ORINEWS.id – Kebijakan pemberian tunjangan berupa uang tunai sebagai pengganti rumah dinas untuk seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menuai kritik.
Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai kebijakan ini hanya akan menambah beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terutama di tahun pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Ya akan jadi beban. Bebannya pertama, uang negara habis untuk sesuatu yang tidak perlu dilaporkan. Jadi, sangat mungkin uang tunjangan perumahan itu tidak digunakan untuk mengontrak rumah,” kata Lucius Karus seperti dilansir RMOL, Minggu, 13 Oktober 2024.
Terlebih, kata Lucius, banyak anggota dewan yamg memiliki rumah maupun apartemen pribadi di Jakarta, sehingga tunjangan berupa uang pengganti rumah dinas dinilai kurang efektif.
“Karena kita tahu banyak anggota DPR yang sudah punya di Jakarta, banyak anggota DPR yang kaya sehingga tidak perlu lagi namanya rumah dinas maupun tunjangan perumahan,” katanya.
“Bagaimana mereka yang mendapatkan tunjangan yang sama dan mereka yang akan menggunakan itu untuk mengontrak rumah, lalu seperti apa pertanggungjawabannya?” tanyanya.
Ia merasa, DPR tidak tepat memberikan uang tunjangan perumahan ke anggota dewan, dan uang tunjangan itu bisa diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu di daerah.
“Masa DPR mempertontonkan ke publik bahwa uang negara itu bisa dilaporkan sesuka-suka hati mereka anggarannya untuk mengontrak rumah tapi malah misalnya belanja tas mewah,” tutupnya.[]