004.

Sebagai politisi, Taufiq juga mendampingi Megawati ketika istrinya itu mendirikan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) pada akhir 1990-an.

Taufiq yang kerap menemani Megawati dalam berbagai pertemuan bilateral telah diterima dengan baik oleh publik.

Beberapa tahun setelah kepemimpinan Megawati berakhir, Taufiq menjabat sebagai ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Sementara itu, Ani Yudhoyono dikenal atas kepeduliannya terhadap pendidikan anak dan kegemarannya pada dunia fotografi. Ani menggagas Mobil Pintar, sebuah perpustakaan berjalan untuk anak-anak.

Tidak banyak yang diketahui soal sepak terjang Iriana Joko Widodo sebagai ibu negara dalam dua periode kepemimpinan suaminya, presiden Jokowi.

Namun pada November 2023, media Tempo melaporkan bahwa Iriana adalah otak di balik pencalonan putranya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden yang kini bersanding dengan Prabowo dalam pilpres.

Gibran (36) awalnya dianggap terlalu muda untuk mencalonkan diri karena konstitusi mensyaratkan kandidat harus berusia di atas 40 tahun.

Namun sidang Mahkamah Konstitusi yang dipimpin adik ipar Jokowi, Anwar Usman, mengubah persyaratan tersebut sehingga membuat Gibran layak untuk maju.

Media telah meminta klarifikasi Iriana terkait laporan Tempo, namun dia enggan bersuara.

Meski setiap ibu negara memiliki ciri khasnya masing-masing, namun ada satu kesamaan mereka yaitu menjadi sosok penyokong presiden, kata Yoes.

Misalnya Tien, lanjut dia, yang memiliki peran aktif yang besar dalam sejarah Indonesia.

“Sosoknya penuh kontroversi karena beberapa orang mempertanyakan aktivitasnya, meski dia juga gencar mempromosikan pusat kesehatan terintegerasi untuk anak,” kata Yoes soal Tien yang berperan sebagai ibu negara selama 29 tahun. Tien meninggal dunia pada 1996 ketika Soeharto masih memimpin.

Soeharto memimpin negara dengan tangan besi selama lebih dari 30 tahun antara 1967 hingga 1998.

Dia mengundurkan diri setelah rangkaian aksi protes yang menuntutnya mundur berakhir dengan kekerasan di seluruh negeri.

Tien juga diduga terlibat skandal penyalahgunaan anggaran negara untuk proyek-proyek kemanusiaan dan sosial milik keluarganya ketika Soeharto masih menjabat.

Masyarakat yang diwawancara CNA cenderung merasa Indonesia harus memiliki ibu negara, meski perannya sebagian besar hanya simbolis.[]